Jumat, 17 Desember 2010

SYNDROMA GULLIAN BARRE


DEFINISI
  • Gullian Barre Syndrome (GBS) adalah inflamasi pada selubung penutup disekitar sel saraf pada otak dan medulla spinalis. Dasar dari inflamasi ini belum diketahui secara pasti, tetapi diduga karena ada suatu proses yang mengakibatkan sel tubuh dianggap dianggap sebagai benda asing oleh sistem imun tubuh. Reaksi antigen antibodi ini untuk selanjutnya akan menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pada otak dan medulla spinalis, sehingga menyebabkan kelemahan pada sistem motorik, berkurangnya fungsi sensorik atau peralisis palsu.
  • SGB merupakan istilah untuk sindroma dari pada penyakit karena tidak adanya fakta yang mendukung kemungkinan pasti  dari penyakit spesifik yang disebabkan oleh agen seperti bakteri atau virus yang merupakan penyebab langsung dari penyakit.  Bagaimanapun hingga saat ini masih dianggap bahwa infeksi merupakan pemicu SGB.

PENJELASAN
  • Sindroma ini dikenal setelah George Charles Guillen dan Jean Alexandre Barre, penulis jurnal klasik yang dipublikasikan pada tahun 1916 di Perancis. Penulis ketiga, Andre Strohl, untuk selanjutnya tidak bergabung lagi dalam penulisan jurnal mengenai sindroma ini.
  • SGB adalah penyakit yang jarang dijumpai dan onsetnya akut. Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari keparahan dan perburukan dari gejala yang ada. Pada kasus SGB, gejala yang tipikal muncul dalam waktu lebih dari satu hari. Gejala yang paliing sering muncul melibatkan kelemahan dan parastesi pada tungkai. Kemudian gejala juga berkembang dan melibatakan setiap bagian tubuh dalam beberapa hari sampai minggu. Dengan kata lain, selama durasi waktu ini, berbagai gejala dapat timbul. Lebih dari 90 % kasus, gejala puncak timbul dalam waktu empat minggu.
  • Sindroma ini merupakan penyakit inflamasi, dimana setiap individu memiliki sistem kekebalan tubuh tersendiri (immun Sistem) yang pada kasus-kasus tertentu dapat menyerang sel-sel saraf yang terdapat di luar otak dan medulla spinalis. Sel saraf ini dikenal dengan nama saraf perifer. Inflamasi yang terjadi pada sel saraf ini pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada sel yang bersangkutan. Selubung pembungkus sel saraf yang terdiri dari lapisan lemak yang disebut selubung mielin dapat rusak dan menghilang. Hal ini untuk kemudian disebut demielinisasi.
  • Disamping itu , serabut perpanjangan dari sel saraf yang disebut axon dapat rusak. Hal ini disebut denervasi. Akson menyampaikan impuls elektrik ke setiap area otot dan dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Demielinisasi dan denervasi pada akhirnya menyebabkan kelemahan pada otot, kehilangan sensasi atau paralisis karena sel saraf tidak mampu lagi menyampaikan signal ke otot. Kehilangan transmisi signal pada akhirnya menghambat kemampuan otot untuk merespon signal saraf. Selanjutnya , jaringan otak menerima lebih sedikat sinyal dan penderita tak mampu lagi merasakan rasa panas, dingin atau nyeri.
  • SGB juga dikenal sebagai Landry-Guillain-Barre Syndrome, suatu polineuritis akut idiopatik, polineuritis infeksi, dan polineuropati demielinisasi inflamasi akut. Penyakit lain yang dikenal dengan poliradicalneuropati demielinisasi inflamasi kronik juga berkaitan dengan SGB (yang mana penyakit ini jarang) dan bertahan lebih lama.

