Minggu, 28 November 2010

TETRALOGI OF FALLOT

0 komentar
I Defenisi
Tetralogi fallot merupakan penyakit bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari 4 kelainan yaitu defek septum ventrikel perimembanus, stenosis pulmonal infundibuler, overriding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyumbatan aliran darah arteri pulmonalis biasanya pada infundibulum ventrikel kanan (area sub pulmonal) maupun katup pulmonal. Batang arteri pulmonalis sering lebih kecil daripada biasanya, dan mungkin juga ada berbagai tingkat stenosis cabang arteri pulmonalis. Penyumbatan sempurna aliran darah keluar ventrikel kanan (atresia pulmonal) dengan defek septum ventrikel (DSV) juga digolongkan sebagai bentuk ekstrim kelainan ini. 3, 4, 5
Sinonim dari TOF ini adalah fallot tetrad, wooden-shoe heart, boot-shaped heart, coeur en sabot, sabot heart.

II Insiden
Di negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, dilaporkan bahwa minimal 42% penduduknya terdiri atas anak dan remaja, sedangkan jumlah kelahiran bayi di Indonesia menurut statistik pada tahun 1983 sekitar 4.841.000. Bayi yang pada saat dilahirkan menghadapi suatu keadaan yang kritis sehingga mungkin sekali pada saat itu bayi terserang penyakit dan terjadi kematian. Menurut WHO (1981) bayi Indonesia yang tidak mencapai umur satu tahun sekitar 100 dari 1000 bayi yang lahir.1
Insidensi penyakit jantung kongenital berkisar antara 6-8 per 1000 kelahiran, sehingga bila jumlah kelahiran bayi pada tahun 1983 sekitar 4.841.000 diperkirakan pada tahun 1983 terdapat sekitar 38.728 kasus penyakit jantung kongenital baru di Indonesia.1
Keseluruhan insiden dari tetralogi fallot sekitar 10 % dari seluruh bentuk penyakit jantung bawaan, dan malformasi kardiak tersering untuk terjadinya sianosis setelah 1 tahun kehidupan. Di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi fallot mempunyai insiden tertinggi yaitu kurang lebih 50 %. 3, 4

III Etiologi
Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui. Biasanya melibatkan berbagai faktor. Faktor prenatal yang berhubungan dengan resiko terjadinya tetralogi Fallot adalah: 5, 6
- Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya.
- ketidakaturan kromosom.
- Penggunaan alkohol yang berlebihan.
- Toksin tertentu dan obat teratogenik seperti Thalidomide dan juga fenitoin yang bisa meningkatkan risiko kecacatan kongenital.
- kadangkala genetik memainkan peranan dalam masalah ini, terutamanya apabila terdapat kecacatan pada kromosom 22q11.
- Gizi yang buruk selama hamil
- Ibu yang alkoholik
- Usia ibu diatas 40 tahun
- Ibu menderita diabetes.
Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita sindroma Down. 5
Operasi yang disegerakan tidak di indikasikan pada semua infant dengan TOF, walaupun, tanpa operasi, perkembangan alami dari kelainan ini mengindikasikan prognosis yang jelek. Perkembangan kelainan ini bergantung pada tingkat keparahan dari RVOTO (Right Ventricular Outflow Track Obstruction). 11

VI Patofisiologi
Annulus katup pulmonalis mungkin berukuran hamper normal atau mungkin sangat sempit. Katup sendiri seringkali bikuspid dan kadang-kadang merupakan satu-satunya tempat sianosis. Lebih sering, ada hipertrofi muskulus sub pulmonal, kista supraventrikularis, yang turut menyebabkan stenosis infundibuler dan menimbulkan berbagai ukuran dan kontur ruang infundibuler. 5
DSV biasanya nonrestriktif besar, terletak tepat di bawah katup aorta, dan terkait pada kuspid aorta posterior dan kanan. DSV mungkin jarang berada pada bagian dalam sekat ventrikel (varietas defek sekat atrioventrikuler). Kelanjutan fibrosis katup mitral dan aorta normal biasanya dipertahankan.5,7
Aliran balik vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan normal. Bila ventrikel kanan berkontraksi pada adanya stenosis pulmonal yang mencolok, darah melalui shunt DSV ke aorta. Akibatnya, desaturasi arteri dan stenosis menetap.5,7
Hemodinamik dari TOF bergantung dari derajat RVOTO. Dengan obstruksi yang relative tidak parah, sehingga meningkatkan pulmonary blood flow dan meminimalkan sianosis, ini disebut “pink tetralogy” atau “asyanotic fallot”. Hal ini terjadi pada dewasa muda. 11,12

V Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Tetralogi fallot (TF) merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada penyakit bawaan sianotik. Beberapa anak dengan TF terkadang tidak menunjukkan gejala dan asianosis. Stenosis pulmoner dapat berat, sehingga aliran darah dari kanan ke kiri meningkat melalui DSV, menyebabkan sianosis, polisitemia dan jari tabuh. Beberapa pasien dengan stenosis pulmoner (SP) ringan menyebabkan aliran pintas dua arah sehingga sianosis tidak begitu menonjol (acyanotic TF atau Pink tetralogy). Umumnya sianosis tidak muncul pada saat lahir. 2, 3
Gejala yang sering muncul pada TF adalah : 2, 5, 8
1. Cepat lelah, karena resistensi vaskuler sistemik menurun, aliran pulmoner menurun, dan akibatnya oxygen content juga menurun.
2. Spells, terutama pada saat aktivitas, seperti menangis, spasme otot-otot di outflow tract, sehingga SP akan meningkat, aliran pulmoner akan menurun pula. Spontanitas berjongkok atau duduk di atas lutut pada anak yang lebih besar dapat mengakibatkan venous return, aliran paru meningkat dan oxigen content juga akan meningkat.
3. Serangan hipersianotik paroksismal terutama merupakan masalah selama umur 2 tahun pertama. Bayi menjadi hiperpnea dan gelisah, sianosis bertambah, terjadi pernapasan terengah-engah (gasping) dan dapat berlanjut menjadi sinkop. Serangan sering pada pagi hari.
4. pertumbuhan dan perkembangan mungkin terlambat pada penderita dengan TF berat yang tidak ditangani. Ketinggian dan status nutrisinya biasanya di bawah rata-rata menurut umur. Pubertas terlambat pada penderita yang tidak dioperasi.
Tanda-tanda TF yang dapat dipergunakan untuk menegakkan diagnosa adalah sebagai berikut : 2, 6
1. Gambaran jantung normal/kecil dan tidak hiperaktif
2. Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras terutama di daerah garis sternal kiri bagian tengah, bunyi II tunggal dan keras. Apabila SP berat, bising akan lebih lemah dari bising kontinyu pada Duktus Arteriosus menetap (Patent Ductus Arteriosus = PDA), atau kolateral bronchial dapat terdengar.
3. EKG menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kanan dan aksis bergeser ke kanan.
4. Foto roentgen menunjukkan besar jantung normal, apeks terangkat ke atas. Terdapat cekungan pada lokasi arteri pulmonal yang memberikan gambaran pedang sabit (Coeuren sabot appearance). Vaskularisasi paru akan menurun, dan tampak pembesaran ventrikel kanan pada proyek foto roentgen lateral.
5. Ekokardiogram memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, bahkan DSV juga akan terlihat.
6. Kateteriasi jantung dan angiokardiografi. Walaupun pendekatan noninvasif sudah akurat, namun masih banyak pusat pelayanan kesehatan yang masih mempertimbangkan pemeriksaan invasif untuk menegakkan diagnosis, menilai besarnya pergeseran kanan ke kiri, menentukan detail defek septum otot ventrikel tambahan, mengevaluasi arsitektur outflow tract ventrikel kanan, katup pulmonalis, dan annulus serta morfologi cabang utama arteri pulmonalis, dan menganalisa anatomi arteri koroner.

VI Penatalaksanaan
Penanganan TF tergantung pada tingkat keparahan penyumbatan saluran aliran darah yang keluar dari ventrikel kanan. Bayi-bayi dengan TF berat memerlukan pengobatan medik dan intervensi bedah pada masa neonatus. Terapi ditujukan pada pemberian segera penambahan aliran darah pulmolnal untuk mencegah sekuele hipoksia berat. 5, 8
Pada dewasa muda:13
• Memperbaiki tetralogi of fallot dan pulmonary atresia dengan ventrikular septal defect pada dewasa muda berhubungan dengan tingginya early mortality
• Meninggikan konsentrasi hemoglobin diindikasikan pada sianosis kronik dan prediksi early mortality
• Surgical correction pada kelompok pasien ini harus direkomendasi karena sangat memperbaiki fungsi sehari-hari.
Pada serangan sianosis, diberikan oksigen dan morfin. Untuk mencegah serangan lainnya, untuk sementara waktu bisa diberikan propanolol. Pemberian prostaglandin E1, suatu relaksan otot polos duktus yang spesifik dan kuat, menyebabkan dilatasi duktus arteriosus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup sampai prosedur bedah dapat dilakukan. Obat ini harus diberikan intra vena bila gejala klinis mengarah ke penyakit jantung kongenital sianosis. Dan dilanjutkan selama kateterisasi jantung dan masa pra bedah. Pembedahan untuk memperbaiki kelainan jantung ini biasanya dilakukan ketika anak berumur 3-5 tahun (usia pra-sekolah). Pada kelainan yang lebih berat, pembedahan bisa dilakukan lebih awal. Pembedahan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap: 5, 6
1. Pembedahan sementara
Pembuatan shunt bisa terlebih dahulu dilakukan pada bayi yang kecil dan sangat biru, agar aliran darah ke paru-paru cukup. Shunt dibuat diantara aorta dan arteri pulmonalis. Setelah bayi tumbuh cukup besar, dilakukan pembedahan perbaikan untuk menutup kembali shunt tersebut.

