PENDAHULUAN
Kardiologi dan bedah jantung adalah bidang kedokteran yang sangat pesat perkembangannya dalam dua dasawarsa terakhir. Pada masa sebelum itu kardiologi dianggap sebagai ilmu yang susah dipahami.1
Kardiologi merupakan suatu cabang ilmu yang relative baru yang sangat pesat kemajuannya, baik dari segi ilmu dan teknologinya, maupun dari segi konsep pendekatannya untuk penanggulangan masalah. Lulusan dokter sangat memerlukan pengetahuan yang memadai dalam bidang kardiovaskuler, karena masalah jantung dan pembuluh darah di masyarakat sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sebagaimana diketahui dari SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) 1992 penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian.1
Jantung dan pembuluh darah merupakan alat dalam tubuh yang mengatur peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke jaringan. Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA, nodus AV, berkas His, dan serabut Purkinye. Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler. Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi dan memperbaiki sistem kardiovaskuler secara langsung ataupun tidak langsung.2
Di tengah memerangi penyakit infeksi, Indonesia mesti menghadapi isu penting; ancaman penyakit degeneratif. Pada dasawarsa terakhir populasi geriatri dan angka harapan hidup makin meningkat. Tak pelak, ancaman penyakit degeneratif di Tanah Air menjadi "gajah" di depan mata.14
Menuanya organ tubuh tak lebih dari sebuah proses alamiah. Namun, sangat sulit membedakan antara penuaan normal yang tidak bisa dicegah dengan kerusakan organ akibat penuaan yang sebenarnya dapat dicegah. Kerusakan akibat penuaan biasanya akan mengalami dua macam interaksi, yang berasal dari penuaan itu sendiri atau proses patologis yang mengikuti penyakit jantung tersebut. Kelompok ini pun sering mengalami kelainan klinis akibat komorbiditas serta polifarmasi.14
SISTEM KARDIOVASKULER
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.2
• Fungsi jantung
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.2
Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan.2
Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan.2
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.2
Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.2
Fungsi jantung sebagai pompa tidak semata untuk mengalirkan darah ke seluruh jaringan tubuh. Darah merupakan media transportasi O2, CO2 dan bahan metabolisme sel, mengatur keseimbangan asam basa, pengontrol suhu, dan pengatur hormon serta sel imunitas. Darah berisi komponen eritrosit yang mengandung hemoglobin berperan dalam membawa oksigen, selain itu juga leukosit, sel-sel imunologi serta trombosit, dan 55 % darah adalah plasma.3
Denyut jantung yang normal adalah 60-100x/menit. Apabila denyut jantung saat istirahat di atas 100x/menit, bisa diperkirakan menderita gangguan irama jantung (takikardi). Begitu pula bila detak jantung di bawah 60 x/menit, mengalami gangguan irama jantung lemah (bradikardi). Pada satu kondisi tertentu, denyutnya bisa berubah cepat atau lambat dan tak mengindahkan irama normalnya.4
DEFINISI
Bila urat nadi di pergelangan tangan disentuh, Anda akan merasakan denyut yang bergerak ritmis. Denyut itu memperlihatkan gerakan ventrikel jantung. Setiap hari ventrikel jantung selalu berdenyut untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Denyut yang dirasakan bergerak normal dan ritmis. Pada satu kondisi tertentu denyutnya bisa berubah cepat dan tak mengindahkan irama normalnya. Ini terjadi pada kasus penyakit jantung. Kasus tersebut diistilahkan dengan fibrilasi.11
Atrial fibrilasi adalah suatu irama atrium yang cepat, yang tidak beraturan. Gejalanya meliputi rasa berdebar-debar dan kadang-kadang disertai kelemahan, dyspnea dan presyncope. Sering terbentuk trombus di atrium, yang dapat menyebabkan resiko terjadinya stroke embolic. Diagnosa ditegakkan dengan EKG. Perawatan melibatkan tingkat pengendalian dengan obat, pencegahan terjadinya thromboembolism dengan antikoagulan, dan kadang-kadang konversi ke irama sinus dengan obat atau kardioversi.5
Atrial fibrilasi (AF) adalah gangguan jantung yang paling umum (ritme jantung abnormal) dengan detak jantung cepat dan tak teratur, yang mengarah pada akibat embolik serius.
ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Banyak kasus gangguan irama jantung yang tidak diketahui penyebab dasarnya. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita penyakit yang mematikan itu mencapai 28 juta kasus di Indonesia.13
Penyebab paling sering adalah hipertensi, cardiomyopathy, kelainan katup mitral dan trikuspid, hyperthyroidism, kebiasaan konsumsi alkohol (holiday heart). Penyebab yang jarang meliputi pulmonary embolism, atrial septal defect (ASD), dan penyakit jantung defect kongenital lainnya, COPD, myocarditis, dan pericarditis.
