Jumat, 17 Desember 2010

SPONDILITIS TUBERKULOSIS


I.          PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosis telah didokumentasikan pada zaman mummi kuno di Mesir dan Peru dan merupakan salah satu penyakit yang paling lama diketahui telah menjangkiti manusia. Percival Pott menyatakan gambaran klasik dari tuberculosis tulang belakang pada tahun 1779. Sejak ditemukan obat anti tuberkulosis dan dibuktikan keampuhannya pada kesehatan masyarakat, tuberkulosis tulang belakang menjadi jarang di negara-negara industri. Tuberkulous yang menyerang tulang belakang merupakan penyebab kematian yang serius, termasuk defisit neurologis permanen dan deformitas berat. Pengobatan medis atau obat kombinasi dan pembedahan bisa mengontrol penyakit pada beberapa pasien.     
II.        DEFINISI
Infeksi pada korpus vertebra disebut spondilitis. Infeksi ini dapat menyebar melalui ligamen yang berdekatan sehingga sering mengenai 2 korpus vertebra yang berdekatan. Diskus intervertebra tidak memiliki vaskularisasi, tetapi dapat terinfeksi secara langsung dari abses vertebral. Infeksi dapat menyebar ke sentral ke dalam kanalis spinalis. Selain itu dapat juga menyebar ke jaringan lunak paraspinal.
III.       ETIOLOGI
Kuman penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada dua macam mikobakteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum dapat menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita tbc terbuka. Orang yang rentan dapat terinfeksi tbc bila menghirup bercak ini. Ini merupakan cara penularan terbanyak.
IV.       PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer terjadi setelah seseorang menginhalasi mikobacaterium tuberculosis. Banyaknya basil tahan asam dan daya tahan tubuh sangat menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil kuman menjadi dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa bulan kemudian.
Tuberkulosis Post Primer
Terjadi setelah peride laten (beberapa bulan/tahun) setelah infeksi primer. Basil yang tidur ini bias terdapat di tulang panjang, vertebra, otak, kelenjar limf hilus dan leher. Dapat terjadi karena reaktifasi dan reinfeksi. Reaktifasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi. Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas, hapusan dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati intratoraks. 
Spondilitis tuberkulosis biasanya sekunder dari infeksi di luar tulang belakang. Lesi dasar merupakan kombinasi dari osteomielitis dan arthritis. Secara tipikal, lebih dari satu vertebra yang terinfeksi. Kerusakan tulang yang progresif  sudah pasti menyebabkan hancurnya vertebra dan kifosis. Kanalis tulang belakang dapat menyempit oleh abses, jaringan granulasi, atau invasi dural secara langsung. Hal ini menyebabkan kompresi saraf spinal dan defisit neurologi.

Spondilitis tuberkulosis disebut juga penyakit Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebra.
Spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk. Pada bentuk sentral destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk ini sering ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa. Akhirnya bentuk anterior, dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.
Nekrosis dengan pengkijuan membentuk nanah yang menjadi abses dingin. Destruksi tulang mengakibatkan patah tulang kompresi.

V.        GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik hanya berupa nyeri pinggang atau punggung. Nyeri ini terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan dengan nyeri oleh penyebab lain seperti kelainan degeneratif karena biasanya keadaan umum penderita masih baik. Gejala konstitusional meliputi demam dan kehilangan berat badan.
Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus dan termasuk kompresi saraf spinal dengan manifestasi berupa paraplegia, paresis, nyeri saraf atau sindrom cauda equina.
Pada foto Roentgen belum didapat kelainan. Bila proses berlanjut, terjadi destruksi vertebra yang akan terlihat pada foto Roentgen.
CT-Scan memberikan gambaran tulang yang lebih detail dari lesi litik, sclerosis, kolap korpus dan gangguan pada sekeliling tulang. Resolusi dengan kontras memberikan gambaran jaringan lunak yang lebih baik, terutama sekali pada area epidural dan paraspinal. Dapat mendeteksi lesi secara lebih awal dan lebih efektif untuk menegaskan bagian yang tajam dan kalsifikasi abses jaringan lunak