2. Pembedahan perbaikan terdiri dari:
- Penutupan DSV
- Pembukaan jalur aliran ventrikel kanan dengan cara membuang sebagian otot yang berada di bawah katup pulmonalis
- Perbaikan atau pengangkatan katup pulmonalis
- Pelebaran arteri pulmonalis perifer yang menuju ke paru-paru kiri dan kanan.
- Kadang diantara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dipasang sebuah selang (perbaikan Rastelli).
Jika tidak dilakukan pembedahan, penderita biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Bila koreksi total belum dapat dilakukan sedangkan spells dan sianosis sangat berat, dapat dilakukan aliran darah pintas sistemik pulmoner. Hal ini dapat dilakukan untuk meningkatkan aliran darah pulmoner, dengan harapan koreksi total dapat dilakukan kemudian. Aliran darah pintas yang banyak dilakukan adalah operasi Blalock – Taussig. 2, 6

3. Peran serta orang tua dalam perawatan jangka panjang
Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul : 6
 Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan
 Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering
 Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang
 Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya
 Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama serangan sianosis.

VII Komplikasi
Penderita dengan TF sebelum perbaikan rentan terhadap beberapa komplikasi yang serius: 5
1. Trombosis otak, biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan kadang-kadang pada arteri serebralis, lebih sering bila ada polisitemia berat. Paling sering terjadi pada penderita di bawah 2 tahun.
2. Abses otak, lebih jarang daripada kejadian-kejadian vaskuler otak. Penderita biasanya di atas 2 tahun. Terdapat kenaikan tekanan intrakranial.
3. Endokarditis bakterialis, terjadi pada penderita yang tidak dioperasi pada infundibulum ventrikel kanan atau pada katup pulmonal, katup aorta dan jarang pada katup trikuspid.
4. Gagal jantung kongestif, adalah tanda biasa pada orang-orang dengan tetralogi fallot. Namun, tanda ini dapat terjadi pada bayi muda dengan TF ”merah” atau asianotik. Karena derajat penyumbatan pulmonal memburuk bila semakin tua.

VIII Prognosis
Kemajuan yang pesat di bidang sains dan teknologi kedokteran telah memungkinkan masalah kecacatan pada jantung dalam PJK boleh diperbaiki melalui pembedahan atau penggunaan alat buatan di jantung seperti injap dan perentak buatan. Melalui pembedahan, prognosis untuk kasus-kasus TF bertambah baik.9
Prognosis juga bergntung pada tingkat keparahan dari right ventricular outflow tract obstruction (RVOTO): 13
• Rata-rata 25% pasien tanpa terapi dengan TOF and RVOTO meninggal pada tahun pertama kehidupan
• 95% pasien meninggal pada 40 tahun
• Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan termasuk pubertas jika tidak di terapi.

IX Pencegahan
Langkah pencegahan untuk penyakit jantung kongenital ini sebenarnya tidak diketahui tetapi langkah untukk berjaga-jaga bisa diambil untuk mengurangi risiko mendapat bayi yang mengidap masalah jantung, yaitu: 8, 9, 10
 Sebelum mengandung seseorang wanita itu perlu memastikan ia telah mendapatkan imunisasi rubella.
 Jangan merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan.
 Ibu-ibu yang mengalami penyakit kronik seperti Diabetes, Fenilketonuria (PKU), epilepsi dan kecacatan jantung perlu mengunjungi dokter sebelum hamil.

Persatuan Jantung Amerika (AHA) mencadangkan pemberian antibiotik pencegahan (prophylaxis) kepada anak-anak yang menghidap endokarditis bakterialis apabila mereka menjalani: 9, 10
 Pembedahan tonsil dan adenoid.
 Pembedahan gastrointestinal, saluran reproduksi dan saluran kemih.
 Ampicillin 50mg/kg (maksimal 2 g) bersama gentamicin 2 mg (maksimal 80 mg) diberi 30 menit sebelum dilakukan prosedur berkenaan. Dan hendaknya diulang 6 jam kemudian bagi kedua obat tersebut. Obat ulangan itu boleh diganti dengan Amoxicillin 25 mg (maksimal 1.5 g) bagi penderita dengan resiko rendah




DAFTAR PUSTAKA
1. Soedjono. Penyakit Jantung Kongenital di Indonesia. Info Kesehatan [serial online] Maret 2006. Dikutip dari URL:http//www.cybermed.com/health_news.htm.
2. Panggabean Marulam M. dan S. Harun. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. h. 21-32.
3. Ingram RH Jr., Braunwald E. Tetralogy of Fallot . Textbook of Cardiovascular Medicine. Braunwald E. (Ed). 3rd Ed. Philadelphia : WB Saunders Co, 1988. pp. 544-60.
4. Harimurti M. Ganesha. Tetralogi Fallot dalam Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Penerbit Gaya Baru. 2001. 4:236 – 37,
5. Hassan R, Dr, dkk, Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke 10, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Jakarta, 2002.
6. Tetralogi Fallot. Artikel Kedokteran [online] 2005. dikutip dari URL:http//www.medicastore.com/med/detail_pyk.php.
7. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Penyakit Edisi 4. Jakarta. EGC, 2004. 28: 468 – 77.
8. Tetralogy Of Fallot. 2006. dikutip dari http://www.mayoclinic.com/health
9. Tetralogy Of Fallot. 2005. dikutip dari www.Wikipedia.com/the free encyclopedia.htm,
10. How To Prevent Congenital Heart Disease. 2006. dikutip dari. www.MedlinePlus.com/
11. www.emedicine.com/tetralogifallot/
12. www.cachnet.org
13. www.patient.co.uk/showdoc/40001376
newer post

