BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik merupakan suatu proses penurunan fungsi ginjal yang telah berlangsung lama dan perlahan-lahan (menahun). Pada keadaan ini kemampuan ginjal untuk mengeluarkan hasil-hasil metabolisme tubuh telah terganggu, sehingga sisa-sisa metabolisme tersebut menumpuk dan menimbulkan gejala klinik dan laboratorium yang abnormal disebut sindrom uremik. Gejala-gejala uremik ini terutama disebabkan penumpukan sisa-sisa katabolisme protein dan muncul sebagai gejala dari gangguan berbagai sistem dalam tubuh. Yang sering terlihat adalah gejala gastrointestinal berupa rasa mual, muntah dan kehilangan nafsu makan (anoreksia).1
Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang persisten dan ireversibel, yang biasanya berkembang menjadi gagal jantung terminal. Meyer dkk mengungkapkan bahwa asupan protein yang berlebih pada penderita GGK akan mempercepat terjadinya gagal ginjal terminal yaitu dengan mempercepat sklerosis glomerulus, hipertensi dengan hiperinfiltrasi glomerular. Pasien-pasien penderita GGK harus membatasi asupan natrium untuk mencegah overload cairan. Gangguan fungsi ginjal yang terjadi adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Sedangkan gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan ginjal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialisis atau transplantasi).2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis denga etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsu ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Uremia (sindroma uremik) adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.3
2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru Gagal Ginjal per tahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.
2.3 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3
a. Kerusakan ginjal (renal demage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2, selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
2.4 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik3
Klasifikasi ini didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (Stage) penyakit (tabel 1) dan atas dasar diagnosis etiologi (tabel 2). Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang dihitung dengan mempergunakan Rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
- Untuk Laki-laki:
LFG (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 – umur ) x BB
72x Kreatinin plasma(mg/dl)
- Untuk Perempuan:
LFG (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 – umur ) x BB X 0,85
72x Kreatinin plasma(mg/dl)
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar derajat penyakit |
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2) |
1. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90 2. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89 3. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30 – 59 4. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29 5. Gagal ginjal < 15 atau dialisis |
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi |
Penyakit Tipe mayor (contoh) |
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit Ginjal Non Diabetes Penyakit Glomerular (Penyakit Autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar, Hipertensi, Mikroangiopati) Penyakit Tubulointerstitial ( Pielonefritis kronis, batu, obstruksi, keracunan obat) Penyakit kistik (Ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik Keracunan obat (Siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular) Tranplant glomerulopathy |
2.5 Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan penyakit ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan ESRD (End State Renal Diseases) hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan kelas seperti yang tercantum pada tabel 3.4
Tabel 3. Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik | |
Klasifikasi Penyakit | Penyakit |
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial 2. Penyakit peradangan 3. Penyakit vaskular hipertensif 4. Gangguan jaringan ikat 5. Gangguan kongenital dan herediter 6. Penyakit metabolik 7. Nefropati toksik 8. Nefropati obstruktif | Pielonefritis kronik atau refluks nefropati Glomerulonefritis Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis maligna Stenosis arteria renalis Lupus Eritematosus Sistemik Poliarteritis nodosa Sklerosis sistemik progresif Penyakit ginjal polikistik Asidosis tubulus ginjal Diabetes melitus Gout Hiperparatiroidisme Amiloidosis Penyalahgunaan analgesik Nefropati timah Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra. |
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β(TFG-β). Beberapa hal yan juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabiltas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, saluran pernafasan, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia. Gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah lebih memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.3
2.7 Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik disertai sekelompok tanda dan gejala dengan atau tanpa penurunan curah urin, tetapi selalu disertai dengan konsentrasi nitrogen urea dan kreatinin serum yang meningkat. Riwayat penyakit sering sangat membantu, terutama jika terdapat fungsi ginjal yang normal sebelum timbulnya kerugian yang terjadi secara mendadak.
Adapun manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronik :
1. Gangguan cairan dan elektrolit
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal menjadi tidak mampu mengatur cairan, elektrolit dan sekresi hormon, sehingga dapat terjadi hipernatremia dan hiponatremia, hiperkalemia dan hipokalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.5
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang amat memberatkan pada seseorang yang mengalami penyakit ginjal kronik. Hipertensi mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, selain juga progresivitas penurunan fungsi ginjal yang terus berlangsung.6
Sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh meningkatnya produksi renin dan angiotensin, atau akibat kelebihan volume yang disebabkan oleh retensi garam dan air. Keadaan ini dapat mencetuskan gagal jantung dan mempercepat kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan baik.
