Sabtu, 18 Desember 2010

ABSES PARU


DEFINISI DAN PENYEBAB
Abses paru adalah lesi kavitasi, infeksi dan nekrosis dari jaringan parenkim paru. Beberapa pengarang memisahkan antara abses kecil mutipel yang berdiameter kurang dari 2 cm (yang disebut sebagai pneumonia nekrotisasi) dan lesi yang lebih besar, yang dipandang sebagai abses paru sejati. Baik abses paru kecil maupun abses besar dipertimbangkan memiliki manifestasi yang berbeda dengan kelainan yang sama, yaitu pada beberapa pasien yang selalu menunjukkan stage-stage dalam perjalanan penyakitnya. Tabel 3.71 menunjukkan kondisi predisposisi terhadap abses paru dan tabel 37.2 menunjukkan diagnosis banding utama.

Tabel 37.1 Penyebab Abses Paru
Aspirasi dari orofaring merupakan penyebab utama abses paru. Faktor predisposisi terhadap aspirasi ditunjukkan pada tabel 37.3. pada beberapa orang mungkin terdapat lebih dari satu faktor predisposisi. Obstruksi bronkus mungkin akibat dari tumor, biasanya maligna, atau benda asing. Pneumonia mungkin menyebabkan abses paru dan mycobacterium tuberculosa merupakan organisme yang paling bertanggung jawab, walaupun klinis infeksi ini bersifat kronis dan berbeda, dan lesinya tidak biasanya dipandang sebagai abses paru. Pneumonia disebabkan oleh stafilokokus aureus dan klebsiela spp. Biasanya kavitasi, sebagaimana infeksi stafilokokus yang kadang-kadang tidak ditangani. Pseudomonas juga jarang ditemukan. Harus ditekankan bahwa hampir semua pneumonia bakteri atau jamur mungkin membentuk kavitas, walaupun agen penyebab yang lain selain telah dikemukakan jarang ditemukan. Lagipula, menigkatnya penderita dengan AIDS telah meningkatkan terjadinya kasus abses paru yang disebabkan oleh organisme oportunistik seperti Rhiodocaccus equi.

Ø  Tumor kavitasi
Ø  Bula infektif atau kista bronkus
Ø  Bronkiektasis sakkuler terlokalisasi
Ø  Aspergiloma
Ø  Granulomatosis wegener’s
Ø  Kista hidatidosa
Ø  Pneumokoniosis penambang
o   Fibrosis masif progresif
o   Sindrom Caplan’s
Ø  Nodul rematoid kavitasi
Ø  Gas fluid level di esofagus, lambung atau usus
 
Tabel 37.2 Diagnosis Banding Prinsipil Abses Paru












 Infeksi melalui darah yang menyebabkan abses paru sering terjadi dengan S. Aureus. Pengguna obat intra vena mungkin mengalami abses metastasis dalam hubungannya dengan endokarditis katup trikuspid. Penyakit ini terkadang disebabkan oleh infeksi fusobacterium nechphorum namun sering salah diagnosa dan gambaran klinis yang keliru. Khususnya pada orang muda mengalami infeksi kerongkongan yang diikuti dengan penyakit septikemia bersama abses paru, yang sering mendahului empiema, disfungsi hati dan ginjal, dan kadang-kadang osteomielitis dan infeksi di tempat lain.
Embolisme nonseptik terhadap paru mungkin menyebabkan infark paru dimana, jika merupakan infeksi sekunder, mungkin membentuk kavitas menjadi bentuk abses paru.
Trauma merupakan penyebab abses paru yang jarang. Luka tusuk mungkin menyebabkan implantasi bahan infeksi, atau hematoma di dalam parenkim paru mungkin menjadi infeksi melalui cabang bronkus. Penyebaraan transdiafragmatik bisa terjadi bersama dengan abses subfrenikus atau abses hepar. Hal ini mungkin merupakan kista hidatid pyogenik, amoebik atau infektif. Yang terakhir seharusnya diduga terdapat pada pasien yang pernah tinggal di daerah dimana penyakit hidatidosa sedang atau pernah endemik.

