Selasa, 08 Februari 2011

RETENSIO PLASENTA

2 komentar

Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.

Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
·         Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
·         Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan (false route).
·         Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten). Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
·         Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke rumah sakit.
newer post

PERLUKAAN JALAN LAHIR

0 komentar
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan terdiri dari:
a.      Robekan Perineum
b.      HematomaVulva
c.       Robekan dinding vagina
d.      Robekan serviks
e.      Ruptura uteri

Robekan Perineum

Dibagi atas  4 tingkat
Tingkat I      : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
                        mengenai kulit perineum
Tingkat II     : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
                        tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III   : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV    : robekan sampai mukosa rektum

Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar.

Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.

 

Pengelolaan

a.       Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
1.  Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
2.     Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.


3.     Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
4.     Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.

b.       Hematoma vulva
1.       Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2.      Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.

c.        Robekan dinding vagina
1.       Robekan dinding vagina harus dijahit.
2.      Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.

d.       Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster (Gambar 4.3). Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.         

newer post

Selasa, 11 Januari 2011

Involving Children In Medical Teatment

1 komentar

Kemajuan dan perkembangan bidang kedokteran berjalan seiring dengan kemajuan dan perkembangan dunia ilmu dan teknologi pada umumnya. Penemuan baru apa pun dalam dunia ilmu dan teknologi pasti memberikan pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, tehadap bidang kedokteran. Oleh karena itu, setiap dokter harus merasa terpanggil untuk selalu berupaya memutakhirkan pengetahuan dan profesinya sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.1

Perkembangan dan tuntutan zaman itu tidak hanya menyangkut dunia kedokteran sebagai salah satu bidang ilmu, tetapi juga berhubungan dengan kelompok masyarakat yang memerlukan jasa dan pelayanan seorang dokter. Dengan perkataan lain, seorang dokter juga diharuskan “mengenal” pasiennya secara baik. Ini berarti bahwa selain mengetahui secara tepat jenis penyakit atau keluhan si pasien dan menentukan bagaimana cara pengobatannya, ia juga perlu mengetahui secara tepat pula bagaimana cara bersikap terhadap si pasien yang bersangkutan sebagai sesama manusia, sebagai anggota kelompok masyarakatyang terikat pada tata nilai yang berlaku.1

Profesi kedokteran telah lama menjadi sasaran kritik sosial yang tajam. Rasa kurang puas terhadap dokter telah sering pula diungkapkan. Sebelum kritik sosial terhadap profesi kedokteran muncul dalam media massa di kalangan profesi kedokteran sendiri telah banyak pendapat tentang kemunduran pengamalan etika kedokteran di negeri kita ini.1

Profesi kedokteran di negara kita mau tidak mau berhadapan dengan sejumlah masalah, etik kedokteran yang bagi para sejawat di negara-negara lain akan cukup membingungkan. Yang menentukan keputusan tentang jenis pelayanan kesehatan yang akan diberikan adalah pasien dan keluarganya. Dalam hal itu karyawan bidang kesehatan berperan sebagai pembina dan narasumber dalam pengambilan keputusan tersebut.1

Pembangunan kesehatan Nasional yang telah diselenggarakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan salah satu dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dari seluruh masyarakat Indonesia, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.3
Pembangunan, yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan tidak hanya bertujuan untuk memajukan kehidupan lahiriah saja, atau untuk mengisi kepuasan batiniah, melainkan juga untuk menciptakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya.3

Hal yang paling mendalam dalam hubungan antara pasien dan dokter adalah rasa saling percaya. Pasien sebagai pihak yang memerlukan pertolongan percaya bahwa dokter dapat menyembuhkan penyakitnya. Sementara itu, dokter juga percaya bahwa pasien telah memberikan keterangan yang benar mengenai penyakitnya dan ia akan mematuhi segala petunjuk dokter. Namun, seringkali rasa percaya diri itu hilang sehingga salah satu pihak, terutama pihak pasien, merasa dirugikan. Oleh karena itu, diperlukan panjelasan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak agar proses pelayanan kesehatan bisa berjalan dengan lebih teratur dan mereka bisa saling menghargai.1