3. Kelainan Kardiopulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat kelebihan volume. Aritmia janung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis uremia mungkin terjadi pada penderita uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang sudah mendapat dialisis.
4. Anemia
Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis eritropoietin pada ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapan anemia normokromik, normositik. Selain itu waktu hidup eritrosit memendek pada penderita gagal ginjal.
5. Kelainan Hematologi
Selain anemia, pasien pada gagal ginjal memiliki waktu perdarahan yang lebih lama dan kecenderungan untuk berdarah, meskipun waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan hitung trombosit normal. Mukosa gastrointestinal adalah tempat yang paling lazim untuk perdarahan uremia.
6. Efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada uremia. Perdarahan gastrointestinal sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh gastritis erosif dan angiodisplasia. Kadar amilase serum dapat meningkat sampai tiga kali kadar normal karena menurunnya bersihan ginjal.
7. Osteodistrofi ginjal
Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan pola radiologik yang klasik berupa resorpsi tulang subperiosteal (yang paling mudah dilihat pada falangs distal dan falangs pertengahan jari kedua dan ketiga), osteomalasia dan kadang-kadang osteoporosis.
8. Efek neuromuskular
Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dan dapat menyebabkan gejala “restless leg”, mati rasa, kejang dan foot drop bila berat. Penurunan status jiwa, hiperefleksia, klonus, asteriksis, koma, dan kejang mungkin terjadi pada uremia yang telah parah.
9. Efek imunologis
Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi bakterial yang berat karena menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat beredarnya toksin uremia yang tidak dikenal.
10. Efek Dermatologis
Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, selain itu juga dijumpai adanya pucat, hiperpigmentasi dan ekimosis.
11. Obat
Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus dihindari (NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin terpaksa diatur pada pasien dengan gagal ginjal7.
2.8 Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM, Infeksi Traktus urinarius, Batu Traktus urinarius, Hipertensi, Hiperurikemia, SLE, dll.
b. Sindroma uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).
Gambaran Laboratoris
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar Hb, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemi, hiponatremia, heper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis, meliputi proteinuria, leukosuria, cast, isostenuria.
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak dapat melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi, dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non invasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.3
2.8. Komplikasi
Tabel 4. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik3
Derajat | Penjelasan | LFG (ml/mnt) | Komplikasi |
1 2 3 4 5 | Kerusakan ginjal dengan LFG normal Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan Penurunan LFG sedang Penurunan LFG berat Gagal ginjal | ≥90 60-89 30-59 15-29 <15 | - Tekanan darah mulai ↑ Hiprfosfatemia Hipokalsemia Anemia Hiperparatiroid Hipertensi Hiperhomosistinemia Malnutrisi Asidosis Metabolik Cendrung hiperkalemia Dislipidemia Gagal jantung Uremia |
2.9. Penatalaksanaan
Menurut buku Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Dr.Cipto Mangunkusomo edisi 2004, tata laksana dari penyakit ginjal kronik sebagai berikut :
a). Nonfarmakologis :
- Pengaturan asupan protein :
Pasien non dialisis 0,6-0,7 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien.
Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB/hari
Pasien peritoneal diaisis 1,3 gram/kgBB/hari
- Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBB ideal/hari
- Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
- Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
- Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
- Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
- Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD: 17 mg/hari
- Kalsium: 1400-1600 mg/hari
- Besi: 10-18 mg/hari
- Magnesium: 200-300 mg/hari
- Asam folat pasien HD: 5 mg
- Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan BB di antara waktu HD <5% BB kering.
b). Farmakologis:
- Kontrol Tekanan Darah:
§ Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II kemudian evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
§ Penghambat kalsium
§ Diuretik
- Pada pasien DM, kontrol gula darah dan hindari pemakaian Metformin atau obat-obat Sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
- Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 gr/dl.
- Kontrol Hiperfosfatemia: Kalsium karbonat atau kalsium asetat
- Kontrol renal osteodistrofi: Kalsitriol.
- Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l.
- Koreksi hiperkalemi
- Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan Statin.
- Tatalaksana ginjal pengganti: Transplantasi ginjal, dialisis8.