Penyebab dari abnormalitas irama jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
· Irama abnormal dari pacu jantung.
· Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
· Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
· Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
· Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hampir semua bagian jantung.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan abnormalitas irama jantung adalah :
· Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
· Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
· Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
· Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
· Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
· Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
· Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
· Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
· Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
· Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
· Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).
Gangguan irama jantung dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni gangguan pembentukan rangsang, nodus SA mengirim impuls listrik dengan irama atau frekuensi yang abnormal, denyut jantung yang seharusnya berawal dari nodus SA, dimulai dari tempat lain di jantung.
Kedua, gangguan konduksi (pengantaran) listrik jantung berupa hambatan atau blokade impuls listrik dalam jantung dan yang ketiga gangguan pembentukan dan konduksi listrik, kombinasi kedua hal di atas.
Wujud klinis dari gangguan irama jantung tak hanya terbatas pada ketidakteraturan denyut jantung. Gangguan kecepatan denyut dan konduksi listrik jantung pun masuk dalam ruang lingkupnya.4
GEJALA DAN TANDA
Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi (rasa berdebar-debar), rasa tidak nyaman di dada, atau dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit). Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemic.5
PATOFISIOLOGI
Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.4
Fibrilasi atrium (AF) merupakan jenis aritmia yang paling sering dijumpai terutama pada penderita stenosis mitral (MS). Atrium kanan mempunyai karakteristik anatomis tertentu yang menyebabkan halangan elektrofisiologis alamiah yang memungkinkan terjadinya simit reentry, sehingga memudahkan timbulnya aritmia seperti flutter atrium.5
Pada fibrilasi, frekuensi denyut jantungnya sulit dihitung. Kasus ini bisa terjadi pada atrium jantung (fibrilasi atrium) dan pada ventrikel jantung (fibrilasi ventrikel). Kondisi ini timbul karena adanya impuls listrik sangat cepat dan tak teratur. Akibatnya, denyut atrium maupun ventrikel (bilik utama jantung) menjadi sangat cepat dan tak teratur. Fibrilasi atrium disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis. Gejalanya meliputi lemah, pucat, mual, berdebar-debar, dan disertai shocked.9
Sehubungan dengan kelainan irama jantung, kita perlu tahu bahwa pusat pembangkit listrik jantung berada di atrium kanan (SA Node). Rangsang listrik disalurkan ke pembangkit berikutnya yang berada di tengah, antara atrium dan ventrikel (AV Node). Dari tempat ini, rangsang disalurkan ke kedua ventrikel jantung.6
Pada atrial fibrilasi, dinding atrium berfungsi juga sebagai pusat listrik sehingga menimbulkan rangsang yang tidak beraturan (kacau atrium). Untunglah, tidak semua rangsang dari atrium diteruskan ke ventrikel jantung, sehingga tidak mengalami situasi gawat-darurat akibat kacau ventrikel (ventrikel fibrilasi).6
Rasa mencekam akan dirasakan penderita fibrilasi atrium, aritmia jantung karena gangguan penyebaran rangsang melalui otot-otot atrium jantung, manakala penyakitnya kambuh. Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya jantung berdetak tidak normal, seolah-olah bisa saja berhenti setiap saat.7
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan EKG. Karakteristik :
· Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
· Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.
· Kompleks QRS : Biasanya normal .
· Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
· Irama : irreguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Irregularitas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.8
Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat (kira-kira 400-700 per menit), namun setiap rangsang listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi yang uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut gelombang ”f” yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui nodus AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat melalui nodus AV sehingga irama QRS sangat tidak teratur.1
KOMPLIKASI
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas, yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di bagian tubuh yang lain.7
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan turbulensi darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per menit padahal biasanya tak lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar peluang terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali melanjutkan perjalanannya memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga terjadi stroke. Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak teratur. Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak.8
AF mengakibatkan pembentukan trombus (gumpalan) pada aurikel (ventrikel jantung atas) yang dapat lepas ke dalam sirkulasi dan menghambat arteri pada sistem saraf pusat (CNS), sehingga menyebabkan stroke, atau, bila terjadi di luar CNS, mengakibatkan embolisme sistemik non CNS.
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung kongenital.
