Selasa, 11 Januari 2011

Involving Children In Medical Teatment


Kemajuan dan perkembangan bidang kedokteran berjalan seiring dengan kemajuan dan perkembangan dunia ilmu dan teknologi pada umumnya. Penemuan baru apa pun dalam dunia ilmu dan teknologi pasti memberikan pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, tehadap bidang kedokteran. Oleh karena itu, setiap dokter harus merasa terpanggil untuk selalu berupaya memutakhirkan pengetahuan dan profesinya sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.1

Perkembangan dan tuntutan zaman itu tidak hanya menyangkut dunia kedokteran sebagai salah satu bidang ilmu, tetapi juga berhubungan dengan kelompok masyarakat yang memerlukan jasa dan pelayanan seorang dokter. Dengan perkataan lain, seorang dokter juga diharuskan “mengenal” pasiennya secara baik. Ini berarti bahwa selain mengetahui secara tepat jenis penyakit atau keluhan si pasien dan menentukan bagaimana cara pengobatannya, ia juga perlu mengetahui secara tepat pula bagaimana cara bersikap terhadap si pasien yang bersangkutan sebagai sesama manusia, sebagai anggota kelompok masyarakatyang terikat pada tata nilai yang berlaku.1

Profesi kedokteran telah lama menjadi sasaran kritik sosial yang tajam. Rasa kurang puas terhadap dokter telah sering pula diungkapkan. Sebelum kritik sosial terhadap profesi kedokteran muncul dalam media massa di kalangan profesi kedokteran sendiri telah banyak pendapat tentang kemunduran pengamalan etika kedokteran di negeri kita ini.1

Profesi kedokteran di negara kita mau tidak mau berhadapan dengan sejumlah masalah, etik kedokteran yang bagi para sejawat di negara-negara lain akan cukup membingungkan. Yang menentukan keputusan tentang jenis pelayanan kesehatan yang akan diberikan adalah pasien dan keluarganya. Dalam hal itu karyawan bidang kesehatan berperan sebagai pembina dan narasumber dalam pengambilan keputusan tersebut.1

Pembangunan kesehatan Nasional yang telah diselenggarakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan salah satu dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dari seluruh masyarakat Indonesia, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.3
Pembangunan, yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan tidak hanya bertujuan untuk memajukan kehidupan lahiriah saja, atau untuk mengisi kepuasan batiniah, melainkan juga untuk menciptakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya.3

Hal yang paling mendalam dalam hubungan antara pasien dan dokter adalah rasa saling percaya. Pasien sebagai pihak yang memerlukan pertolongan percaya bahwa dokter dapat menyembuhkan penyakitnya. Sementara itu, dokter juga percaya bahwa pasien telah memberikan keterangan yang benar mengenai penyakitnya dan ia akan mematuhi segala petunjuk dokter. Namun, seringkali rasa percaya diri itu hilang sehingga salah satu pihak, terutama pihak pasien, merasa dirugikan. Oleh karena itu, diperlukan panjelasan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak agar proses pelayanan kesehatan bisa berjalan dengan lebih teratur dan mereka bisa saling menghargai.1

Dalam perkembangan teknologi di bidang kedokteran saat ini, informed consent tidak hanya berpengaruh terhadap bidang riset/penelitian klinis, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan diagnostik dan terapeutik. Misalnya, sekarang banyak tindakan-tindakan diagnostik dan terapeutik yang tidak bisa ditebak akibatnya terhadap tubuh sehingga batas-batasnya tidak tegas benar. Hal ini membuat hubungan dokter dengan pasien menjadi lebih kompleks. Masalah informed consent dalam hal itu harus benar-benar diperhatikan, terutama oleh dokter yang secara etik bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien.
Seperti yang diutarakan diatas, dalam informed consent hak asasi pasien sebagai manusia harus tetap dihormati. Pasien berhak menolak dilakukannya suatu tindakan terhadap dirinya atas dasar informasi yang telah diperoleh dari dokter yang bersangkutan. Pengertian self determination ini terkenal setelah Hakim Benyamin Cordozo di Amerika Serikat (1914) mengeluarkan keputusan dalam suatu sidang pengadilan yang berbunyi :
”Setiap manusia yang dewasa dan berpikiran sehat berhak untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan keluarganya dan seorang yang melakukan tanpa seijin pasiennya dapat dianggap melakukan pelanggaran hukum, yang harus ia pertanggungjawabkan segala kerugian”.1

Anak adalah titipan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena itu nasib dan masa depan anak-anak adalah tanggung jawab semua. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB lewat Keputusan Presiden No 36/1990. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia wajib memenuhi hak-hak anak bagi semua anak tanpa kecuali. Selain itu terdapat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. UU No 23/1992 tentang Kesehatan mengatur penyelenggaraan kesehatan anak. Pasal 17 Ayat (2) menegaskan, peningkatan kesehatan anak dilakukan sejak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah, dan usia sekolah. Pasal 8, tiap anak berhak mendapat pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Namun dengan adanya berbagai perangkat hukum dan politik itu nasib anak Indoneia relatif belum banyak berubah. Di beberapa sisi terlihat penurunan kesehatan dan kesejahteraan anak. Belum lagi permasalahan klasik tentang gizi buruk, angka kematian anak atau kasus infeksi yang meskipun membaik tetapi masih menjadi kendala.4

PENTINGNYA KEDUDUKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK

Setiap manusia memiliki hak subjektif mulai dari saat dilahirkan ke dunia ini. Jadi, sejak itu ia mulai memiliki hak asasi manusia. Salah satunya adalah the right of self determination, yaitu hak untuk menentukan tentang badannya sendiri yang merupakan salah satu hak dasar yang paling penting yang dimiliki manusia.1

