Minggu, 26 Desember 2010

INTUBASI DAN EKSTUBASI


Indikasi intubasi:
  1. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
  2. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.
  3. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.
  4. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
  5. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
  6. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
  7. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan.
  8. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.
  9. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
  10. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme
  11. Tracheostomni.
  12. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
  13. operasi dengan posisi miring/ tengkurap
  14. operasi dengan resiko tinggi
  15. operasi dengan lambung penuh
  16. terapi gangguan respirasi (obstruksi saluran nafas)

Indikasi intubasi nasal (Anonim, 1986) antara lain :
- Bila oral tube menghalangi pekerjaan dokter bedah, misalnya tonsilektomi, pencabutan gigi, operasi pada lidah
- Pemakaian laringoskop sulit karena keadaan anatomi pasien.
- Bila direct vision pada intubasi gagal.
- Pasien-pasien yang tidak sadar untuk memperbaiki jalan nafas.

Kontra Indikasi Intubasi Endotrakheal
  1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
  2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Alat-alat yang dipergunakan
  • Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
- Blade lengkung (McIntosh). à dewasa.
- Blade lurus. (blade Magill) bayi dan anak-anak.
  • Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :

diameter (mm) = 4 + Umur/4 = tube diameter (mm)
            Rumus lain: (umur + 2)/2
Ukuran panjang ET = 12 + Umur/2 = panjang ET (cm)


Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
  • Pipa orofaring atau nasofaring. à  mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
  • Plester à memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
  • Stilet atau forsep intubasi. (McGill) à mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
  • Alat pengisap atau suction.

Prosedur Tindakan Intubasi.
a.       Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus)à kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
b.      Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
c.       Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V.
d.      Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
e.       Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
f.       Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

Obat-Obatan yang Dipakai.
  1. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg.
  2. Thiophentone non depolarizing relaxant
  3. Cyclopropane
  4. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi. Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar dapat mendepresi pernafasan.
  5. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
  6. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

Komplikasi Intubasi Endotrakheal.
1. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi
o   Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal cuff.
o   Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
o   Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.
o   Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

2. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.
·         Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan malposisi laringeal cuff.
·         Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.
·         Malfungsi tuba berupa obstruksi.

3. Komplikasi setelah ekstubasi.
·         Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
·         Gangguan refleks berupa spasme laring.

Syarat Ekstubasi
  1. insufisiensi nafas (-)
  2. hipoksia (-)
  3. hiperkarbia (-)
  4. kelainan asam basa (-)
  5. gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-)
  6. pasien sadar penuh
  7. mampu bernafas bila diperintah
  8. kekuatan otot sudah pulih
  9. tidak ada distensi lambung

0 komentar:

newer post older post Home