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.9
Pengobatan diperlukan bila laju QRS cepat atau sangat lambat. Bila QRS cepat dan hemodinamik baik, dilakukan digitalisasi. Bila QRS cepat dan hemodinamik terganggu atau bila ada payah jantung dilakukan konversi DC tersinkronisasi. Penderita yang sudah menjalani digitalisasi dapat dikonversi atau dipelihara iramanya dengan kinidin atau prokainamid. Bila dengan digitalis irama jantung masih cepat, propanolol dapat menurunkan laju irama jantung asalkan tidak ada indikasi kontra.1
Tujuan pengobatan AF adalah untuk mengembalikan irama jantung ke irama sinus. Pada AF kronis yang tanpa keluhan (controlled AF), atau untuk profilaksis sesudah suatu serangan AF akut, biasanya dimulai dengan obat-obat antiaritmia kelas 1. Klinidin merupakan obat yang paling sering digunakan di dalam kelompok obat-obat ini.
Pemberian klinidin selalu harus didahului dengan obat-obat yang memiliki efek menghambat konduksi nodus AV seperti digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium.
Klinidin (sulfat atau glukonat) biasanya diberikan per oral dengan dosis berkisar 300-600 mg setiap 6 jam. Efek terapeutik klinidin tercapai bila konsentrasinya di dalam plasma 2-5 ug/ml. Salah satu efek samping klinidin adalah terjadi perpanjangan interval QRS dan QT, sehingga memudahkan timbulnya VT, fibrilasi ventrikel, atau torsade de pointes melalui mekanisme reentri. Oleh sebab itu, pada penderita yang menerima klinidin, apabila ditemukan interval QT memanjang, dosis klinidin harus dikurangi.
Pada keadaan dimana obat-obat antiaritmia tidak berhasil mengembalikan Af ke irama sinus, maka usaha selanjutnya adalah mempertahankan laju ventrikel yang optimal dengan digoksin, penyekat beta dan antagonis kalsium (verapamil atau diltiazem). Untuk penderita AF, laju ventrikel optimal adalah ± 90 kali/menit.
Pada AF akut dengan rapid ventricular response, apabila belum terjadi gangguan hemodinamik, maka tindakan pertama ialah menurunkan laju ventrikel dengan pemberian digoksin, pemberian antagonis kalsium atau penyekat beta (intravena) juga dilaporkan efektif. Pada AF akut yang disertai gangguan stabilitas hemodinamik, maka biasanya langsung dilakukan kardioversi, kemudian diikuti pengobatan farmakologik seperti tersebut di atas.
Di dalam penelitian ditemukan bahwa pada penderita AF kronis, insiden terserangnya stroke adalah 6 kali lebih tinggi dibanding yang tanpa AF, dan umur rata-rata mereka lebih pendek dibandingkan dengan orang yang tidak menderita AF. Dengan demikian, dianjurkan pemberian antikoagulan oral pada penderita AF, terlebih bagi yang mengidap penyakit jantung rematik, gagal jantung, kardiomegali, katup prostetik, sick sinus syndrome, atau yang memiliki fenomena emboli.10
Sebuah penelitian yang terangkum dalam The New England Journal of Medicine volume 342 menunjukkan, bahwa Amiodaron dosis rendah dapat lebih efektif dan aman (dibandingkan obat lain), dalam mencegah timbulnya kekambuhan fibrilasi atrium.
Penderita AF yang resisten atau karena suatu sebab tidak tahan terhadap obat-obat antiaritmia kelas 1, dapat dicoba dengan obat antiaritmia kelas 3, yaitu amiodaron. Amiodaron (cordarone) adalah obat antiaritmia yang unik karena memiliki efek memperpanjang durasi potensial aksi dan sekaligus memperpanjang masa refrakter atrium. Amiodaron dosis rendah telah dilaporkan efektif dalam mengembalikan irama AF ke irama sinus (dalam keadaan darurat dapat diberikan per intravena). Obat ini tidak banyak mempengaruhi kontraktilitas jantung sehingga cukup aman diberikan kepada penderita gagal jantung. Dosis amiodaron untuk AF adalah 600 mg/hari selama 2 minggu pertama dan 400 mg/hari selama 2 minggu kedua, kemudian diikuti dosis pemeliharaan yaitu 200 mg/hari.10
Penelitian tersebut memperbandingkan efektivitas dan keamanan Amiodaron dibandingkan Sotalol atau Propafenone. Secara acak, pasien yang pernah mengalami paling tidak satu kali episode fibrilasi atrium diberikan salah satu dari ketiga obat tersebut selama enam bulan.
Jumlah pasien yang diteliti 403 orang, 201 orang diberikan Amiodaron dan 202 lainnya diberikan Sotalol atau Propafenone. Setelah diikuti perkembangannya selama 16 bulan, diketahui hanya 71 pasien yang diberi Amiodaron (35 persen), mengalami kekambuhan fibrilasi atrium. Sementara kekambuhan pada pasien yang diberi Sotalol dan Propafenone, tercatat 127 orang (63 persen).
