Jumat, 17 Desember 2010

STROKE PADA PENYAKIT JANTUNG


PENDAHULUAN ( 1,2 )
            Stroke merupakan masalah medis yang sangat penting, diperkirakan 1 dari 3 orang akan mengalami stroke dan 1 dari 7 orang penderita akan meninggal akibat stroke. Stroke merupakan penyebab umum dari kecacatan pada penduduk yang berusia pertengahan dan usia tua, sehingga diperlukan perawatan jangka panjang terutama pada penderita yang mengalami cacat berat akibat stroke.
Insidensi stroke pada negara berkembang masih meningkat sedangkan pada negara-negara maju hal ini cenderung menurun. Penurunan ini mungkin disebabkan karena manajeman penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit metabolik di negara maju telah makin baik. Penanganan penyakit jantung , hipertensi, dan penyakit metabolik dengan baik telah dapat menurunkan angka kejadian stroke. Sebab ketiga penyakit tersebut adalah faktor yang sangat berperan akan terjadinya serangan stroke.Banyak faktor resiko yang diduga dapat meningkatkan serangan stroke, diantaranya adalah penyakit jantung. Emboli dari jantung merupakan penyebab stroke sebesar 15-20 %, berupa atrial fibrilasi, katup prostetik, stenosis mitralis, endokarditis, mixoma atrial, infark miokard akut, prolaps katup mitral, kalsifikasi anulus mitralis, patensi foramen ovale, aneurisma septum atrial, dan banyak lagi kelainan jantung yang dapat menyebabkan serangan stroke.

ETIOLOGI ( 2,3 )

            Terdapat banyak faktor resiko yang menjadi penyebab terjadinya peningkatan serangan stroke, diantaranya adalah:
1.      Hipertensi
2.      Penyakit jantung
3.      Diabetes melitus
4.      Umur
5.      Hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia
6.      Genetik
7.      Kelainan anatomik
8.      Dan banyak faktor lainnya
Stroke yang diakibatkan oleh penyakit jantung masih merupakan penyebab yang sering dijumpai. Penyakit jantung yang dapat meningkatkan insidensi serangan stroke, antara lain :
1.      Penyakit jantung kongenital: patensi foramen ovale
2.      Penyakit jantung rematik ( RHD )
3.      Endokarditis bakterialis
4.      Atrial fibrilasi
5.      Katup prostetik
6.      Stenosis mitralis
7.      Mixoma atrial
8.      Infark Miokard Akut
9.      Prolaps katup mitral
10.  Kalsifikasi anulus mitralis
11.  Aneurisma septum arterial
12.  Penyakit jantung dengan” shunt “ yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri baik atrium maupun ventrikel
13.  Aritmia
14.  Kadang- kadang juga dijumpai pada kardiomiopati, fibrosis endokardial, serta lupus eritematosus sistemik.

PATOFISIOLOGI ( 1,2 )