Tabel 37.3 Penyebab Utama Aspirasi Orofaring
Ø  Gangguan Kesadaran
o   Obat
o   Alkohol
o   Epilepsi
o   Anestesi
Ø  Gangguan Inervasi Atau Muskulatura
o   Faring
o   Laring
o   Esofagus
Ø  Nasal
o   Penyakit Sinus
Ø  Oral
o   Caries Dentis, Penyakit Gusi
Ø  Faringeal
o   Pouch
Ø  Laringeal
o   Tumor
Ø  Esofagus
o   Striktura
o   Hernia Hiatus
o   Akalasia
 
 






















Tumor ganas sangat mungkin menjadi penyebab pada semua perokok usia pertengahan dan perokok yang lebih tua yang menunjukkan adanya lesi kavitasi pada foto toraks. 50 tahun lalu telah Dinyatakan bahwa pada pasien yang berusia lebih dari 45 tahun, sekitar sepertiga abses paru berhubungan dengan keganasan dan hal itu cenderung menjadi lebih tinggi saat ini. Sekitar dua per tiga lesi kavitasi yang berhubungan dengan keganasan disebabkan oleh likeufaksi pada pusat nekrosis tumor, dan sekitar sepertiga merupakan abses sejati yang terletak di dista obstruksi bronkus oleh tumor. Dengan membatasi definisi, bula infektif dan kista bronkogenik bukan merupakan abses paru karena nekrosis biasanya tidak muncul, tetapi kemunculan ini dan penanganan klinisnya pada beberapa senter kesehatan sama seperti abses paru. Air fluid level pada hernia hiatus, atau usus yang mengherniasi melalui diafragma, mungkin mengaburkan abses paru. Granulomatosis wegener’s, penyakit hidatidosa, rheumatoid lung dan pneumokoniosis pada penambang seluruhnya mungkin berhubungan dengan lesi parenkim nekrotik yang menunjukkan kavitasi. Hal ini akan didiskusikan di bagian lain, sebagai apergiloma dan bronkiekrtasis seluler.

GAMBARAN KLINIS
Abses sangat sering, yang disebabkan aspirasi orofaring, menyebabkan malaise umum, kurangnya berat badan dan demam, dan gambaran tersebut sering muncul selama beberapa minggu sebelum pasien mencari pertolongan medis. Ketika abses paru berhubungan dengan pneumonia atau infeksi melalui darah, onsetnya mungkin jelas, lamanya penyakit menjadi lebih singkat dan biasanya pasien sangat merasa kesakita.
Batuk, sering produktif dengan sputum purulen, sering ditemukan. Pada abses paru yang disebabkan oleh aspirasi, pasien akan sering mengatakan bahwa sputum rasanya mengganggu. Nyeri dada mungkin muncul dan bisa jadi pleurisis. Mungkin terdapat sputum berbintik darah atau hemoptisis nyata, yang bisa menjadi berat.
Riwayat perjalanan penyakit sangat penting. Jika abses didua, percobaan harus dibuat untuk menemukan gambaran yang mendukung satu atau lebih faktor predisposisi yang tertera pada tabel 37.1 dan 37.3. pemeriksaan fisik sering tidak membantu. Clubbing finger bukan petunjuk yang jelas terhadap keganasan karena hal ini bisa terjadi beberapa minggu perkembangan abses paru tanpa keganasan yang mendasarinya. Tidak ada tanda fisik yang khas di paru yang spesifik untuk abses paru. Perkusi Dullness dan pernapasan bronkial mungkin ditemukan pada abses yang besar, khususnya ketika dia menutup permukaan pleura. Jika terdapat empiema yang berhubungan, tandanya biasanya adalah efusi pleura.

INVESTIGASI
Radiologi
Foto polos dada biasanya memunculkan kemungkinan adanya abses paru. Adakalanya, lesi tampak solid pada foto polos tetapi kavitasi terlihat pada CT  scan. Sangat sulit membedakan pleura dari penumpukan pus di paru, dan beberapa abses mungkin tidak terindetifikasi pada foto polos dada konvensional. Jika foto toraks lateral menunjukkan D-shaped opacity, dada posterior akan menjadi bagian vertikal D, lesi sering menjadi empiema dibandingkan abses paru. CT scan hampir selalu akan memudahkan ahli torak yang berpengalama untuk membedakan empiema dan abses paru. Abses biasanya memiliki dinding ireguler, dan lebih memiliki bentuk oval atau melingkar dibandingkan bentuk lentikuler, membuat akut dibandingkan sudut yang lemah dengan dinding toraks, dan menunjukkan tidak adanya bukti kompresi paru tambahan. CT sudu tunggal abses paru                                                                                        menunjukkan lesi tambahan, dan juga menunjukkan pleura tambahan yang abnormal, dimana pentingkan ketika merencanakan drainase perkuatenus. Apa yang tampak menjadi abses mungkin perut atau usus yang mengherniasi melalui diafragma, CT scan, atau pemeriksaan barium yang sesuai, yang memberikan diagnosis yang benar. Nilai MRI dalam menginvestasi abses paru tidak diusulkan.