Dalam perkembangan teknologi di bidang kedokteran saat ini, informed consent tidak hanya berpengaruh terhadap bidang riset/penelitian klinis, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan diagnostik dan terapeutik. Misalnya, sekarang banyak tindakan-tindakan diagnostik dan terapeutik yang tidak bisa ditebak akibatnya terhadap tubuh sehingga batas-batasnya tidak tegas benar. Hal ini membuat hubungan dokter dengan pasien menjadi lebih kompleks. Masalah informed consent dalam hal itu harus benar-benar diperhatikan, terutama oleh dokter yang secara etik bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien.
Seperti yang diutarakan diatas, dalam informed consent hak asasi pasien sebagai manusia harus tetap dihormati. Pasien berhak menolak dilakukannya suatu tindakan terhadap dirinya atas dasar informasi yang telah diperoleh dari dokter yang bersangkutan. Pengertian self determination ini terkenal setelah Hakim Benyamin Cordozo di Amerika Serikat (1914) mengeluarkan keputusan dalam suatu sidang pengadilan yang berbunyi :
”Setiap manusia yang dewasa dan berpikiran sehat berhak untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan keluarganya dan seorang yang melakukan tanpa seijin pasiennya dapat dianggap melakukan pelanggaran hukum, yang harus ia pertanggungjawabkan segala kerugian”.1

Anak adalah titipan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena itu nasib dan masa depan anak-anak adalah tanggung jawab semua. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB lewat Keputusan Presiden No 36/1990. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia wajib memenuhi hak-hak anak bagi semua anak tanpa kecuali. Selain itu terdapat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. UU No 23/1992 tentang Kesehatan mengatur penyelenggaraan kesehatan anak. Pasal 17 Ayat (2) menegaskan, peningkatan kesehatan anak dilakukan sejak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah, dan usia sekolah. Pasal 8, tiap anak berhak mendapat pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Namun dengan adanya berbagai perangkat hukum dan politik itu nasib anak Indoneia relatif belum banyak berubah. Di beberapa sisi terlihat penurunan kesehatan dan kesejahteraan anak. Belum lagi permasalahan klasik tentang gizi buruk, angka kematian anak atau kasus infeksi yang meskipun membaik tetapi masih menjadi kendala.4

PENTINGNYA KEDUDUKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK

Setiap manusia memiliki hak subjektif mulai dari saat dilahirkan ke dunia ini. Jadi, sejak itu ia mulai memiliki hak asasi manusia. Salah satunya adalah the right of self determination, yaitu hak untuk menentukan tentang badannya sendiri yang merupakan salah satu hak dasar yang paling penting yang dimiliki manusia.1

Bagaimana jika hal tersebut dihubungkan dengan kekuasaan orang tua terhadap anaknya? Hilangkah kekuasaan sang anak untuk menentukan sesuatu tentang dirinya sendiri? Jawabnya adalah anak tetap memiliki hak tersebut, tetapi orang tua membantu dan melindungi anaknya dalam memakai hak tersebut.1

Untuk itu kita perlu membedakan orang dibawah umur kedalam dua kelompok, membedakan kelompok di bawah umur yang mendekati dewasa. Prinsip yuridis bahwa orang di bawah umur tidak mempunyai wewenang bertindak di negeri Belanda sudah banyak dilanggar berkat peraturan perundang-undangan. Menurut KUH Perdata Belanda (BW), setiap orang yang sudah mencapai usia 18 tahun dapat mengakui (erkennen) anak dan dapat pula membuat suatu testamen/surat wasiat, disamping itu juga dapat mengadakan perjanjian kerja. Selanjutnya menurut UH Pidana Belanda (WVS) orang yang sudah mencapai usia 16 tahun dapat mengajukan pengaduan pada delik aduan (klacht delicten).1