DEMOGRAFI
·         SGB dapat menyerang semua umur. Dan penyakit ini lebih banyak didapat pada  wanita dan pria debgan rerata usia 15 sampai 35 tahun dan 50 sampai 75 tahun pola bimodal pada distribusi usia). Pria lebih sering terserang penyakit ini dibandingkan wanita (rasio pria dan wanita adalah 1,5 : 1). Tak diketahui adanya kelempok ras tertentu yang terjangkit SGB, dan tidak diketahui lokalisasi geografis tertentu dalam penyebaran penyakit ini.
·         Di USA, sindroma ini jarang. Sebagai contoh insiden tahunan dari SGB berkisar antara 0,6 – 2,4 kasus/100.000 penduduk. Namun SGB merupakan penyebab tersering pada paralisis neuromuskuler pada sebagian penduduk Amerika
PENYEBAB dan GEJALA
PENYEBAB
  • Penyebab pasti dari SGB tidak diketahui. Bagaimanapun, infeksi bakteri dan virus dapat menjadi pemicu terhadap perkembangan penyakit. Hampir 70 % penderita SGB terinfeksi penyakit dua sampai empat minggu sebelumnya. Penyakit yang sering diderita antara lain radang tenggorokan, demam, pilek dan diare. Bakteri yang juga berhubungan dengan SGB seperti clamidya, mycoplasma pneumoniae, dan campylobacter jejuni.
  • Keterlibatan Campylobacter patut diperhatikan, karena bakteri ini dapat mengkontaminasi unggas. Pemasakan unggas yang kurang matang dapat mempertahankan bakteri ini hingga mampu menginfeksi konsumen. Hal ini merupakan salah satu keterkaitan antara SGB dan kualitas makanan. Bentuk SGB yang diduga berhubungan dengan makanan ini dapat menimbulkan manifestasi penyakit yang berat. Hal yang mendasari hal ini belum jelas, dimana saraf perifer dapat rusak dengan sendirinya secara langsung dibandingkan selubung mielin yang melindungi saraf.
  • Biasanya infeksi yang disebabkan oleh campylobacter sudah teratasi sebelum adanya SGB, seperti kita ketahui infeksi kronis dengan virus yang mengakibatkan penyakit mononucleosis, herpes dan sindroma imunodefisiensi yang didapat dapat meningkatkan pemunculan SGB. Akhir-akhir ini juga diketahui keterlibatan HIV-1 dengan timbulnya polineuropati demielinisasi inflamasi akut.
  • Adapun beberapa faktor lain yang berhubungan dengan munculnya SGB, termasuk vaksinasi (rabies, influenza dan streptokokkus), pembedahan, kehamilan, dan berbagai penyakit seperti Hodgkins dan SLE.
  • Adapun halnya keterlibatan hal –hal di atas mempunyai hubungan yang bermakna atau hanya kebetulan saja belum diyakini secara pasti. Sebagai contoh, pada gerakan vaksinasi melawan ”swine flu” yang dilakukan di Amerika pada tahun 1976 meningkatkan rasio terjadinya SGB lebih dari 1 kasus per 100. 000 penduduk. Meskipun secara langsung peningkatan ini tidak mungkin terjadi. Sejauh ini 99 % mereka yang menderita SGB didata oleh USCDCP (United State Centers of Disease Control and Prevention) belum pernah divaksin.
  • Ada kemungkinan bahwa infeksi atau penyakit yang mengganggu system imun tubuh seperti kerusakan pada komponen sel saraf yang diakibatkan oleh auto imun sistem. Meskipun hal ini menarik diperbincangkan diantara ilmuan, tetapi masih belum dibuktikan kebenarannya.
  • Tidak ada fakta untuk mengindikasi bahwa SGB merupakan infeksi atau SGB merupakan penyakit genetik yang diturunkan.