Hal ini menunjukkan, Amiodaron terbukti lebih efektif dibandingkan Sotalol dan Propafenone dalam mencegah kekambuhan fibriasi atrium. Sayangnya, belum ada penelitian mengenai efektivitas dan keamanan pemberian Amiodaron dalam dosis besar.7
Karena sumbatan pada pembuluh darah otak berhubungan dengan atrial fibrilasi kronis pada jantung, maka perlu dipertimbangkan pemberian obat yang menyebabkan darah tidak mudah membeku (antikoagulan) sehingga memperkecil kemungkinan timbulnya gumpalan baru dan penyumbatan. Beberapa uji klinis yang besar menyimpulkan bahwa pemberian antikoagulan akan menurunkan frekuensi stroke sampai 60 persen.
Bila setelah dievaluasi ternyata respons frekuensi bilik jantung terhadap atrial fibrilasi sulit dikendalikan dan peluang untuk mengalami stroke berulang masih cukup besar, maka perlu dipertimbangkan tindakan kardioversi.
Kardioversi adalah metode sederhana menghentikan irama jantung dengan cara meletakkan dua buah cakram elektrode di bagian atas dan bawah kiri permukaan dada, kemudian dilakukan shock aliran listrik searah. Kejutan listrik diawali dengan energi rendah, meningkat sesuai kebutuhan.
Respons pasien berupa sentakan tunggal dari otot dada dan tarikan ringan dari lengan. Ritme normal segera terlihat di monitor dan beberapa waktu kemudian dapat segera melakukan aktivitas seperti semula. Lebih mutakhir lagi, pada keadaan atrial fibrilasi menjadi bagian dari penyakit pusat pembangkit listrik utama jantung, perlu dilakukan tindakan ablasi pada AV Node dengan memasukkan kateter kecil ke dalam jantung melalui pembuluh nadi di lengan atau di lipat paha, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan pacu jantung sebagai pengendali irama. Demikian jawaban kami dan semoga lekas sembuh.6
Penelitian berikutnya membuktikan bahwa Simarc aman dan merupakan obat terbaik untuk mencegah komplikasi bekuan darah pada gangguan irama jantung fibrilasi atrium di usia lanjut lebih dari 75 tahun. Sementara penelitian terbaru dilansir oleh majalah kedokteran terkemuka, Lancet, awal Agustus 2007.
Diteliti 973 orang usia lanjut dengan gangguan irama jantung dan dipantau selama lebih dari dua setengah tahun. Yang diberi obat Aspirin sebanyak 48 orang mengalami stroke, sedangkan dengan Simarc hanya setengahnya, 24 orang. Jadi, manfaat Simarc jelas lebih baik daripada Aspirin. Tingkat keamanan bagus, komplikasi perdarahan tidak lebih sering ditemukan untuk pasien yang mengonsumsi Simarc.11
Standar penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk prevensi serangan stroke pada pasien-pasien dengan kelainan fibrilasi atrium adalah dengan pemberian warfarin. Syarat dari penggunaan warfarin pada pasien ini adalah tidak adanya faktor resiko terjadinya perdarahan.
Danny McCormick beserta rekannya meneliti prevalensi dan kualitas dari penggunaan warfarin pada pasien-pasien dengan fibrilasi atrium. Hal ini berlandaskan asumsi bahwa walaupun penggunaan warfarin telah direkomendasikan untuk pasien-pasien tersebut; pada kenyataannya kualitas dan prevalensi pemberian warfarin masih belum optimal.
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan menelusuri rekam medis (status) pasien-pasien yang datang ke fasilitas-fasilitas kesehatan di Connecticut, Amerika Serikat. Dilakukan penghitungan jumlah pasien dengan kelainan fibrilasi atrium, jumlah pasien yang memenuhi kriteria pemberian warfarin (ideal), jumlah pasien yang menerima pengobatan warfarin, dan jumlah hari pengobatan dengan warfarin yang mencapai range rasio kadar terapi yang sesuai standar internasional (International Normalized Ratio / INR), yaitu sebesar 2,0-3,0. Hubungan antara penggunaan warfarin dan pemunculan kejadian stroke dan faktor resiko perdarahan ditentukan melalui perhitungan analisis multivarian.