PNEUMONIA VIRAL

0 komentar

Pendahuluan
Kebanyakan kasus dari infeksi pneumonia viral adalah ringan dan membaik tanpa pengobatan, tapi beberapa diantaranya memberat dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Orang dengan gangguan system imun seperti penderita HIV, pasien transplantasi, anak-anak kecil, orang tua, dan penderita yang menggunakan terapi penekanan system imun dalam pengobatan gangguan autoimun mempunyai risiko yang serius terhadap infeksi pneumonia viral.1
Pneumonia virus dapat bervariasi mulai dari sakit ringan hingga penyakit yang mengancam jiwa dengan hipoksemia berat. Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan suatu penyakit akibat serangan virus yang sering dihubungkan dengan tingginya angka kematian dan kesakitan.2
Sebuah penelitian pada 154 anak yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi saluran pernafasan bawah, suatu pathogen diidentifikasi pada 79% kasus. Bacteria yang tipikal tampak pada 60% nya (dimana Streptococcus pneumonia ditemukan dalam 73%), pathogen viral dijumpai pada 45%, dan campuran antara infeksi bakterial/viral terjadi pada 23%. Agen virus yang paling sering dijumpai adalah influenza A; respiratory syncytial virus (RSV); dan parainfluenza 1, 2, serta 3. pathogen viral multiple dijumpai pada 16 pasien.
Suatu penelitian dari 211 pasien dewasa menunjukkan bahwa bacterial pneumonia terjadi pada 84 pasien; 23 pasien juga mengalami infeksi virus. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa infeksi sering terjadi secara bersamaan antara pathogen bacterial dan viral yang menjadikan suatu hal mustahil untuk menyingkirkan penyakit bacterial walaupun suatu tes cepat menunjukkan bahwa penderita mengalami infeksi virus.2

 

Definisi:

Pneumonia viral merupakan suatu inflamasi dari paru-paru yang disebabkan oleh infeksi oleh virus.3


Gambar 1. Gambaran susunan mayor paru yang
meliputi bronchus, bronkhiolus dan alveoli. 4

Patofisiologi
Suatu pengertian yang penuh tentang patofisiologi dan patogenessis dari penyakit viral tidaklah diketahui hingga saat ini.2
Mekanisme dari kerusakan jaringan bergantung pada keterlibatan virus. Pada beberapa kasus, respon imun dapat berkontribusi terhadap manifestasi penyakit, dalam tambahan untuk mengendalikan infeksi dan mengusahakan pengembalian kondisi ke normal sehat.
Respon imun dapat dikategorikan berdasarkan bentuk dari produksi sitokin. Sitokin tipe 1 menghasilkan cell-mediated immunity, sementara sitokin tipe 2 memediasi respon alergi.
Sebagai tambahan terhadap respon humoral, cell-mediated immunity hadir untuk menjadi hal penting bagi penyembuhan dari infeksi virus system repirasi yang terjadi. Kerusakan respon tipe 1 mungkin dapat menjelaskan  mengapa pasien yang mengalami suatu immunocompromise memiliki pneumonia viral yang lebih parah.
Virus system respirasi merusak traktus respirasi dan menstimulasi host untuk melepaskan factor humoral multipel, termasuk histamin, leukotriene C4, dan virus-specific immunoglobulin E pada infeksi RSV serta bradykinin, interleukin-1, interleukin-6, juga interleukin-8 pada infeksi rhinovirus. Infeksi RSV dapat juga mengubah bentuk kolonisasi bakterial, meningkatkan perlekatan bakteri pada epitel system respirasi, mengurangi mucociliary clearance, serta mengubah fagositosis bakteri oleh sel host.
Infeksi oleh virus influenza memulai suatu kematian sel, khususnya pada saluran nafas atas. Mucociliary clearance dirusak dan perlekatan bakteri terhadap epitel system respirasi terjadi. Infeksi dengan virus merusak sel T dan neurofil serta fungsi makrofag, dimana membimbing terhadap kerusakan dari pertahanan host serta dapat memelihara infeksi bacterial dari area yang secara normal steril, meliputi saluran pernafasan bagian bawah. Kerusakan pertahanan host ini dapat menjelaskan mengapa sebanyak 53% dari pasien rawat jalan dengan pneumonia bacterial memiliki infeksi pneumonia viral yang berbarengan. 2



Etiologi
Penyebab dari infeksi pneumonia viral adalah sebagai berikut:2
·         influenza virus,
·         RSV,
·         parainfluenza virus,
·         adenovirus,
·         paramyxovirus,
·         CMV,
·         varicella-zoster virus,
·         herpes simplex virus,
·         Epstein-Barr virus,
·         Hantavirus, and
·         coronavirus SARS-CoV.