Diketahui beberapa mekanisme yang dapat menghubungkan antara penyakit jantung dan serangan stroke, diantaranya adalah mekanisme autoregulasi serebral dan pembentukan plak aterosklerotik atau akibat rupturnya bagian-bagian dari jantung yang disebabkan oleh penyakit tertentu dijantung yang pada akhirnya menyumbat pada aliran darah serebral, sehingga muncul gejala stroke.
Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak ( CBF = Cerebral Blood Flow ) ialah sekitar 50 – 60 ml per 100 gram jaringan otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-1400 gram, adalah sekitar 700-840 ml per menit. Dari jumlah darah tersebut, sepertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna dan sepertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasiler. Otak yang berkedudukan didalam rongga tengkorak yang merupakan ruang tertutup mempunyai susunan sirkulasi yang sesuai dengan lokasinya. Konsekuensinya adalah volume otak yang ditambah dengan volume likuor dan ditambah juga dengan volume darah harus konstan. Perubahan pada salah satu volume unsur tersebut akan menyebabkan perubahan kompensatorik terhadap unsur-unsur lainnya. Oleh karena pada umumnya volume otak dan cairan likuor selalu berubah karena berbagai pengaruh, maka volume darah selalu akan menyesuaikan diri.
Faktor-faktor penyesuaian peredaran darah serebral dapat dibagi dalam 2 faktor, yaitu:
1.      Faktor ekstrinsik
Jumlah darah yang mengalir ke dalam suatu organ tergantung pada tekanan  darah yang mengalir ke organ tersebut dan tahanan yang dimiliki organ tersebut. Tekanan darah yang mengalir ke organ tersebut disebut dengan tekanan perfusi, sedangkan tahanan organ yang bersangkutan disebut dengan resistensi jaringan. Maka jumlah darah yang mengalir ke otak tekanan perfusinya adalah sama dengan selisih antara tekanan darah arterial sistemik dan tekanan vena serebral. Dalam keadaan normal tekanan vena serebral adalah 5 mmHg. Apabila resistensi intrakranial besar, maka CBF akan menurun. Sebaliknya CBF akan menjadi lebih besar jika resistensi intrakranial menurun. Apabila melihat keadaan diatas, maka faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap sirkulasi serebral adalah terutama tekanan darah sistemik, kemampuan jantung untuk memompakan darah kesirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortikovertebral, dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya.
     Tekanan perfusi tergantung pada kemampuan jantung untuk memompakan sejumlah darah ke sirkulasi sistemik. Kemampuan itu dapat diukur dari curah jantung. Pada orang sehat, fluktuasi tekanan darah sistemik tidak menimbulkan perubahan pada CBF karena sirkulasi serebrak mempunyai mekanisme untuk mengatur dirinya sendiri yang dikenal denga mekanisme “autoregulasi serebral“, Tetapi pada penderita stroke dengan penuruna tekanan darah 50 mmHg akan menyebabkan gangguan mekanisme ini.
Pada penyakit jantung kongestif, out put menurun, CBF masih bisa tetap konstan akibat adanya autoregulasi serebral. Menurunnya CBF pada penderita penyakit jantung kongestif, disebabkan secara primer oleh karena hilangnya mekanisme autoregulasi serebral, seperti yang dijumpai pada penderita aterosklerosis. Tetapi walaupun autoregulasi masih baik, jika output sangat kurang sekali maka manifestasi CVD ( stroke ) akan muncul pula.
2.      Faktor instrinsik
Di dalam otak sendiri terdapat 2 faktor yang mengatur perdarahan regional yang dimiliki oleh pembuluh darah serebral dan serangkaian proses biokimiawi yang mempengaruhi lumen arteri serebral. Konstriksi pada arteri serebral terjadi apabila tekanan intra lumen meningkat dan dilatasi terjadi apabila tekanan tersebut menurun. Reaksi dinding pembuluh darah terhadap fluktuasi tekanan intra lumen ini sangat cepat. Penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg masih dapat ditolerir tanpa menimbulkan gangguan sirkulasi serebral, tapi bila sudah sampai dibawah 50 mmHg, autoregulasi serebrak tidak mampu lagi memelihara CBF normal sehingga manifestasi stroke dapat muncul. Begitupula pada tekanan darah yang sangat melonjak maka dapat juga terjadi vasospasme yang juga dapat menimbulkan manifestasi CVD ( stroke ).
Faktor biokimiawi yang berperan antara lain kadar oksigen, karbondioksida, asam laktat serta konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam arteri serebral yang secara langsung juga dapat mempengaruhi lumen pembuluh darah.
                 Mekanisme lain yang menunjang terjadinya stroke pada penderita penyakit jantung adalah seperti yang terjadi pada penderita iskemia miokard akut yang luas akibat pembentukan plak aterosklerosis pada pembuluh darah jantung yang pada akhirnya apabila plak tersebut lepas dan masuk ke sirkulasi serebral serta kemudian menyumbat pembuluh darah serebral yang menyebabkan timbulnya manifestasi stroke iskemia akibat sumbatan embolus trombotik tersebut.
Mekanisme yang terjadi pada penyakit jantung lainnya seperti yang terjadi akibat gangguan katup, endokarditis menyerupai proses terjadinya sumbatan akibat terjadinya iskemia akibat lepasnya fragmen tertentu dari katup tersebut yang dapat menyebabkan iskemia serebral akibat dari sumbatan fragmen tersebut pada pembuluh darah serebral.