Dalam pergaulan hidup, sudah banyak terjadi orang di bawah umur membeli radio atau pakaian tanpa diperlukan adanya izin orang tuanya terlebih dahulu. Dewasa ini pandangan hukum tentang orang di bawah umur sedang dalam proses evolusi.
Umumnya dokter akan berusaha mendapat persetujuan tindak medis dari pasien di bawah umur setelah memberikannya informasi, disamping berusaha untuk mendapatkan persetujuan dari orang tuanya.1

Dalam menghadapi pasien di bawah umur yang sudah mendekati usia dewasa (de oudere minder jarige), dokter boleh bertindak tanpa izin orang tua. Amun, apabila akan melakukan tindakan medis yang berat, dokter juga meminta persetujuan orang tua. Dalam menghadapi pasien di bawah umur yang masih muda (de jongere minder jarige) pada umumnya dibutuhkan persetujuan orang tua, walaupun dokter juga berusaha juga mendapatkan persetujuan dari pasien itu sendiri karena yang bersangkutan sejak lahir telah diakui memiliki hak asasi.1

Penelitian pada orang yang belum dewasa tidak boleh dilakukan kecuali penelitian itu diadakan dalam rangka terapi dengan syarat mutlak, yaitu penelitian tersebut hanya dapat dilakukan pada pasien di bawah umur. Persetujuan orang tua dalam pengobatan mutlak diperlukan, di samping persetujuan dari pasien yang bersangkutan yang di bawah umur dan yang mendekati dewasa.1

Pengobatan terhadap orang di bawah umur dianjurkan untuk mengangkat seseorang yang mengurus/melindungi kepentingan pasien di bawah umur itu selama pengobatan berlangsung. Selanjutnya, orang itu dapat dinamakan sebagai penasihat. Penasihat diberi wewenang untuk menarik pasien dari pengobatan jika ia menganggap hal ini sesuai dengan kepentingan pasien tersebut.1

Pengobatan yang melibatkan bayi, balita dan anak-anak memperlihatkan bidang-bidang dengan banyak perbedaan dari pembicaraan yang telah dikemukakan. Dapatkah seorang objek diikutsertakan dalam proyek pengobatan, sedangkan padanya tidak terdapat kematangan untuk mengerti dan menghargai secara sepenuhnya keuntungan dan risiko terhadap pengobatan.
Karena immaturitas yang tinggi dari spesies manusia pada waktu ia dilahirkan, jumlah bayi yang normal dapat memperoleh kerugian (kerusakan) yang amat tinggi atau akan tak berdaya untuk hidup terus tanpa adanya kemajuan dalam ilmu kedokteran. Berbeda dari spesies lain, bayi manusia secara keseluruhan bergantung kepada orang lain untuk waktu berbulan-bulan dan membutuhkan campur tangan (intervensi) yang berulang-ulang agar dapat hidup terus (survive).1

Bayi prematur umpamanya, bukanlah suatu bagian spesies kita yang abnormal, tetapi seorang manusia biasa seutuhnya yang berada dalam masa kehidupan dini. Manusia-manusia normal seperti ini akan mengalami kerusakan dan cedera atau mati dalam jumlah yang besar kalau tidak diberikan campur tangan atau intervensi yang tepat. Pusat susunan saraf, sistem respiratorik, sistem gastrointestinal, dan urogenital semua masih immatur. Daya adaptasinya begitu terbatas sehingga jika campur tangan atau intervensi tidak diatur secara cermat dan tepat, tidak akan memiliki kelangsungan hidup. Kita disini tidak membicarakan manusia yang akan memperoleh kehidupan yang lebih bahagia dan sejahtera, tetapi kita membicarakan kelangsungan hidup. Faktor itu membawa kita ke era yang penting sekali. Jika campur tangan tidak tepat, maka sejumlah besar manusia akan mati atau mengalami kerusakan, baik badaniah maupun rohaniah yang berat. Jika oksigen tidak diberikan kepada bayi immatur atau prematur, banyak berakibat kematian.1

Persetujuan dikatakan penting karena dua alasan, yaitu respek atau rasa hormat terhadap otonomi dan martabat si individu. Meskipun tak ada bahaya atau risiko, kita tetap mengharapkan persetujuan karena rasa hormat kepada kebebasab individu untuk memilih dan juga karena rasa hormat terhadap individu sebagai seseorang.1