Gejala Klinik
Kebanyakan virus yang menyebabkan pneumonia viral dapat mengakibatklan suatu influenza-like syndrome yang meliputi demam, malaise, nyeri kepala, batuk serta mialgia. Penampakan ini membuat determinasi dari etiologi atas basis klinis sulit. Alat rapid antigen detection yang menggunakan imunoloresensi langsung atau enzyme-lined immunosorbent assays dapat membantu untuk mendapatkan hasil dalam beberapa jam. Sensivisitas dan spesifisitasnya bervariasi antara 80% dan 95%. 2
Beberapa gejala yang dapat muncul adalah sebagai berikut: 1   
·         Batuk
·         Nyeri kepala
·         Nyeri otot
·         Nafas pendek
·         Demam
·         Kedinginan  
·         Berkeringat
·         Fatigue
·         Sore throat
Gejala tambahan yang dapat dihubungkan dengan penyakit ini adalah:1
·         Kulit lembab
·         Mual dan muntah
·         Nyeri sendi
Dari pemeriksaan fisik beberapa pasien memiliki penemuan fisik selain demam ringan, sementara pasien-pasien lainnya dapat memiliki kegagalan respirasi. Penemuan pada pemeriksaan fisik dapat meliputi hal-hal berikut: 2
·         Demam dan/atau kedinginan
·         Batuk (dengan atau tanpa produksi sputum)
·         Takipnoe dan/atau dispnoe
·         Takikardi atau bradikardi
·         Wheezing
·         Rhonchi
·         Rales
·         Retraksi sternal atau interkostal
·         Dullness pada perkusi
·         Penurunan suara nafas
·         Pleurisy

Diagnosis Banding 2
·         Asma
·         Bronkhitis
·         Bacterial pneumonia
·         Immunocompromised pneumonia
·         Mikoplasma pneumonia

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 2
  • Pada unit gawat darurat untuk pasien dengan infiltrate pada radiografi dada adalah identik.
  • Pengecatan gram dan kultur
  • Tes Viral: Rapid antigen detection yang melibatkan direct immunofluorescence (DFA) atau enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) dapat membantu hasil yang cepat untuk digunakan di unit gawat darurat. Sensivisitas dan spesifisitasnya bervariasi antara 80-95%. Alat tersebut dapat mendeteksi influenza, RSV, parainfluenza, dan virus lainnya. Nasal swabs atau pencucian adalah mudah untuk perhatikan. Identifikasi viral yang positif tidak dapat menyingkirkan ko-infeksi bakterial.
  • Leukopenia
  • Kadar Gas Darah
  • Penelitian menunjukkan bahwa kultur darah secara seragam negative ketika pasien mendapatkan antibiotika.

Pencitraan 2
  • Radiografi thorak dapat memperlihatkan penemuan berikut:
    • Patchy interstitial atau alveolar infiltrate, yang mungkin bilateral atau melibatkan kedua lobus
    • Peribronchial thickening
    • Konsolidasi
    • Efusi pleura
  • The Infectious Diseases Society of America merekomendasi radiografi dada untuk mengkonfirmasi infiltrate ketika pneumonia dicurigai untuk alasan berikut: Keparahan penyakit mungkin ditampakkan, Deteksi dari pneumonia tidak mungkin secara jelas pada lapangan klinis, dan antibiotika tidak berguna untuk terapi dari bronchitis.



Tindakan 2
Terapi
Perawatan Prehospital 2
·         Oksigen harus diberikan pada pasien dengan hipoksemia, dispnoe dan nafas yang pendek.
·         Dapat digunakan terapi aerosol dengan beta-agonists, dimana dapat memperbaiki pernafasan pasien.
·         Solusio sodium chloride isotonis seharusnya diberikan pada pasien yang mengalami syok dan tidak memiliki komponen gagal jantung kongestif.

Unit Gawat Darurat 2: Pengobatan di UGD mungkin melibatkan hal-hal berikut, yakni:
·         Oksigen, bila pasien dispnoe
·         Beta-agonists, bila tampak adanya bronkhospasme
·         Cairan, bila terjadi dehidrasi
·         Acyclovir, bila varicella atau herpes pneumonia dicurigai
·         Isolasi respirasi
·         Antibiotika, bila infiltrate tampak pada radiografi thorak
·         Pemilihan antibiotika bergantung pada didapatkan di komunitas atau rumah sakit.

Pencegahan 2
·         Vaksinasi tidaklah efektif pada orang tua sebagaimana pada anak-anak yang sehat yang diperkirakan mengarah pada penurunan respon imun pada pasien berusia tua. Vaksin Influenza A dan B direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) untuk populasi berikut:
o    Anak-anak yang berumur 6-23 bulan
o    Orang dewasa yang berusia 65 tahun dan lebih tua
o    Orang yang telah 2 tahun atau lebih mempunyai suatu penyakit dasar, jangka panjang (penyakit jantung atau paru, penyakit metabolik [seperti diabetes], penyakit ginjal, gangguan darah, atau kelemahan system imun [termasuk orang dengan HIV/AIDS])
o    Wanita yang akan hamil
o    Orang yang tinggal di rumah rawatan atau pusat pelayanan kesehatan jangka panjang lainnya
o    Orang yang berusia 6 bulan sampai 18 tahun serta mengkonsumsi aspirin setiap hari
o    Pekerja kesehatan
o    Orang yang memiliki atau mengurusi anak-anak yang berusia lebih muda dari 6 bulan (jangan sampai menularkan serangan flu pada anak-anak atau bayi dibawah 6 bulan)
·         Measles vaccine
·         Varicella vaccine