2.10 Pencegahan
Prinsip-prinsip pencegahan penyakit ginjal adalah sebagai berikut:
- Pada orang dengan ginjal normal
a. Pada individu beresiko yaitu ada keluarga yang: berpenyakit ginjal turunan seperti batu ginjal, ginjal polikistik, atau yang berpenyakit umum seperti DM, Hipertensi, Dislipidemia (Cholesterol tinggi), obesitas, Gout. Pada kelompok ini ikuti pedoman yang khusus untuk menghindari penyakit tersebut di atas, sekali-kali kontrol periksa ke dokter atau laboratorium.
b. Individu tanpa resiko (hidup sehat), pahami tanda-tanda sakit ginjal seperti: BAK terganggu, nyeri pinggang, bengkak mata/kaki, infeksi di luar ginjal (leher dan tenggorokan) kemudian berobat/kontrol untuk menghindari fase kronik/berkepanjangan.
- Pada orang dengan ginjal terganggu ringan/sedang
Hati-hati dengan obat rematik, antibiotik tertentu, infeksi harus segera diobati, hindari kekurangan cairan dan kontrol secara periodik.
3. Ginjal terganggu berat/terminal
Terapi pengganti ginjal (renal replacement treatment).9
2.11 Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.10
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit ginjal kronis adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut.11
Kriteria diagnosis Penyakit Ginjal Kronik:
1. Kerusakan ginjal (renal demage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2, selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Penyakit Ginjal Kronik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan seperti Glomerulonefritis, Pielonefritis, Hipertensi, Penyakit vaskular kolagen terutama SLE, Metabolik (DM, GOUT, Kehilangan kalium yang kronik, Konsumsi analgetik yang kronik, Amiloidosis), Obstruksi pada saluran urin, Kongenital (Ginjal polikistik, Asidosis tubular, Sindroma Fanconi).12
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan: lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat, BAK berkurang. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru. Dari laboratorium terdapat gangguan fungsi ginjal berupa ureum dan kreatinin meningkat, klirens kreatinin menurun, Asam urat naik, rasio kalium/natrium meningkat (K naik, Na turun), Dislipidemia, Asam guanidosuksinat plasma meningkat. Pemeriksaan khusus untuk Penyakit Ginjal Kronik: IVP, USG, dan biopsi ginjal.
Komplikasi pada PGK berupa hiperkalemia, gangguan keseimbangan asam basa, hipertensi, perikarditis, gagal jantung, anemia, perdarahan usus, pleuritis dan asidosis.13
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
· Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
· Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
· Memperlambat pemburukan (progession) fungsi ginjal
· Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
· Pencegan dan terapi terhadap komplikasi
· Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djarwoto B, Sja’bani M. Nutrisi pada Gagal Ginjal dalam Buku Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan 2000 Ilmu Penyakit Dalam FK UGM. Editor: Ahmad Husein Asdie. Medika FK UGM Yogyakarta. Desember 2000. Hal 118-127.
2. Mansjoer A. Gagal Ginjal Kronik dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2004. Hal 531-534.
3. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Editor: Ani W Sudoyo. Jilid I. Edisi 4. FKUI. Jakarta. Juni 2006. Hal 581-584
4. Wilson LM. Gagal Ginjal Kronik. Dalam buku Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses penyakit. Editor: Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Edisi VI. EGC. Jakarta. 2006. Hal 912-945.
5. Brenner BM, Lazarus JM. Gagal Ginjal Kronik dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Volume 3. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2000. Hal 1435-1442
6. Suhardjono. Penatalaksanaan Hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik dalam Buku Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001 FK UGM. Editor: Idrus Alwi, Siti Setiati, dkk. Pusat Informasi dan Penerbitan Bag.Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. September 2001. Hal 179-190
7. Stein JH.MD. Gagal Ginjal Kronis dalam buku Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Editor: dr.E.Nugroho. EGC. Jakarta.1998. Hal 180-184.
8. Rani AA.Prof.Dr.SpPD.Kgeh. Penyakit Ginjal Kronik dalam buku Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2004. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Dr.Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2004. Hal 149-150.
9. Tim dokter RS Mediros. Konsultasi Mencegah Gagal Ginjal. Didapat dari www.sinarharapan.co.id . 2005.
11. Kapojos EJ. Gagal Ginjal Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 3, jil. II, Balai Penerbit FKUI: Jakarta, 2001
12. Burton JL. Penyakit Ginjal. Dalam Buku Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam untuk Pemula. Binarupa Aksara. Jakarta. 1989. Hal 153-158.
13. Mubin AH.Prof.DR.Dr.SpPD.MSc.KPTI. Gagal Ginjal Kronik. dalam buku Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. EGC Jakarta.2001. Hal 372-375.
0 komentar:
Posting Komentar