GEJALA
  • Sensasi awal dari kelemahan atau paralisis pada jari kaki cenderung menjalar ke atas dalam beberapa hari hingga beberapa minggu sampai ke lengan dan bagian lain dari tubuh. Dalam terminologi kedokteran, hal ini menggambarkan awal dari perjalanan penyakit. Kelemahan dan paralisis dapat juga terjadi secara bersamaan dengan adanya sensasi geli dan kram atau nyeri pada kaki, tangan, paha, bahu, pinggan dan pantat. Penggunaan tangan dan kaki dapat terganggu. Perkembangan yang lebih serius dari paralisis akan menyebabkan gagal nafas sampai akhirnya membutuhkan ventilasi mekanik.
  • Gejala khas yang didapat berupa pandangan kabur, kekakuan, susah dalam pergerakan otot, wajah, kontraksi otot involunter, dan detak jantung berat. Gejala khas pada kasus emergensi adalah susah menelan, mengeluarkan air liur, sulit nafas dan pingsan.
  • Perjalanan dan gejala awal ke gejala yang lebih lanjut paling cepat berlangsung lebih kurang dalam 24 – 72 jam. Kondisi ini memburuk dan berlangsung dalam beberapa minggu. Perbaikan dari gejala ini berlangsung bertahap, dan memakan waktu dari beberapa hari hingga sampai enam bulan.
  • Pada kasus ringan, hanya akan didapat kelemahan. Gejala akan merada dalam beberapa minggu, dan biasanya penderita terlepas dari gangguan kelemahan anggota gerak tanpa pernah diketahui penyakit dasarnya.




DIAGNOSIS
  • Diduga SGB jika pasien menunjukkan kelemahan otot atau paralisis yang meningkat, khususnya jika penyakit terjadi dalam waktu singkat. Hilangnya refleks, seperti refleks patella menjadi petunjuk dini dalam klinis.
  • Data dan gejala klinis dapat berguna dalam diagnosis, sebagai contoh, hormon yang menghasilkan keseimbangan kimia pada urin dapat dipengaruhi pada SGB. Hal ini disebut Sindroma Hormon Antidiuretik Inappropiate. Antibodi ke sel saraf bisa dimulai dari hasil reaksi antigen antibodi.
  • Petunjuk lain dari diagnosis SGB dapat ditemui kelemahan otot pada pemeriksaan saraf. Salah satu tes yang diketahui adalah kecepatan konduksi saraf. Pada uji ini, saraf yang dipilih diberi stimulasi.
  • Petunjuk lain dalam mendiagnosis dapat dilihat dari pemeriksaan kekuatan otot pada pemeriksaan neurologis. Salah satu tes yang tersedia adalah tes kecepatan konduksi saraf. Pada tes ini, serabut saraf yang dipilh distimulasi, biasanya dengan permukaan yang diberi tambalan elektroda dan diletakkan dipermukaan kulit. Serabut saraf dapat distimulasi menggunakan arus listrik yang rendah pada satu elektroda, dan hasil dari aktivitas listrik direkam pada potongan elektroda lainnya. Kecepatan konduksi saraf telah diperhitungkan dengan menghitung jarak antara kedua elektroda dan waktu yang dipakai oleh impuls –impuls saraf untuk bergerak dari sentral listrik ke arah elektroda. Seorang penderita SGB yang telah kehilangan selubung mielin akan menghasilkan kecepatan konduksi yang lebih lemah dibandingkan dengan sel saraf yang selubung mielinnya masih utuh. Impuls saraf berjalan lebih lambat pada sel saraf yang rusak dibandingkan dengan sel saraf yang sehat.
  • Respon otot terhadap stimulasi listrik juga dapat dinilai melalui suatu alat yang disebut electromiografi (EMG). Pada tes ini jarum elektroda dimasukkan ke kulit untuk kemudian mencapai otot. Pada saat otot distimulasi, sebagai contoh sewaktu diberikan kontraksi, hasil yang dilihat dan didengar membawa informasi tentang respon otot. Suatu pola gelombang yang karakteristik pada orang sehat kemudian dapat dibandingkan dengan pola yang di dapat pada  seseorang yang dicurigai menderita SGB.
  • Pada saat kita mencurigai adanya suatu paralise pada otot jantung, elektrokardiogram dapat digunakan untuk merekam aktivitas listrik jantung. Otot yang paralisis (lumpuh) pada SGB dapat merubah bentuk normal dari gelombang EKG.
  • Akhirnya , analisis cairan serebrospinal yang  didapat dari lumbal punksi dapat dideteksi dengan peningkatan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan keadaan normal. Akan tetapi hasil hitung jenis sel darah putih tidak menunjukkan kenaikan, hal inilah yang membedakan analisis cairan serebrospinal pada penderita infeksi lainnya.