Komplikasi
·         Infeksi yang lebih serius dapat menjadi kegagalan pernafasan, kegagalan hati, dan kegagalan jantung. Kadangkala, infeksi bakteri terjadi bersamaan atau sesaat sesudah pneumonia viral, dimana membimbing ke bentuk yang lebih serius dari pneumonia.1
·         Respiratory failure2
·         Pulmonary fibrosis2
·         Noncardiogenic pulmonary edema2
·         Superimposed bacterial infection2
·         Adult respiratory distress syndrome2
·         Reye syndrome2

Prognosis
·         Prognosisnya baik pada kebanyakan pasien, namun harus hati-hati pada orang tua atau pasien immunocompromised.2
  • Beberapa pasien yang sehat dapat mempunyai penyakit parah dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.2

Daftar Pustaka
1.      Levy, Daniel; Viral Pneumonia; available at:  http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/article/000073.htm; 2004; accessed 11 June 2006
2.      Kuhn, Gloria; Pneumonia, Viral; available at: http://www.emedicine.com/emerg/ topic468.htm; 2004; accessed 11 June 2006
3.      University of Maryland, Medical Center; Viral Pneumonia; available at: http://www.umm.edu/ency/article/000073.htm; 2004; accessed 11 June 2006
4.      Keller, Seth; Medical Encyclopedia: Lungs; available at: http://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/ency/imagepages/1103.htm; 2004, accessed 11 June 2006
6.      -----; Pneumonia, Viral / Viral_Pneumonia1.jpg; available at : http://www. Whispe-ringinesmedicalclinic.com/pisphotogallery/VIRAL_PNEUMONIAphotos/pages/Viral_Pneumonia1_jpg.htm; accessed: 12 June 2006
newer post

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

0 komentar

Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (P.P.O.M) ialah suatu kelainan klinik, dengan etiologi belum jelas,ditandai batuk-batuk kronis  disertai dahak dan sesak,napas berbunyi akibat meningkatnya tahanan jalan napas, dan bukan disebabkan oleh penyakit tuberkulosa, Pneumonia, penyakit Collagen, penyakit Jantung/Ginjal, Psychoneurosis.

Penyakit Paru Obstruktif Menahun (P.P.O.M.) meliputi :
1.      Asma
Ditandai sesak napas mendadak disertai bising mengi dan masa bebas keluhan.Weiss mendefinisikan asma,sebagiai gejala klinik, kenaikan reaktivitas “tracheo bronchial tree” terhadap berbagai rangsangan, ditandai dengan masa dyspneu dan wheezing sebagai gejala dari Obstruktif jalan napas.
2.   Bronkitis kronis
Suatu keadaan klinis,ditandai dengan batuk-batuk kronis dengan mengeluarkan dahak sepanjang hari dan kadang-kadang disertai sesak napas, selama sekurang-kurangnya 3 bulan per tahun, dan berlangsung selama 2 tahun berturut-turut
2.      Emfisema
Suatu keadaan klinis dengan kelainan struktur anatomis paru berupa pelebaran dan destruksi dinding alveoli dan bronkiolus terminalis disertai overinflasi.

Patogenesis Dan Patologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel globet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distrosi akibat fibrosis. Emsifema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomi dibedakan tiga janis emfisema:
Ø  Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat merokok lama
Ø  Emfisema parasinar (paniobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian terbawah
Ø  Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas klecil yaitu inflamasi, Fibrosis, metaplasi sel globet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Patologi
Bronkitis kronik dihubungkan dengan hiperplasia dan hipertrofi kelenjar mukus submukosa saluran napas. Mukosa dan Submukosa menjadi edem, meradang dengan akibat terjadi sumbatan oleh mokus dan hipertrofi otot polos saluran napas. Emfisema terjadi karena berkurangnya rekoil elastik alveoli sehingga terjadi dilatasi alveoli.

Patogenesis
Asap rokok menyebabkan menurunys fungsi makrofak alveolar dan aktiviti silia yang menyebabkan infeksi/peradangan sehingga terjadi pembesaran dan edem kelenjar mokus.Keadaan ini dapat menyebabkan infeksi berukang yang dapat merusak asinus, kemudian terjadi hipersekresi akibatnya terjadi obstruksi yang irreversibel. Pada bronkitis kronik terjadi hipersekresi/lendir yang berlebihan merupakan salah satu penyabab yang penting untuk timbulnya obstruksi saluran napas. Pada emfisema oleh karena terjadi pelebaran yang menetap rongga udara distal dari bronkus terminalis disertai destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Beratnya emfisema ternyata berkolerasi dengan obstruksi aliran udara seperti yang tampak pada pengukuran VEP-1.