Bagaimana aspek individu ini diterapkan kepada bayi dan anak balita? Otonomi berarti kebebasan untuk memilih. Kesanggupan menetapkan jalan hidup bagi dirinya tak mungkin diterapkan terhadap bayi. Bayi tidak mempunyai otonomi. Memilih makanan saja tak mungkin ia lakukan, kalau ia basah karena baru buang air besar atau kencing, ia harus diganti pakaiannya. Ia sama sekali bergantung kepada orang lain. Untuk beberapa tahun baginya kebebasannya terbatas. Semakin besar ia, semakin besar pula otonominya. Kalau seorang bayi dianggap tidak merupakan individu yang otonom, tetapi merupakan bagian dari suatu keluarga, terjadilah perbedaan penilaian.1

Kepercayaan, cinta kasih, dan asuhan bagi si bayi merupakan bagian integral sebuah keluarga. Jadi, persetujuan suatu keluarga tentang tindakan terhadap bayi dapat diperoleh karena rasa hormat terhadap ikatan yang terdapat dalam keluarganya. Karena bayi tidak boleh dikecualikan dalam pengobatan, pada prinsipnya, sebuah tindakan yang dilakukan dengan persetujuan keluarga tersebut berarti bahwa kedua orang tuanya harus menyetujui tindakan yang diambil terhadap si bayi. Bagaimana kalau yang ada hanya seorang orang tua? Bagaimana pula apabila tak ada orang tua sama sekali, sperti pengobatan atau penelitian terhadap anak yatim piatu? Penelitian tidak boleh diadakan terhadap kedua macam bayi itu, kecuali kalau penelitian ini akan memberi manfaat secara segera.1
Anak-anak tidak boleh menjadi objek pengobatan apabila pengobatan tersebut bisa dan boleh dilakukan pada orang dewasa. Akan tetapi, partisipasi anak adalah perlu karena mereka mempunyai kondisi dan penyakit tertentu yang hanya dijumpai pada mereka. Persetujuan perlu diperoleh dari salah satu/kedua orang tua/wali mengenai uji klinik dan kemungkinan akan risiko selalu perlu.1

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas interaksi anak dengan lingkungannya. Interaksi yang berkualitas dan efektif akan mempunyai dampak yang baik. Lingkungan yang paling dekat dengan anak dan sangat penting adalah keluarganya. Sikap orang tua sangat menentukan tumbuh kembang anak. Orang tua yang mau menerima kondisi anak , memberi dukungan, serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang, akam mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Sebaliknya orang tua yang frustrasi, stress, merasa berdosa, atau menolak anak, dapat menghambat tumbuh kembang anak.2

HAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DALAM MEWUJUDKAN DUNIA YANG LAYAK BAGI ANAK

Kovensi hak anak adalah bagian dari Deklarasi Universal PBB mengenai hak azazi manusia, yang memproklamasikan dan menyetujui bahwa setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan didalamnya tanpa perbedaan apapun. Dinyatakan juga bahwa kelompok manusia yang masih rentan dan rapuh dalam kehidupannya perlu dan berhak atas perawatan, bantuan khusus dan perlindungan, perlindungan yang dikenal dengan HAK ANAK.

Tahun-tahun penting dalam sejarah perkembangan menuju Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut :
1923 Eglantyne Jebb (pendiri Save the Children) membuat rancangan Deklarasai Hak Anak(Declarations of the Rights of the Child)
1924 Deklarasi Hak Anak diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa
1948 Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declarations of Human Rights)
1959 PBB mengadopsiDeklarasi Hak Anak untuk kedua kalinya
1979 Tahun Anak Internasional, suatu kelompok kerja dibentuk untuk membentuk Rumusan Konvensi Hak Anak
1989 Konvensi Hak Anak mulai berlaku sebagai Hukum internasional pada tanggal 2 September.2
Kovensi Hak Anak merupakan suatu persyataan cita-cita yang mencantumkan standar universal bagi perlindungan anak terhadap kelainan, penelantaran, penyalahgunaan anak oleh orang tua, pemanfaatan anak secara semena-mena, serta menjamin adanya hak azazi mereka termasuk kelangsungan hidup, pengembangan dan peran serta dalam bidang sosial budaya dan pendidikan dan usaha lain yang diperlukan bagi tumbuh kembang anak.5