TIM PENGOBATAN
  • Para ahli (pakar) neurologi, immunologi, fisioterapi, occupational terapi, dan tim keperawatan merupakan satu kesatuan dalam rencana pengobatan penderita SGB. Aliansi sosial yang mendukung para penderita SGB, seperti Guillen Barre Syndrome Foundation International dapat membantu proses pengobatan.

PENGOBATAN
  • Sejak tahun 1980 an, pengobatan terhadap SGB masih terbatas dan tidak berkembang. Beberapa penderita dapat sembuh sempurna, sedangkan yang lainnya tidak. Para penderita yang mengalami kesukaran dalam bernafas hampir dapat dipastikan dirawat dirumah sakit.
  • Salah satu prosedur medis yang berguna dalam pengobatan SGB adalah prosedur plasmaforesis, hal ini juga dikenal sebagai metode penggantian plasma. Pada plasmaforesis, antibodi yang terdapat terdapat dalam darah dipisahkan dari tubuh, sel darah merah dipisahkan dan dimasukkan kembali kedalam tubuh setelah antibodi yang mengganggu dihilangkan. Hal ini dapat mengurangi gejala SGB dan mempercepat perbaikan dari gejala. Sampai  bulan Desember 2003, tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme plasmaforesis dalam menghilangkan gejala SGB, akan tetapi diduga dengan pemindahan antibodi dari dalam darah akan mengurangi efek dari reaksi antigen antibodi dan mencegah kerusakan sel saraf.
  • Prosedur lain yang dapat digunakan adalah metode Intra Venous Immune Globulin (IVIG). Kedua metode pengobatan di atas telah memperlihatkan peningkatan angka penyembuhan  sekitar 50%. IVIG telah terbukti sebagai pengobatan efektif terhadap penyakit-penyakit neuropati yang berhubungan dengan sistem immun secara umum. IVIG bekerja dengan cara mengurangi jumlah anti mielin-anti bodi, dimana terjadi pengikatan dengan anti bodi yang berasal dari larutan IVIG, dan berakibat dengan ditekannya respon imun tubuh.
  • Metode pengabatan lainnya juga dirancang guna mencegah dan mengurangi komplikasi lanjut dari SGB. Sebagai contoh komplikasi yang mungkin ditemukan adalah tersedak sewaktu makan karena kelemahan bahkan kelumpukan otot-otot yang menyusun rongga kerongkongan, hal ini dapat dicegah dengan menggunaka diet cair melalui sonde pada penderita. Komplikasi lainnya seperti perubahan formsi darah dapat dikurangi dengan obat-obatan atau bahan kimia yang diserap lebih sedikit oleh darah. Rasa nyeri yang ditimbulkan pada SGB dapat diobati dengan golongan obat analgetik antiinflamasi, bahkan jika dianggap perlu dapat digunakan golongan narkotik untuk membuat penderita nyaman. Bagi penderita yang mempunyai kesulitan dalam proses bernafas, yang harus diperhatikan oleh para klinikus adalah kebutuhan suplai oksigen, kemudian dapat dipertimbangkan pemasangan intubasi, dan penggunaan ventilator mekanik suna membantu proses pernafasan.
  • Latihan fisik dini dipastikan sangat berguna. Perawat atau keluarga dapat melatih dengan menggerak-gerakkan lengan dan kaki penderita guna menjaga kelenturan dan kekuatan otot. Untuk lebih lanjut metode hidroterpi dapat digunakan dalam perbaikan fungsi-fungsi lengan dan tungkai. Dan untuk kesinambungan pengobatan, biasanya ahli terapi akan merancang latihan yang dapat dilakukan penderita di rumah sewaktu penderita dipulangkan.