Gambaran Klinik
Gejala klinik
1.      Batuk,mengeluarkan dahak dan sesak napas, berupa serangan mendadak atau pada waktu mengadakan pergerakan tubuh. Perlu dinyatakan : sejak kapan, bagaimana sifat dan perjalanan batuknya, pagi atau malam , pengaruh musim, bagaimana sifat-sifat dahaknya.
2.      Penyakit-penyakit yang erat hubungannya dengan PPOM :
Ø  Eczema konstitusionil
Ø  Rinitis vasomotorika
Ø  Sinusitis
Ø  Quinke edema
Ø  Tak tahan makan/minum obat-obatan
3.      Anamnesa keluarga: biasanya ada keluaga ada yang sakit seperti penderita.
4.      Kemungkinan penunjuk alergi.
Keluhan-keluhan bila berhubungan dengan debu rumah ; Serpih-serpih kulit dan bulu binatang ; Jamur-jamur ; Tepugsari Makanan.
5.      Kemungkinan arah ke hiperreaktivitas  bronkial yang aspesifik :
Ø  Perubahan panas ke dingin atau sebaliknya
Ø  Adanya pedut/asap
Ø  Hujan/kelembaban
Ø  Musim
6.      Pengaruh Hormonal: haid, hamil, menopause.
7.      Keadaan sosial dan pekerjan.
      Keadaan perumahan: lembab/kering/dinding berjamur, binatang piaraan. Macam pekerjaan dan lingkungan kerja (occuptional asma).
8.   Pengobatan terdahulu dan bagaimana hasinya.

Tanda Fisik
1.      Keadaan Umum :
      Derajat sesaknya, sianosis +/-, batuk kering atau berdahak /berbunyi, bentuk toraks seperti tong, gerakan dada terbatas, bahu dan dada terangkat keatas dan otot-otot pernapasan pembantu tampak membesar, suara napas melemah, adanya wheezing inspiratoir/ekspiratoir.
Adanya ronki, hepar teraba. Adanya jari Tabuh.
Edama pada Tungkai.
2.      Adanya petunjuk timbulnya komplikasi atau sertanya penyakit lain: suhu tubuh meningkat, perubahan warna dan konsistensi sputum, adanya tanda-tanda Kor Pulmonale, Pneumotoraks, Pneumotoraks, Pneumonitis.

Pemeriksaan Roentgenologis
1.      Pemeriksaan Roentgenologis:
Ro doorlichting (Penerawangan) : pergerakan-pergerakan dada dan diafragma, keadaan jantung.
Toraks foto : adanya emfisema,avaskuler relatif, bleb, ektasis pneumonia/pneumotoraks/tumor, ruang retro sternal membesar.
2.      Pemeriksaan faal paru:
Penting: FEV 1 dan Ratio  FEV1
                                           FVC
Menentukan hiperreaktifvitas bronkus dengamn melakukan uji provokosi bronkial, dengan cara menghirup larutan histamin dari berbagai konsentrasi, dapat ditentukan nilai ambang histamin. Selain itu dapat pula untuk membuktikan timbulnya obstruksi bronkus oleh alergen tertentu dan menunjukan adanya reversibilitas obstruksi bronkus setelah diberi bronkodilator.
3.      Analisa Gas Darah: pH, PaO2, PaCO2, Saturasi Oksigen, Base excess.
Adanya ganguan gas darah menunjukan hebatnya obtruksi dan adanya kegagalan pernapasan.
4.      Evaluasi Alergi dengan Uji Kulit, Uji provokasi Bronkial dan pemeriksaaan serologis kadar IgE Antibodi.
5.      Adanya Eosinofil pada darah dan sputum, kadar Eosinofil Perifer 250/mm3.
6.      Sputum
Jumlah banyak, kental, jernih atau purulent dapat berbau atau tidak . Kadang-kadang ada blood steak, pengecatan ZN dan gram, pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
7.      Dicari adanya komplikasi-komplikasi: Penyakit jantung Kor Pulmonaele, infeksi Pneumonia, bronkiektasis. Semua pemeriksaan-pemeriksaan tersebut akan dapat mengarahkan diagnosa.

Diagnosa
Harus seteliti mungkin dan anamnesa yang baik dan lengkap masih menduduki tempat penting.

Diagnosa Banding
Ø  Penyakit Jantung Kongestif/Asma Kardiale
Ø  Sarcoidosis, Fibrosis Interstitialis
Ø  TB Paru
Ø  Penyakit Jamur
Ø  Bronkiektasis
Ø  Corpus alienum

Komplikasi
1.      Bronkitis bakterial, bronkopneumonia
2.      Pneumotoraks
3.      Kegagalan pernapasan pling sering
4.      Kor pulmonale dekompensata

Perjalanan Penyakit PPOM
Ditandai dengan Ekserbisa infeks bronkus-bronkiolus. Adanya kegagalan jantung kanan pada tahap lanjut penyakit paru obstruktifnya.

Penatalaksanaan
Tujuan Pengelolaan
1.      Mencegah berlarut-larut dan berlanjutnya penyakit paru obstruktif menahun
2.      Mengatasi ganguan fungsi paru dan dengan demikian dapat mengurangi keluhan-keluhan
3.      Meningkatkan kualitas hidup penderita PPOM yang sudah invalid/cacat. Pengobatan harus ditujukan pada mekanisme patogenesis dan patofisiologis dan disamping itu masih diperlukan pengobatan siptomatis oleh karena belum semua mekanisme diketahui secara pasti.
Harus diobati pula komplikasi-komplikasinya dan atau penyakiy-penyakit lain yang menyertai.