Prinsip Umum

a.       Non-Diskriminasi
Anak-anak memiliki derajat yang sama, merupakan filosofi yang mendasari konvensi ini, sebagai manusia, anak-anak memiliki nilai diri yang sama dengan orang dewasa. Salah satu dari prinsip dasar menyatakan, bahwa anak-anak seharusnya bisa menikmati semua hak mareka tanpa adanya pengecualian. Kewajiban untuk memberikan hak dan kesempatan tang sama pada semua anak, tercermin dalam pasal 2, tentang Non-Diskriminasi. Anak perempuan punya hak yang sama dengan anak laki-laki. Anak-anak pengungsi dan anak-anak dari kelompok pribumi atau kelompok minoritas seharusnya memperoleh manfaat yang sama dengan anak-anak lain yang dijamin oleh hak-hak mereka. Anak-anak cacat seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani kehidupan yang layak seperti anak-anak lain. Komite ini juga telah membuat interpretasi yang sangat dinamis tentang prinsip non-diskriminasi. Mengundangkan prinsip non-diskriminasi saja tidak cukup, karena harus disertai langkah-langkah proaktif untuk menjamin, agar anak-anak benar-benar menikmati hak-hak mereka.2

b.      Kepentingan Terbaik bagi Anak (Best Interest of the child)
, semua anak, terutama anak-anak kecil, sangat rentan, dan memebutuhkan dukungan khusus agar bisa menikmati hak-hak mereka sepenuhnya. Bagaimana agar semua anak memperoleh hak yang sama, sekaligus memperoleh perlindungan yang mereka butuhkan? Jawaban atas pertanyaan ini sebagian tercermin dalam prinsip “Kepentingan Terbaik bagi Anak” (Pasal 3.1). pasal in menyatakan, bahwa dalam membuatu keputusan yang terkait dengan kehidupan anak-anak, kepentingan yang terbaik bagi mereka harus dijadikan dasar pertimbangan yang utama. Kepentingan orang tua, masyarakat, atau Negara, tidak boleh mengesampingkan kepentigan mereka. Dalam menginterpretasikan prinsip ini, Komite menekankan pentingnya prosedur pengambilan keputusan yang mempertimbangkan kepentingan individual anak, dan memohon perintah untuk melaksanakan analisis “dampak terhadap anak-anak” sebelum membuat keputusan yang bisa mempengaruhi kepentingan anak-anak secara keseluruhan.2

c.       Hak Untuk Hidup, Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang (The Right to Life, Survival and Development)
Prinsip yang langsung terkait dengan hak ekonomi dan social anak dirumuskan di dalam Pasal 6, yaitu tentang hak untuk hidup. Artikel ini tidak hanya mengulas tentang hak anak-anak untuk tidak dibunuh, tetapi juga tentang hak mereka untuk hidup dan berkembang. Penyusun konsep menggunakan istilah “perjuangan hidup” (survival) untuk menggambarkan sebuah aspek dinamis tentang hak untuk hidup, termasuk didalamnya kebutuhan untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan, seperti menyediakan sanitasi lingkungan, mendukung upaya pemberian ASI, imunisasi dan mencegah kecelakaan. Istilah “berkembang” memberikan suatu dimensi lain. Hak untuk berkembang terkait dengn hak anak sebagai individu, dan harus diinterpretasikan dalam arti yang luas, termasuk kesehatan fisik, mental, spiritual, moral dan perkembangan social budaya anak.2