Darah
Biasanya terdapat leukositosis neutrofil dengan LED yang meningkat dan protein C rekatif (PCR). Jika abses kronik, anemia akan muncul. Ketika abses terjadi berhubungan dengan pneumonia atau akibat infeksi melalui darah, organisme yang bertanggung jawab sering bisa diisolasi dari darah. Pemeriksaan serologis mungkin memberikan diagnosis penyakit hidatisoda dan amobiasis.

Teknik sampling mikrobiologi
Penelitian mikrobiologi pada traktus respirasi dipertimbangkan dalam hal adanya infeksi di tenpat lain dan hanya aspek tersebut yang langsung relevan terhadap abses paru, akan cocok dengan hal ini. Investigasi sering digagalkan oleh kurangnya spesimen yang cocok. Jika pasien membatukkan bahan sputum dan spesimen mencapai laboratorium segera lalu hasil yang nyata menyatakan bahwa staf laboratorium khususnya memerlukan pengaturan untuk kultur anaerobik, sebagaimana tidak terdapat perlakuan rutin pada sputum yang dikeluarkan. Teknik invasif untuk mengumpulan spesimen mengurangi kemungkinan kontaminasi melalui flora normal saluran napas. Beberapa teknik meliputi bronkoskopi dan kadang kala aspirasi transtrakeal. Secara bakteriologis, spesimen yang sangat membanggakan adalah bahwa didapatkan aspirasi transtorasik perkutaneus  yang dilakukan melalui skreening biologi, USG dan CT kontrol.

Bronkoskopi  
Peranan bronkoskopi dalam menginvestigasi abses paru adalah untuk mendapatkan spresimen mikrobiologi dan untuk membantu menyingkirkan tumor, benda asing dan dd yang lainnya. Kebanyakan pasien dengan abses paru menjalani bronkoskopi kecuali mereka dengan abses blood borne yang multipel dari bakteri yang tidak diketahui. Penggunaan bronkoskopi dalam penanganan abses paru dipertimbangkan kemudian.



MIKROBIOLOGI
Pada era sebelum antibiotik, abses paru lebih sering ditemukan saat ini dan kultur spesimen yang diperoleh saat pembedahan atau pemeriksaan pasca kematian memberikan kesempatan untuk meneliti mikrobiologinya. Penelitian ini memberikan peranan penting dari bakteri anaerob pada abses paru, walaupun taksonominya dan teknik laboratoriumnya untuk isolasi ini sering tidak adekuat melalui standar saat ini sehingga data ini sangat terbatas. Teknik sampling invasif dan ketertarikan baru-baru ini pada anaerob memiliki kemudahan untuk pemeriksaan akurat mikrobiologi abses paru.
Aroma spesimen sering memberikan kunci terhadap etiologi mikroba. Pus dari bakteri aerob maupun anaerob mungkin terlihat menganggu, tetapi hanya aroma pus anaerobik yang mengganggu. Spesimen bisa dikultur baik secara aerob maupun anaerob.
Mikrobiologi abses paru mencerminkan mekanisme yang bagaimana abses paru muncul. Organisme yang berhubungan dengan pneumonia memiliki daftar di awal. Lebih sering menyebabkan aspirasi isi orofaringeal dan pada kasus ini aerob merupakan kuman patogen yang penting. Dua penelitian besar yang menggunakan metode sampling invasif melaporkan adanya bakteri anaerob pada dua per tiga atau lebih abses paru, biasanya pada kultur campuran dengan aerob. Beberapa anaerob biasanya diisolasi bersama-sama dari abses paru. Semua isolasio harus diperiksa akan susceptibilitasnya terhadap antibiotik  sehingga regimen yang sesuai bisa diberikan. Anaerob yang paling sering pada abses paru adalah prevotella spp., porphyromonas spp., dan kokus gram positif. Bacteroides fragilis diduga sering, tetapi mungkin salah indetifikasi. Ketika anaerob tunggal diisolasi, hal ini biasanya fusobacterium.
Aspirasi juga merupakan mekanisme dimana organsime aerob seperti grup miller streptokous, S. Penumonia dan haemofillus influenza mencapai paru. Kelompok milleri kemungkinan merupakan mikroba tersering yang ditemukan pada abses paru. Rentang aerob yang lain mungkin ditemukan, termasuk koliform dan pseudomonas. Kontras terhadap anaerob, ketika aerob sendiri diisolasi dari abses paru, spesies tunggal adalah normal. S. Aureus sering didapatkan melalui aspirasi tetapi telah dijelaskan karena terjadi bersama dengan infeksi influenza. Pada prakteknya, abses paru srafilokokal sangat jarang ditemukan bahwa selama epidemi influenza.
Abses yang terjadi sebagai hasil dari penyebaran melalui darah biasanya multipel dan berisi mikroba di dalam darah. Sebagai tambahan terhadap apa yang telah disebutkan tadi, organisme yang jarang menyebabkan kelainan ini adalah E. Coli, dan anaeron spesifik usus. Bakteri yang diisolaso dari abses paru yang memunculkan hubungan dengan tumor bronkus atau patologi paru yang lain sama dengan mereka yang diisolasi dari abses yang terjadi [ada paru normal awalnya.