Dasar pengelolaan terhadap
1.      Alergi  : mematahkan mata rantai reaksi alergi dengan :
a.       Pencegahan
Ø  Eliminasi Alergen
o   Debu rumah, walau sukar dapat dihindari
o   Jamur, sukar dihindari
Ø  Sanasi: bila alergen tidak mungkin dieliminasi maka usahakan agar konsentrasi alergen serendah mungkin.
Ø  Desensibilisasi: hasilnya sangat bervariasi.
Ø  Disodiom chromoglycate : Menstabilkan membran sel mast sehingga dapat mencegah dilepaskannya mediator.
Ø  Ketotifen: dapat mencegah degranulasi sel mast. Mekanismenya belum diketahui pasti.
b.      Terapi :
Ø  Anti Histamin: Memblokir H1 reseptor, efektif pada alergi tipe segera.
Ø  Kortikosteroid: efektif pada obstruksi bronkus tipe lambat.
2.   Hiperreaktivitas Bronkial Aspesifik
a.   Eliminasi rangsangan: larangan  merokok, hindari tempat-tempat dengan iritan dan polusi, suhu rendah.
            Sanasi : iritasi sekecil mungkin, pilih pekerjaan yang sesuai.
b.   Pengobatan
Ø  Antikolinergik: Atropin, memblokir Asetilkolin Reseptor sehingga mematahkan refleks vagus.
Ø  Simpatikomitika, B2 Agonis selektif.

Mengingat banyak faktor yang mempengaruhi PPOM maka diperlukan terapi lebih dari satu macam obat dengan mengingat efek samping dari masing-masing obat. Bila ada infeksi sekunder harus diberi antibiotika khusus, untuk bronkitis kronis, masih dapat dibenarkan pemberian antibiotka sebagai sebagai profilaksis.


Pengelolaan Khusus
Rehabilitasi / fsio terapi.
Pendidikan
Ditujukan pada penderita, selain itu keluarganya juga perlu diberi penyuluhan tentang PPOM yang menyangkut masalah-masalah keluarga, masalah lingkungan dan masalah-masalah sosial, ekonomi.
Pendidikan tentang cara-cara pencegahan yaitu bagaimana melaksanakan Eliminasi sedapat-dapatnya dan bila hal ini ini tak mungkin, maka dilakukan sanasi dengan cara membuat konsentrasi alergen atau iritan sekecil mungkin.
Caranya dapat bermacam-macam seperti: mengedarkan buku kecil berisi petunjuk-petunjuk npraktis. Penyuluhan dengan film/audio visual. Dengan cara instruksi kelompok individual oleh paramedis atau dokter.

PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut berarti perburukan gejala dibandingkan sebelumnya.
Gejala:
1.Sesak nafas bertambah
2.Produksi sputum meningkat
3.Perubahan warna sputum
Derajat eksaserbasi:
I (berat) mempunyai 3 gejala
II (sedang) memiliki 2 gejala
III (ringan) memiliki 1 gejala dari yang berikut:
-    URI 5 hari
-    Demam tanpa sebab yang lain
-    Wheezing meningkat
-    Batuk meningkat
-    RR/Nadi meningkat 20% dari base line


Penyebab:
-    Terbanyak disebabkan oleh infeksi tracheobronchial tree
-    Penyebab lain:
o   Polusi udara
o   Pneumonia
o   Gagal jantung kanan atau kiri atau aritmia
o   Emboli paru
o   Pneumothoraks spontan
o   Pemberian O2 tidak tepat
o   Obat-obatan (hipnotik, tranquilizer, diuretika)
o   Penyakit metabolik (diabetes, gangguan metabolik)
o   Status nutrisi jelek
o   Stadium akhir penyakit

Terapi:
1.Oksigen terkontrol
2.Bronkhodilator
3.Antibiotika
4.Mukolitik (saat eksaserbasi jarang memberikan manfaat)
5.Kortikosteroid (eksaserbasi berat)
6.Cairan dan elektrolit
7.Nutrisi

Penyulit
1.Gagal nafas
2.Infeksi berulang
3.Cor pulmonale

Pencegahan
-    Pencegahan terjadinya PPOK:
o   Hindari asap rokok
o   Hindari polusi udara
o   Hindari infeksi saluran nafas berulang
-    Mencegah perburukan PPOK
o   Berhenti merokok
o   Gunakan obat-obatan yang adekuat
o   Mencegah eksaserbasi berulang

Prognosis
Tergantung pada:
1.Beratnya Obstruksi
2.Adanya kor pulmonale
3.Kegagalan jantung kongestif
4.Derajat gangguan analisa gas darah
Bila dibuat diagnosa dini dan segera dikelola dengan optimal, prognosa adalah baik. Bila penderita sudah dalam stadium lanjut, dimana sudah terdapat kelainan-kelainan struktur jalan nafas, dapat berakibat fatal, dan survival 5 tahun hanya 40%. Bila penyebabnya defisiensi alfa 1, antitripsin, prognosa jelek.

newer post
newer post older post Home