PENYEMBUHAN DAN REHABILITASI
  • Lebih dari 95% orang yang terserang SGB berhasil pulih. Namun 20% diantaranya masih meninggalkan gejala sisa berupa kelemahan otot dan fatique. Pada beberapa individu penggunaan kaus kaki elastik dirasakan bermanfaat. Kaus kaki ini menghasilkan tekanan yang kuan pada mata kaki dan berangsur –angsur melemah pada bagian proksimal. Hal ini didapat dengan mengubah aliran vena, dimana didapatkan peningkatan yang bermakana dari aliran vena pada tungkai. Sehingga dengan adanyan peningkatan aliran darah dapat mengurangi perasaan baal pada kaki.

PERCOBAAN KLINIK
Paa awal tahun 2004, tiga percobaan klinis telah menghimpun para penderita SGB, diantaranya
  • Pengobatan terhadap SGB dibuktikan dengan penggunaan 4-aminopyridine. Penelitian ini didanai olh United States Food and Drug Administration of Orphan Products Development, uji ini ditujukan untuk melihat potensiasi dari 4-aminopyridene dalam meningkatkan transmisi impuls pada sel saraf yang rusak. Zat ini membantu peningkatan aktifitas sel saraf dan memperbaiki aktivitas otot, dimana sebelumnya telah digunakan dalam pengobatan multipel sklerosis. Penanggung jawab adalah Spain Rehabilitation Center, University of Alabama at birmingham, 35249-7330; Jay meythaler, M. D. (205) 934-2088, (email: Jmeythal@uab.edu)
  • Keamanan, toleransi dan effikasi dari rituximab pada pasien dengan neuropati demielinisasi yang terkait antibodi anti glycoconjugasi dalam tes uji plasebo kontrol acak. Meskipun tidak berhubungan langsung dengan SGB, tetapi penelitian ini sama-sama terfokuskan pada kehilangan selubung mielin pada sel saraf. Uji ini disponsori oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), yang dirancang untuk mengevaluasi kegunaan dari rituximab dalam mencegah kerusakan sel saraf oleh antibodi. Penanggung jawab adalah National Institutes of Health Patient Recruitment and Public Liaison Office, Building 61, 10 Cloister court, Bethesda, MD, 20892-4754; (800) 411-1222; prpl@mail.cc.nih.gov.
  • Evaluasi diagnostic pada pasien dengan penyakit neuromuskuler. National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) mensponsori penelitian lainnya untuk membantu klinisi dalam mendiagosis penyakit seperti SGB. Penanggung jawab adalam hal ini sama dengan uji lainnya.

PROGNOSIS
  • Penderita SGB biasanya pulih sempurna, meskipun jarak waktu yang diperlukan pada beberapa penderita lebih lama (bulanan sampai tahunan). Penyembuhan  jika gejala timbul dalam waktu tiga minggu. Skenario tipikal didapat pada pasien yang menderita kelemahan anggota gerak 10-14 hari setelah gejala awal timbul. Prognosis buruk didapat pada pasien yang memiliki waktu singkat dalam pemunculan gejala, menggunakan ventilator dalam jangka waktu yang lama (bulanan bahkan lebih), kerusakan yang parah pada sel saraf, dan penderita usia lanjut.
  • Ketika penyembuhan sempurna telah didapatkan pada penderita SGB. Sekitar 10 sampai 20% kasus didapatkan pengulangan gejala, 15-20% didapatkan kompliksi neurologis yang bertahan lama dan menyebabkan disability untuk jangka waktu panjang, dan sekitar 5-10% penderita SGB berakhir dengan kematian. Permasalahan utama yang menyebabkan kematian didapatkan dari gagal nafas yang diperoleh sebagai dampak dari kelumpuhan otot pernafasan. Dengan ventilator mekanik, kegagalan nafas pada SGB dapat dikurangi. Penyebab lain yang baru ini diteliti dan juga penting untuk diketahui adalah kematian yang disebabkan oleh malfungsi dari autonomic nervus sistem, yang secara involunter mengontrol beberapa proses vital seperti laju jantung, tekanan darah dan suhu tubuh.

0 komentar:

newer post older post Home