MANIFESTASI KLINIS ( 1,2,3 )

Gejala yang umumnya terjadi adalah:
1.      Kelemahan pada daerah tungkai, kelemahan yang timbul dapat bervariasi dari kelemahan yang ringan sampai paralisa
2.      Kelemahan pada otot wajah, sehingga wajah terlihat jatuh atau asimetris, sehingga sering terjadi kesulitan minum dan makan
3.      Kesulitan berbicara, bicara tidak lancar, dan kata-kata yang diucapkan tidak dimengerti
4.      Gangguan koordinasi: gerakan akaan terlihat tidak terkoordinasi atau kesulitan dalam menggerakkan kaki dan tangan.
5.      Vertigo ( pusing ), atau perasaan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas
6.      Gangguan penglihatan: kesulitan dalam melihat seperti timbulnya pandangan ganda, ketidak mampuan melihat daerah perifer atau kebutaan, penglihatan gelap sesaat
7.      Sakit kepala yang tiba-tiba, berat, sebagian penderita merasa bahwa itu adalah sakit kepala terberat yang pernah dialaminya.
8.      Gangguan kesadaran, sehingga penderita dapat terlihat seperti orang bingung, tidak sadar, koma bahkan dapat terjadi kematian.
Selain manifestasi klinis yang umumnya terjadi pada penderita stroke, maka dapat dijumpai manifestasi klinis yang berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya. Umumnya manifestasi klinis yang terjadi tidak bersamaan dengan datangnya serangan stroke, tetapi sebelum terjadinya serangan stroke tersebut.
Bila serangan stroke terjadi pada penderita iskemia miokard yang luas, maka sebelum terjadinya serangan stroke akan dijumpai nyeri dada yang khas, serta gejala iskemia miokard lainnya. Begitupula pada penyakit jantung yang lain seperti pada gagal jantung kongestif, sebelum terjadinya serangan penderita telah mempunyai riwayat menderita penyakit ini dan telah dijumpai gejala dan tanda yang berkaitan dengan kegagalan jantung kongestif ini. Begitu juga dengan penyakit lainnya, sehingga sangat diperlukan anamnesa yang cermat serta data yang mendukung mengenai penyakit yang menyertainya. Karena halini sangat penting untuk penegakan diagnosa serta penatalaksanaan yang akan dilakukan kemudian.

DIAGNOSA BANDING ( 1 )

Ø  Ensefalophati hipertensif
Ø  Tumor intrakranial
Ø  TODD’S paralisis
Ø  Epilepsi parsial
Ø  Sinkope
Ø  Sindrom meniere

 

PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 1,3,5 )

            Secara umum pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan dalam membantu menegakkan diagnosa stroke antara lain:
1.      Pemeriksaan laboratorium: berupa pemeriksaan rutin ( peningkatan hematokrit, peningkatan kadar hemoglobin dalam darah, polisitemia, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, laju endap darah, pemeriksaan komponen darah dan faktor- faktor pembekuan yang mempengaruhi sistem koagulasi, analisa urine ( untuk memeriksa homosisitinuria ), dan komponen lain yang mempengaruhi sistem koagulasi seperti C- Reaktive Protein, Lipoprotein, D- Dimer, Lipid profile, Kadar gula darah, pemeriksaan protein darah
2.      Pemeriksaan serologik terhadap infeksi Sitomegalovirus, chlamydia Pneumonia, dan penyakit auto imun lainnya
3.      Pemeriksaan Elektrokardiogram, untuk mendeteksi adanya penyakit jantung yang mendasari terjadinya stroke
4.      Pemeriksaan CT- Scan, MRI ( magnetik Resonance Imaging ), untuk mendeteksi luasnya infark maupun kerusakan yang diakibatkan oleh stroke. Alat ini juga dapat digunakan untuk membedakan jenis stroke yang terjadi.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada penderita yang mempunyai kelainan jantung antara lain:
v  Pemeriksaan Enzim jantung,
v  Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi penyakit jantung rematik ( RHD ), seperti ASTO
v  Echocardiography dan Trans esophageal EchoCardioGraphy, yang berfungsi untuk mengetahui stroke yang berasal dari jantung
Transthoracic echocardiography merupakan salah satu cardiac imaging standar non invasif
Trans esophageal Echocardiography ( TEE ) berfungsi untuk mendeteksi sumber emboli, trombus di atrim kiri, vegetasi katup, plak pada aorta thorakalis, dan foramen ovale yang membuka.