PENATALAKSANAAN
Abses paru merupakan kasus jarang dan beberapa dokter meningkatkan pengetahuannya dalam penatalaksanaannya. Antibiotik tunggal tidak adakan menghasilkan keluaran yang memuaskan kecuali pus bisa didrainase dari kavitas abses. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen. Hal ini mungkin terbantu melalui drainase postural.

Antibiotik
Pilihan awal biasanya dibuat jika tidak ada bakteriologi definitif, tetapi tebakan yang beralasan bisa dibuat berdasarkan gambaran klinis yang mendasarinya dan pada aroma pus dan gambarannya pada pewarnaan gram. Pada kebanyakan abses paru mengandung streptokokus kelompok milleri dan anaerob, antubiotik atau kombinasinya yang melawan organisme ini harus dipilih. Terdapat banyak regimen awal yang mungkin diberikan. Penisilin termasuk kotoran empedu-amoksiklav, sefalosporin, makrolide, kloramfenikol dan klindamisin semuanya telah digunakan. Penggunaan ampisilin atau amoksisilin tunggal harus dihindari karena beberapa anaerob resisten terhadapnya. Kombinasi amksisilin dan metronidazol merupakan pilihan baik dengan efek samping yang kecil dibandingkan beberapa obat lainnya. Bisa diberikan secara oral, kecuali pasien sangat sakit atau sulit menelan, sementara menunggu hasil kultur definitifnya. Makrolide seperti eritromisin, klaritromisin atau azitromisin harus disubstitusi untuk amoksisilin pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas ampisilin.
Keputusan penggantian antibiotik awal ketika hasil kultur bisa diperoleh di klinik. Jika pasien melaksanakan dengan baik lalu tidak ada perubahan yang diperlukan, tetapi tidak jika kemudian laboratorium melaporkan sensitivitas yang mungkin berharga dalam memilih antibiotik yang berbeda. Walaupun abses paru sering diobati dengan antibiotik selama 6 minggu, tidak terdapat percobaan klinis yang membuktikan hal itu dan periode yang lebih singkat mungkin cukup pada pasien dimana pus telah kering melalui cabang bronkus, dengan berhentikan produksi sputum dan hilangnya air fluid level pada radiologi toraks. Antibiotik tidak perlu dilanjutkan hingga gambaran radiologis menjelaskan bayangan parenkima. Hal ini mungkin terjado dalam beberapa minggu (lihat berikut).