Pada bentuk sentral akan terjadi osteoporosis dan destruksi hingga dapat terjadi kompresi vertebra. Kompresi vertebra bisa spontan, atau akibat jatuh yang ringan sehingga mungkin salah didiagnosis sebagai patah tulang kompresi traumatik. Bila terjadi kompresi, pada pemeriksaan klinis didapati gibus (punggung bungkuk = kifosis anguler). Bentuk paradiskal yang disertai destruksi korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus akan mengakibatkan iskemia sehingga terjadi nekrosis diskus. Pada gambaran Roentgen terdapat penyempitan diskus intervertebra. Bila proses terus berlanjut terjadi osteoporosis dan penyebaran ke seluruh korpus vertebra sehingga timbul kompresi vertebra dan terjadi gibus.
Beda gibus tuberkulosis dan gibus traumatik adalah didapatinya penyempitan sela diskus pada gibus traumatik. Keadaan seperti ini, tanpa penyempitan sela diskus, juga terdapat pada gibus akibat metastasis tumor korpus vertebra.
Selanjutnya akan terbentuk nekrosis yang lebih banyak berupa abses dan debris. Abses dengan debris makin banyak dan akan ke luar dari vertebra mencari lokasi dengan tahanan paling lemah. Di vertebra lumbal abses akan turun ke bawah melalui sela aponeurosis otot psoas dan berhenti di retroperitoneal yang teraba pada palpasi abdomen. Abses psoas ini terlihat pada foto Roentgen sebagai bayangan batas otot psoas yang kabur atau bayangan sklerotik di paravertebra berbentuk lonjong lancip. Abses dapat turun ke regio inguinal dan teraba sebagai benjolan yang perlu dibedakan dengan hernia femoralis.
Abses bisa berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medula spinalis dan mengakibatkan paraplegia Pott yang disebut paraplegia awal. Paraplegia awal selain karena tekanan abses dapat juga disebabkan oleh kerusakan medula spinalis akibat gangguan vaskuler. Keadaan sangat jarang ditemukan pada tuberkulosis karena proses kronik ini menyebabkan terbentuknya pembuluh darah kolateral. Paraplegia dapat juga disebabkan oleh tuberkulosis pada medula spinalis. Mielitis tuberkulosis ini biasanya akibat penyebaran per kontinuitatum dari pakimeningitis (radang duramater) tuberkulosa. Penyebaran secara hematogen jarang sekali. Paraplegia juga dapat terjadi akibat regangan yang terus menerus pada gibus yang disebut paraplegia lanjut.
Abses dingin di daerah torakal dapat menembus rongga pleura hingga terjadi abses pleura, atau bahkan ke paru bila parunya melengket pada paru. Di daerah servikal, abses dapat menembus dan berkumpul di antara vertebra dan faring.
Gejala awal paraplegia pada tuberkulosis tulang belakang dimulai dengan keluhan kaki terasa kaku atau lemah, atau penurunan koordinasi tungkai. Proses ini dimulai dengan penurunan daya kontraksi otot tungkai dan peningkatan tonusnya. Kemudian terjadi spasme otot fleksor dan akhirnya kontraktur. Pada permulaan, paraplegi terjadi karena udem sekitar abses paraspinal tetapi akhirnya karena kompresi. Karena tekanan timbul terutama dari depan, maka gangguan pada paraplegia ini kebanyakan terbatas pada traktus motorik. Paraplegia kebanyakan ditemukan di daerah torakal dan bukan lumbal, karena kanalis lumbalis agak longgar dan kauda ekuina tidak mudah tertekan.

VI.       DIAGNOSIS

Diagnosis spondilitis ditentukan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan pencitraan. Gejala yang mendukung diagnosis spondilitis tuberkulosis adalah nyeri yang meningkat pada malam hari makin lama makin berat terutama pada pergerakan. Anak kecil dapat berteriak sewaktu tidur nyenyak malam hari. Keadaan ini terjadi karena otot erektor trunkus mengendur, sehingga terdapat pergerakan kecil antara vertebra yang sangat nyeri. Kemudian terbentuk gibus dan laju endap darah meningkat. Pada foto Roentgen tampak penyempitan sela diskus dan gambaran abses paravertebral. Reaksi tuberkulin biasanya positif. Untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan pungsi abses atau dari debris yang didapat melalui pembedahan.


VII.     DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding adalah fraktur kompresi traumatik atau akibat tumor. Tumor yang sering di vertebra adalah tumor metastatik dan granuloma eosinofilik. Diagnosis banding lain adalah infeksi jamur seperti blastomikosis dan setiap proses yang mengakibatkan kifosis dengan atau tanpa skoliosis.

VIII.    PENANGGULANGAN

Terapi konservatif berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik. Dilakukan pencegahan untuk menghindari dekubitus dan kesulitan miksi dan defekasi. Umumnya penderita akan sembuh dalam waktu terbatas. Bila gangguan neurologik berubah menjadi lebih baik, penderita dapat dimobilisasi dengan alat penguat tulang belakang. Pada awal paraplegia kadang dianjurkan pembedahan.
Indikasi pembedahan bila dijumpai defisit neurologis (kemunduran neurologis akut, paraparesis, paraplegia); deformitas tulang belakang; tidak ada respon dengan terapi medis.
Bedah kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa atau kortiko-spongiosa. Tulang ini sekaligus berfungsi menjembatani vertebra yang sehat, di atas dan di bawah yang terkena tuberkulosis. Pada paraplegia terapi ini dilakukan untuk dekompresi medula spinalis. Keuntungan tindakan bedah yaitu dapat menentukan diagnosis dengan pemeriksaan mikrobiologik dan patologi serta mengintensifkan terapi medik.
Untuk menghindari komplikasi timbulnya tuberkulosis milier sesudah atau selama pembedahan, masa prabedah perlu diberi antituberkulosis selama satu sampai dua minggu.

IX.       PROGNOSIS

Prognosis spondilitis tuberkulosis bergantung pada cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Bila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosis, prognosis ad functionam juga buruk.         




DAFTAR PUSTAKA


  1. Mardjono M, Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, Edisi IX, Dian Rakyat, Jakarta, 2003
  2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,   
Jakarta, 1997
  1. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis) taken from www.emedicine.com
  2. Spondylitis Tuberculous taken from www.indomedia.com
  3. Asnawi C. Margono, Neuropati, Kapita Selekta, Edisi TI, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1996
  4. Howard, L. Werner, Lowrence P. Levitt, Buku Saku Neurologi,  Edisi ke V, EGC, Jakarta, 2001

0 komentar:

newer post older post Home