d.      Menghormati Pandangan Anak
Pasal 12 (1) menyatakan bahwa anak-anak mempunyai hak untuk menyatakan pendapat dalam masalah yang mempengaruhi mereka. Selain itu, pandangan mereka harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh, sesuai dengan umur dan kedewasaan mereka. Hanya sedikit country report yang melaporkan diterapkannya pendekatan menyeluruh yang terkait dengan prinsip ini, yang kadang-kadang disebut prinsip “partisipasi”. Prinsip partisipasi bukan saja berdampak pada semua aspek kehidupan anak, tetapi juga harus dipandang sebagai dorongan, agar suara anak-anak didengar dalam dunia politik. Semua Negara demokrasi perlu mendengarkan suara warganya yang paling muda ini, agar kepentingan mereka ikut dipertimbangkan.2

MASALAH TUMBUH KEMBANG PADA KONDISI KESEHATAN KRONIK

Masalah tumbuh kembang tergantung pada pandangan anak terahadap organ tubuhnya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya, dan pandangan terhadap kematian.2

  1. Pandangan anak terhadap organ tubuhnya
Pandangan anak terhadap organ-organ tubuhnya tergantung pada umur anak. Makin besar anak, makin mengerti bagian tubuhnya serta fungsinya. Pada anak dengan kondisi kesehatan kronik, mereka lebih terfokus pada organ yang sakit daripada organ tubuh lainnya. Perkembangannya lebih terfiksasi pada organ yang sakit.2

  1. Pandangan anak terhadap penyakitnya
Pandangan anak terhadap penyakitnya tergantung pada orang tua dan dokter yang merawatnya. Pada bayi merasa penyakitnya mendapat perhatian, apabila mendapatkan rasa nyaman dan aman yang diberikan oleh orang tuanya. Pada anak balita, sudah mulai mengerti konsep sakit. Perkembangan kognitif anak pada masa ini masih pralogikal, yang tampak pada pandangan terhadap penyakitnya, misal anak memandang sakitnya sebagai hukum atas kenakalannya. Pada masa sekolah, mereka memandang penyakitnya terhadap hambatan aktivitasnya. Perkembangan kognitif pada masa sekolah adalah operasional formal, dimana anak sudah mulai mengerti penyebab dan akibat dari sakitnya.2

  1. Pandangan anak terhadap pengobatan yang diterimanya
Pandangan anak terhadap tindakan medis yang diterima sejalan dengan pengertian anak tentang bagian tubuhnya dan penyakitnya. Bayi belum mengerti secara khusus terhadap tindakan medis yang diterimanya, tetapi sudah bisa merasakan tindakan medis yang menimbulkan rasa sakit/nyeri. Pada anak masa prasekolah, pengertian tentang bagian-bagian tubuhnya masih belum baik, sehingga setiap tindakan dirasakan sebagai hal mengganggu integritas tubuhnya. Mereka merasakan setiap tindakan yang diberikan memberi rasa lebih baik atau lebih sakit. Mereka juga mengidentifikasi tenaga kesehatan dari bajunya, dan tindakan yang diterimanya dari alat yang digunakan.2

  1. Pandangan anak terhadap kematian
Pada anak prasekolah, memandang kematian seperti halnya tidur atau pergi meninggalkan keluarga. Sedangkan pada anak remaja, mereka sudah mengerti kematian adalah bagian dari siklus kehidupan.2

Dampak jangka panjang kondisi kesehatan kronis dapat mengenai penderita maupun orang tuanya. Dampak pada anak tercermin pada perkembangan psikososial, keterlibatannya dengan teman sebaya, dan penampilan di sekolah. Sedangkan dampak terhadap keluarganya, antara lain tehadap status psikososial orang tuanya, aktifitas dan penampilan di tempat kerja, status ekonomi keluarga, struktur dan peran langsung dari keluarga, keterlibatan masyarakat di sekitarnya., dan status psikososial serta penampilan di sekolah dari saudara kandungnya.2