Setelah melakukan penelitian, diketahui bahwa serangan fibrilasi atrium terjadi pada 429 pasien (17%) dari total 2587 pasien. Dari 429 pasien dengan fibrilasi atrium tersebut, yang kemudian menerima pengobatan warfarin adalah sebesar 42 %. Walaupun begitu, hanya 43 pasien (53%) dari 83 pasien yang dikandidatkan (ideal mendapatkan terapi warfarin), yang mendapat warfarin. Demikian pula diketahui hanya 51% waktu pengobatan yang memenuhi rasio kadar terapi (INR) pada pasien-pasien tersebut. Rasio odds dari pemberian warfarin menurun sesuai dengan peningkatan jumlah faktor risiko perdarahan dan meningkat sesuai dengan peningkatan faktor risiko stroke (tidak signifikan).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah serangan fibrilasi atrium sering dijumpai pada pasien-pasien yang mengunjungi fasilitas-fasilitas kesehatan di Connecticut. Pada kenyataannya, kurang dari separuh pasien-pasien tersebut yang mendapat terapi warfarin, bahkan juga terhadap pasien-pasien yang sebenarnya ideal untuk menerima warfarin. Demikian pula masih banyak pasien-pasien yang belum mencapai kadar terapi warfarin optimal.12
Banyak usaha dan penelitian untuk mengendalikan gangguan irama jantung. Tapi yang utama, harus diatasi penyakit dasar yang menyebabkan timbulnya gangguan irama tersebut. Apabila gangguan itu disebabkan serangan jantung (infark miokard akut) harus dilakukan pengobatan yang tepat. Bila disebabkan karena gangguan katup jantung seperti mitral stenosis, maka yang dilakukan adalah dengan penggantian katup.
Untuk mengembalikan irama jantung agar normal lagi bisa dengan kardiovarsi elektrik atau semacam kejut jantung. Kini, alat kejut listrik yang banyak dipakai adalah defibrillator bifasik. Di era 1980-an lantas dikenal konsep penggunaan pacu jantung permanen untuk mengatasi fibrilasi atrium.
Dikenal juga tindakan ablasi kateter, yakni dengan mematikan fokus (sumber listrik yang abnormal) dengan semacam gelombang sehingga tidak menimbulkan gangguan irama lagi.13
KESIMPULAN
Ø Atrial fibrilasi (AF) adalah gangguan jantung yang paling umum (ritme jantung abnormal) dengan detak jantung cepat dan tak teratur, yang mengarah pada akibat embolik serius.
Ø Penyebab paling sering adalah hipertensi, cardiomyopathy, kelainan katup mitral dan trikuspid, hyperthyroidism, kebiasaan konsumsi alkohol (holiday heart).
Ø Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi (rasa berdebar-debar), rasa tidak nyaman di dada, atau dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit).
Ø Diagnosis Atrial fibrilasi dapat ditegakkan dengan EKG
Ø Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas, yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di bagian tubuh yang lain.
Ø Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lili Ismudiati Rilantono, dkk, Buku Ajar Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Gaya Baru, 2002, Jakarta
2. Raden Sanjoyo, Biomedik Farmakologi Sistem Kardiovaskuler, Universitas Gadjah Mada, 2006, Yogyakarta
3. Teddy Ontoseno, Gangguan Jantung Pada Anak Dengan Penyakit Kritis, Divisi Kardiologi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya, Surabaya, 2006
4. Adiputro dr, SpJP, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RSUD Ulin Banjarmasin
5. Beers, Marck, MD et all. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Merck Laboratories. USA. 2006
6. Doli Kaunang, dr, SpJP, Ahli Jantung, Stroke dan Denyut Jantung Tidak Teratur, RS Mediros, 2007
7. Copyright @ 2003 PDPERSI.CO.ID PUSAT DATA & INFORMASI – PERHIMPUNAN RUMAH SAKIT SELURUH INDONESIA, Komplek Sentra Bisnis Artha Gading Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7A No. 28 Kelapa Gading Jakarta Utara
8. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association
9. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
10. EKG Dan Terapi Penyakit Jantung
11. Republika Online dalam file:///C:/Documents%20and%20Settings/acer/My%20Documents/Atrial%20Fibrillasi/koran_detail.asp.htm
12. Danny MC, Jerry HG, Robert JG, Richard B, Janet PT, Anne E, Martha JR. Archives of Internal Medicine 2001;161:2458-2463
13. Sjaharuddin Harun, Dr, Prof, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, dalam jumpa pers di FKUI RSCM, Jl Diponegoro, Jakarta, 2007
14. http://www.majalah-farmacia.com
1 komentar:
Assalamu'alaikum kak,
Blognya sangat menarik dan bermanfaat. Kalo saya boleh memberi masukkan, nama penulisnya mohon dicantumkan yah kak. Terima kasih, wassalamu'alaikum.
Posting Komentar