 

PENATALAKSANAAN ( 1,3 )

            Pada prinsipnya penatalaksanaan stroke dengan penyakit jantung ditujukan pada 3 hal yaitu: penanganan untuk memperbaiki keadaan umum, penanganan stroke secara umum ( tergantung jenis stroke ), serta penanganan terhadap penyakit yang mendasarinya.
Penatalaksanaan untuk memperbaiki keadaan umum penderita:
Langkah I: Memastikan diagnosa stroke, lakukan pemeriksaan untuk melihat apakah dijumpai defisit neurologis.

Langkah II: Melakukan Basic Life Support ( BLS )
A: Air way, jalan nafas harus tetap terjaga terutama pada penderita stroke hemorhagik. Pada penderita stroke iskemik biasanya jalan nafas stabil kecuali bila infark terjadi pada batang otak atau dijumpai kejang yang berulang.
B: Breathing, semua penderita stroke diberikan oksigen tambahan 1-2 liter/ menit melalui nasal, sampai dilakukan analisa gas darah dengan target Pa O2 diatas 80. Pemberian oksigen ini sangat bermanfaat karena otak memerlukan oksigen untuk mengadakan metabolisme.
C: Circulation, Hal ini penting untuk memperbaiki sirkulasi dan perfusi otak secara cukup dengan cara mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Pemantauan EKG dalam 24 jam pertama sangat penting dilakukan untuk mendeteksi adanya atrial flutter, atrial fibrilasi atau infark miokard. Bantuan sirkulasi harus diusahakan tetap dalam keadaan euvolemik, karena  sekitar sepertiga penderita stroke mengalami dehidrasi maka dianjurkan untuk pemberian cairan salin 10 – 15 ml/ kg secara bolus, kecuali bila dijumpai adanya penyakit jantung kongestif. Cairan yang dianjurkan pada penderita stroke akut antara lain:
NaCl 0,9%, Ringer laktat, Martos 10 % dan potacol.
Langkah III: Setelah ABC stabil maka lakukan pemeriksaan status neurologik lanjutan. Tujuan penilaian ini adalah:
v  Menentukan tingkat gangguan fungsi neurologik
v  Menentukan apakah fungsi neurologik tersebut sudah membaik, stabil, atau semakin memburuk.
Langkah IV: Penentuan jenis stroke dengan menggunakan sistem skoring, seperti siriraj stroke score (SSS), sistem skoring Besson, sistem skoring Allen. Penentuan jenis stroke ini juga dapat digunakan dengan menggunakan pemeriksaan imaging yang merupakan pemeriksaan standar.
Langkah V: Penatalaksanaan umum
- Penderita berbaring dalam posisi lateral dekubitus dan dirubah setiap 2 jam, dan bila dijumpai peningkatan tekanan intrakranial maka kepala penderita sebaiknya 30 derajat lebih tinggi dari tubuh dan jangan diubah dalam 24 jam pertama.
-          Hindari pemberian makanan dan minuman sebelum dipastikan mengenai fungsi menelan, karena dikhawatirkan dapat terjadi aspirasi.

Penatalaksanaan Stroke secara umum:
Penanganan yang dilakukan tergantung pada jenis stroke
Stroke iskemik

Prinsip penanganan:

Membatasi daerah yang rusak/infark

Mengatasi penyakit yang mendasarinya
Meningkatkan aliran darah ke otak

Mencegah terjadinya edema otak

Memperbaiki aliran darah di daerah iskemik.
            Terapi yang dilakukan untuk stroke iskemik bersifat terapi kombinatif yang terdiri dari :
A. Memperbaiki perfusi
Tindakan terapi ini bertujuan memulihkan aliran darah keotak yang sedang mengalami sumbatan yaitu dengan obat yang bisa menghancurkan trombus, obat yang digunakan antara lain :
1.      Trombolitik agent, ini diberikan 3 jam setelah onset, contohnya : Alteplase 0,9 mg / kg i.v 10 % bolus dan 90 % sisanya secara invus dalam 60 menit
2.      Inhibitor platelet, obat ini berfungsi mencegah menggumpalnya trombosit darah dan mencegah terbentuknya trombus yang dapat menyumbat lumen pembuluh darah. Contohnya :
-          Asam asetil salisilat atau aspirin, dosis 2 x 80 – 200 mg / hari
-          Tiklopidin, dosis 2 x 250 mg / hari
-          Pentoksifilin, dosis perinfus 200 mg dalam 500 cc cairan infus perhari selama fase akut, lalu dilanjutkan 2 – 3 x 400 mg peroral / hari.
3.      Anti koagulan, contohnya heparin, coumarin, dicumarol. Dosis tergantung berat badan pasien dan lama pemberian 5 – 7 hari.
B. Neuro protektan
     Obat ini berfungsi untuk melindungi otak yang mengalami iskemia, contohnya :                        1.   Membran stabilizer, contoh obatnya :
-          Sitikolin ( Nicholin ), mekanisme obat ini belum jelas tetapi diduga bekerja lewat kemampuannya untuk mencegah penimbunan asam lemak bebas, asam arakidonat, dan digliserida pada tempat kerusakan, dosis oral 500 – 2000 mg selama fase akut pemberian i.v 250 mg setiap 8 jam.
-          Nootropik ( Neuropeptida ), contoh : Pirasetam ( Nootropil ), diperkirakan pirasetam berikatan pada membran sel, merestorasi integritas dan kecairan membran serta menormalisir fungsi membran, selama fase akut dosis perinfus 6 x 0,5 – 1 gr / hari, dilanjutkan 3 x 400 – 800 mg peroral / hari.
-          Antiserotonin, contoh naftidrofuril, dosis 3 x 100 – 200 mg / hari.
C Penanganan faktor resiko dan komplikasi
     Terapi komplikasi pada stroke, tindakan yang dianjurkan diantaranya:
-          Batasi asupan cairan
-          Turunkan suhu tubuh
-          Hindari penggunaan vasodilator
-          Atasi edema otak dengan manitol, gliserol.
-          Furosemide dapat diberikan terutama bila dijumpai gagal jantung
Kematian akibat stroke pada fase akut yang sering terjadi adalah herniasi otak.
Pemberian cairan hiperosmolar tidak dianjurkan.
Pengobatan edema otak dengan kortikosteroid tidak dianjurkan.

Terapi stroke Hemoragik
Penanganan selanjutnya adalah penanganan terhadap penyakit yang mendasarinya.
Terapi yang diberikan tergantung pada penyakit yang menyebabkan serangan stroke sehingga dapat dicegah berulangnya serangan.
Terapi konservatif :
1.      Penderita harus dirawat di Rumah Sakit
2.      Mempertahankan fungsi vital ( pernafasan dan sirkulasi )
3.      Pemberian obat sedatif dan penghilang rasa nyeri
4.      Terapi edema otak dengan pemberian manitol, gliserol, furosemid.
5.      Anti fibrinolisis dengan pemberian asam traneksalmat
6.      Terapi anti infeksi
7.      Rehabilitasi
Terapi bedah :
Indikasi :
1.      Perdarahan serebellum dengan volume > 50 cc
2.      Hidrosefalus akut akibat perdarahan intra ventrikel
3.      Perdarahan sub arachnoid karena ruptur aneurisma berri

PROGNOSIS ( 1 )
Tergantung kepada :
1.    Ketepatan diagnosa
2.    Penanganan yang cepat dan tepat
3.    Berat ringan penyakit yang mendasarinya













DAFTAR PUSTAKA

(  1  ) Iskandar J, Pencegahan dan pengobatan stroke, PT Buana Ilmu Populer Gramedia, Jakarta, 2002
( 2 ) Stroke: Warning Signs and Tips For Prevention, available from: www.familydoctor.org
(  3  )  Mahar Marjono, dkk, Neurologi Klinis Dasar, edisi I, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
(  4  ) Stroke, available from: www.emedicinehealth.com
(  5  ) Sjaifoellah Noer, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1998
(  6  ) Reducing Your Risk of Stroke, available from: www.strokecenter.org

0 komentar:

newer post older post Home