PERAN PELAYANAN KESEHATAN

Peran pelayanan kesehatan terhadap anak dengan kondisi kesehatan kronik adalah bukan untuk menyembuhkan tetapi untuk perawatan. Tujuan perawatan adalah untuk mengurangi dampak dari kondisi kesehatan kronis, mencegah disfungsi kalau mungkin, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik dalam perkembangan fisik, kognitif maupun psikososial. Untuk mendapatkan hasil ini diperlukan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada keluarga (family-centered approach). Alasan pelayanan kesehatan berorientasi pada keluarga ini, karena keluargalah yang merawat anak sehari-hari dan di dalam keluarga pula anak menjalani kehidupannya. Untuk itu diperlukan dukungan tenaga profesional dalam hal :
  1. Mengetahui dan menghargai kekuatan yang ada di dalam keluarga atau masing-masing anggota keluarga
  2. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan dalam merawat anaknya
  3. memberi kesempatan pada keluarga untuk membantu anak mereka berhubungan dengan pelayanan kesehatan.2

Disamping pelayanan kesehatan khusus pada anak dan keluarganya, perlu pelayanan kesehatan yang melibatkan anak/keluarga dalam pelayanan kelompok agar anak/keluarga dapat saling tukar menukar pengalaman dengan penderita/keluarga lainnya.2

Anak dengan kondisi kesehatan kronik memerlukan habilitasi yang komprehensif bila mereka telah mencapai tingkat fungsional yang optimal. Untuk itu diperlukan surveillance perkembangan anak, surveillance ini lebih luas dari pada deteksi, karena harus komprehensif, terus menerus dan mengandung berbagai komponen, yang meliputi :
  1. Skrinning umum dan khusus sesuai dengan kondisi anak
  2. Pemantauan anak dan orang tuanya
  3. Identifikasi masalah
  4. pedoman umum pelayanan kesehatan primer.2










DAFTAR PUSTAKA


  1. Suprapti Samil, Ratna, Prof. dr, Sp.OG, Etika Kedokteran Indonesia, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,  tahun 2001, Jakarta
  2. Narendra, Moersintowarti B, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Ed Pertama tahun 2005, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Penerbit CV Sagung Seto, Jakarta
  3. Chairuddin P. Lubis Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
  4. Dr Widodo Judarwanto Spa Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Jakarta
  5. (Chairuddin P. Lubis Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)
newer post

Luka Sayat

1 komentar

Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.
Luka sayat pada tenggorokkan adalah suatu bentuk khusus dari luka sayat yang mungkin akibat bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan.

Luka Sayat Akibat Bunuh Diri
Luka sayat pada tenggorokkan akibat bunuh diri lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Hal itu mungkin berhubungan dengan kenyataan bahwa laki-laki memegang pisau cukur dan instrumen tajam yang lain lebih sering dari pada wanita. Kemungkinan yang lebih, hal itu tidak lebih dari pada refleksi dari kenyataan bahwa semua bentuk kekerasan pada bunuh diri lebih sering pada laki-laki; hanya pada bunuh diri dengan paksaan yang dilakukan wanita melebihi laki-laki.
            Lokasi yang klasik untuk bunuh diri dengan luka sayat pada tenggorokkan adalah pada sisi leher, memulainya hanya dilakukan di bawah telinga dan bergerak turun ke depan leher. Dikatakan bahwa orang yang biasa memegang dengan tangan kanan memilih sisi kiri leher dan sebaliknya. Hal ini tidak selalu ada pada kasus dan pihak yang terkait telah melihat beberapa insiden orang yang biasa memegang dengan tangan kanan membuat luka pada sisi kanan leher. Hal itu hampir terlalu kecil, insisi paralel – lebih sedikit daripada abrasi – di tengah luka yang utama. Hal itu disebut bersifat sementara atau keragu-raguan menandainya karena mereka adalah bukti yang pertama dari usaha yang tidak pasti untuk membuat luka akhir yang fatal. Dokter jiwa, bagaimanapun, menjelaskan luka seperti yang terlihat butuh untuk dilihat darahnya yang mengalir keluar untuk menentukan seberapa besar nyeri luka seperti itu akan ditimbulkan dan seberapa besar penderitaan yang akan dirasakan sebelum meninggal.
Gambaran yang lain dari luka sayat pada tenggorokkan akibat bunuh diri mungkin meliputi adanya luka-luka yang bersifat sementara, sering kali dari yang tidak biasanya, dipergelangan tangan; jaringan parut mungkin akan muncul sesudahnya akibat bunuh diri atau tindakan percobaan bunuh diri. Kemungkinan dari sayatan yang dekat pada tenggorokkan selalu menjadi tindakan nyata dari pikiran gambaran mengenai kematian. Bunuh diri bisa dikonfirmasi dengan adanya percobaan bunuh diri atau tidak dengan cerita sebelumnya yang sungguh terjadi dengan sayatan atau, lebih umum, dengan meminum racun atau obat-obatan.
Salah satu aspek dari luka sayat pada tenggorokkan akibat bunuh diri yang lebih terkemuka untuk mengumpulkannya kembali daripada kejadiannya yaitu adanya cadaveric spasm. dalam situasi yang tidak biasa, senjata itu ditemukan dengan kuat digenggam pada tangan sampai beberapa jam setelah saat kematian. Hal itu tidak berhubungan dengan rigor mortis tetapi, kira-kira, akibat reflek spasme saraf yang dicetuskan oleh keadaan emosi yang tinggi. Arti dari investigasinya yang utama berada pada fakta bahwa hal itu sangat sulit untuk mengadakan simulasi dengan beberapa derajat alasan. Ketika ditemukan hampir dipastikan kemungkinannya bunuh diri.