Drainase
Beberapa pasien tidak respon terhadap antibiotik dan fisioterapi, dan pemeriksaan tambahan harus dilakukan. Waktu intervensi tersebut bergantung pada pasien. Mungkin adakalanya diperlukan sendiri dalam beberapa hari pada orang dengan penyakit yang kritis dimana tidak terdapat drainase spontan melalui cabang bronkus. Pada sedikit orang yang sakit, demam berlanjut lebih dari 2 minggu walaupun pemberian antibiotik yang sesuai dan fisioterapi menunjukkan bahwa drainase yang tidak adekuat dan pengukuran untuk meningkatkannya harus dipertimbangkan.
Abses paru mungkin bisa dilakukan pendekatan melalui cabang bronkus atau secara perkutaneus. Dalam teknik sebelumnya, akvitas abses paru dimasukkan langsung dengan fibreoptic bronchoscope atau melalui kateter yang melewatinya.
Pendekatan perkutaneus mungkin lebih baik. Kecuali abses paru berhubungan dengan keganasan ketika terdapat peningkatan resiko fistula permanen. Pada beberapa kasus drainase endobronkial harus dipertimbangkan. Drainase perkutaneus biasanya tidak membantu  pada abses kecil multipel dan pada mereka yang mempunyai komplikasi yang tinggi seperti pneumotoraks dan fistula bronkopleura.
Pada masa lalu, skrening fluoroskopi merupakan teknik konvensional untuk penempatan kateter tetapi USG mengizinkan labih banyak lokalisasi spasial. CT scan telah digunakan secara luas dan memiliki keuntungan visualisasi yang lebih baik dalam melihat struktur intratorakal lainnya, dan banyak operator yang mengembangkan kemampuanya dalam bidang ini, yang mungkin bermanfaat ketika abses paru ditemukan. Sebagai tambahan, CT fluroskopi merupaan scaner generasi terbaru.

Reseksi pembedahan
Dengan membandingkan dengan era sebelum antibiotik, era pembedahan abses paru jarang diperlukan, tetapi masih dilakukan jika terdapat hemoptisis berat atau abses paru berhubungan dengan keganasan. Pada kasus  belakangan, reseksi hanya dicoba jika tumor operable melalui kriteria yang biasa, dengan tanpa bukti adanya metastasis, keterlibatan mediastinum, fungsi pare yang tidak adekuat atau keadaan serius kesehatan yang menyertainya. Untuk dua indikasi utama ini mungkin perlu ditambahkan abses kronik dengan gejala menetap, khususnya ketika mencoba untuk mendrain gagal dilakukan. Kronisitas mungkin bersifat sementara atau patologis, abses kronik berhubungan dengan granulasi jaringan dan diikuti dengan jaringan ikat. Definisi sementara adalah bahan perdebatan, tetapi abses yang masih menghasilkan gejala sistemik (selain produksi sputum) 6 minggu setelah munculnya gejala walaupun percobaan endobronkial atau perkutaneus drainage , harus diperrtimbangkan untuk reseksi pembedahan.

PERKEMBANGAN, KOMPLIKASI DAN SEQUELAE
Keberhasilan pengobatan abses paru diindikasikan pertama melalui resolusi demam, kedua melalui penutupan kavitas dan terakhir melalui bersihnya gambaran radiologis infiltrat parenkim paru.
Demam biasanya hilang dalam beberapa hari, menetap dalam 2 minggu jarang terjadi dan membuktikan tidak adekuatnya drainase. Sekitar 50% kavitas akan menutup dalam sebulan dan meninggalkan gejala selama 4 – 8 minggu. Turunnya nilai PCR, dan pasien yang merasa lebih baik dan berat badan yang bertambah merupakan tanda pembaikan semua stage penanganan abses paru. Infiltrasi radiologis mungkin menetap selama 3 bulan atau lebih dan tidak memberikan peningkatan untuk memperhatian perkembangan pasien.
Komplikasi dan sequelae jangka panjang kini tampak kurang sering terjadi dibandingkan era sebelum antibiotik tetapi abses paru masih berhubungan dnegan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah empiema. Pasien mungkin tidak akan datang pada dokter hingga hal ini terjadi. Seiring membesarnya abses, ia mungkin akan merapuhkan pembuluh darah dan memunculkan hemoptisis. Jarangnya, tetapi khusus pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh, nekrosis mungkin menyebar sangat cepat melalui paru.
Abses yang telah didrainase dan disterilisasi dengan menggunakan antibiotik mungkin membentuk kavitas yang persisten. Lini awal melalui granulasi jaringan, hal ini digantikan oleh jaringan fibrosa dan diikuti epitel skuamos atau siliata. Beberapa kavitas bisa direinfeksi kembali atau dikolonisasi oleh Apergillus spp. ketika abses asli yang dibentuk berhubungan dengan bronkus, lebih sering daripada saluran napas kecil, destruksi dinding bronkus diikuti epitelialisasi memunculkan bronkiektasis sakkuler lokal. Penyebaran infeksi ke dalam vena paru bisa menyebabkan abses serembral emboli, tetapi komplikasi ini sangat jarang terjadi.

0 komentar:

newer post older post Home