Luka Sayat Akibat Pembunuhan
Gambaran utama dari luka itu, umumnya, secara sekilas berbeda seperti yang terlihat pada bunuh diri. Biasanya terdapat luka tunggal tanpa disertai dengan tanda-tanda sementara; tanda sementara akan dengan jelas tidak tampak ketika terjadi sayatan multipel. Bagaimanapun, sejumlah tanda yang tidak biasa telah ditemukan peningkatannya lebih sering pada leher yang berhubungan dengan luka sayat tunggal pada tenggorokkan akibat pembunuhan. Hal itu dapat disebut tanda siksaan atau teror  seperti yang disebutkan di atas. Tanda penyiksaan biasanya lebih panjang dari pada tanda sementara pada bunuh diri dan tidak membutuhkan pengamatan yang berhubungan dengan luka akhir yang mematikan; sering kali, mereka biasanya berbentuk vertikal sedangkan tanda yang sementara cenderung terletak horizontal.
Luka sayat pada tenggorokkan akibat pembunuhan biasanya ditemukan pada bagian yang lebih rendah pada leher dari pada kasus bunuh diri dan sayatannya dalamnya meliputi seluruh luka. Bukanlah tidak mungkin untuk suatu luka sayat pada tenggorokkan akibat bunuh diri menembus dengan terlalu dalam pada leher – hampir mencapai vertebra columnalis – hal itu tidak biasa dan, ketika ditemukan, lebih banyak seperti akibat suatu luka pembunuhan. 
Berhubungan dengan saat-saat sekarang, abrasi atau memar mungkin ditemukan hanya di bawah dagu dan pada leher bagian depan; yang diakibatkan perjuangan korban untuk melawan dengan menggunakan pergelangan tangan yang sedang mencoba untuk menarik dagu ke atas sehingga leher itu terkena pukulan yang fatal. Memar  dan abrasi tidak terlihat seperti pada bunuh diri.

Luka Sayat Akibat Kecelakaan
Sayatan pada tenggorokkan akibat kecelakaan tidaklah jarang untuk dipikirkan. Mereka dapat disebabkan ketika tubuh seseorang dan kepala mengenai kaca pintu, ketika suatu ledakan terjadi dari isi botol dengan cairan yang berupa gas atau ketika terjatuh ke kaca atau objek tajam yang lain. Pola dari luka itu sepertinya mempunyai ciri khusus tanpa menceritakan mengenai karakteristik sayatan akibat bunuh diri atau akibat pembunuhan.
newer post
newer post older post Home