Bagaimana jika hal tersebut dihubungkan dengan kekuasaan orang tua terhadap anaknya? Hilangkah kekuasaan sang anak untuk menentukan sesuatu tentang dirinya sendiri? Jawabnya adalah anak tetap memiliki hak tersebut, tetapi orang tua membantu dan melindungi anaknya dalam memakai hak tersebut.1

Untuk itu kita perlu membedakan orang dibawah umur kedalam dua kelompok, membedakan kelompok di bawah umur yang mendekati dewasa. Prinsip yuridis bahwa orang di bawah umur tidak mempunyai wewenang bertindak di negeri Belanda sudah banyak dilanggar berkat peraturan perundang-undangan. Menurut KUH Perdata Belanda (BW), setiap orang yang sudah mencapai usia 18 tahun dapat mengakui (erkennen) anak dan dapat pula membuat suatu testamen/surat wasiat, disamping itu juga dapat mengadakan perjanjian kerja. Selanjutnya menurut UH Pidana Belanda (WVS) orang yang sudah mencapai usia 16 tahun dapat mengajukan pengaduan pada delik aduan (klacht delicten).1

Dalam pergaulan hidup, sudah banyak terjadi orang di bawah umur membeli radio atau pakaian tanpa diperlukan adanya izin orang tuanya terlebih dahulu. Dewasa ini pandangan hukum tentang orang di bawah umur sedang dalam proses evolusi.
Umumnya dokter akan berusaha mendapat persetujuan tindak medis dari pasien di bawah umur setelah memberikannya informasi, disamping berusaha untuk mendapatkan persetujuan dari orang tuanya.1

Dalam menghadapi pasien di bawah umur yang sudah mendekati usia dewasa (de oudere minder jarige), dokter boleh bertindak tanpa izin orang tua. Amun, apabila akan melakukan tindakan medis yang berat, dokter juga meminta persetujuan orang tua. Dalam menghadapi pasien di bawah umur yang masih muda (de jongere minder jarige) pada umumnya dibutuhkan persetujuan orang tua, walaupun dokter juga berusaha juga mendapatkan persetujuan dari pasien itu sendiri karena yang bersangkutan sejak lahir telah diakui memiliki hak asasi.1

Penelitian pada orang yang belum dewasa tidak boleh dilakukan kecuali penelitian itu diadakan dalam rangka terapi dengan syarat mutlak, yaitu penelitian tersebut hanya dapat dilakukan pada pasien di bawah umur. Persetujuan orang tua dalam pengobatan mutlak diperlukan, di samping persetujuan dari pasien yang bersangkutan yang di bawah umur dan yang mendekati dewasa.1

Pengobatan terhadap orang di bawah umur dianjurkan untuk mengangkat seseorang yang mengurus/melindungi kepentingan pasien di bawah umur itu selama pengobatan berlangsung. Selanjutnya, orang itu dapat dinamakan sebagai penasihat. Penasihat diberi wewenang untuk menarik pasien dari pengobatan jika ia menganggap hal ini sesuai dengan kepentingan pasien tersebut.1

Pengobatan yang melibatkan bayi, balita dan anak-anak memperlihatkan bidang-bidang dengan banyak perbedaan dari pembicaraan yang telah dikemukakan. Dapatkah seorang objek diikutsertakan dalam proyek pengobatan, sedangkan padanya tidak terdapat kematangan untuk mengerti dan menghargai secara sepenuhnya keuntungan dan risiko terhadap pengobatan.
Karena immaturitas yang tinggi dari spesies manusia pada waktu ia dilahirkan, jumlah bayi yang normal dapat memperoleh kerugian (kerusakan) yang amat tinggi atau akan tak berdaya untuk hidup terus tanpa adanya kemajuan dalam ilmu kedokteran. Berbeda dari spesies lain, bayi manusia secara keseluruhan bergantung kepada orang lain untuk waktu berbulan-bulan dan membutuhkan campur tangan (intervensi) yang berulang-ulang agar dapat hidup terus (survive).1

Bayi prematur umpamanya, bukanlah suatu bagian spesies kita yang abnormal, tetapi seorang manusia biasa seutuhnya yang berada dalam masa kehidupan dini. Manusia-manusia normal seperti ini akan mengalami kerusakan dan cedera atau mati dalam jumlah yang besar kalau tidak diberikan campur tangan atau intervensi yang tepat. Pusat susunan saraf, sistem respiratorik, sistem gastrointestinal, dan urogenital semua masih immatur. Daya adaptasinya begitu terbatas sehingga jika campur tangan atau intervensi tidak diatur secara cermat dan tepat, tidak akan memiliki kelangsungan hidup. Kita disini tidak membicarakan manusia yang akan memperoleh kehidupan yang lebih bahagia dan sejahtera, tetapi kita membicarakan kelangsungan hidup. Faktor itu membawa kita ke era yang penting sekali. Jika campur tangan tidak tepat, maka sejumlah besar manusia akan mati atau mengalami kerusakan, baik badaniah maupun rohaniah yang berat. Jika oksigen tidak diberikan kepada bayi immatur atau prematur, banyak berakibat kematian.1

Persetujuan dikatakan penting karena dua alasan, yaitu respek atau rasa hormat terhadap otonomi dan martabat si individu. Meskipun tak ada bahaya atau risiko, kita tetap mengharapkan persetujuan karena rasa hormat kepada kebebasab individu untuk memilih dan juga karena rasa hormat terhadap individu sebagai seseorang.1

Bagaimana aspek individu ini diterapkan kepada bayi dan anak balita? Otonomi berarti kebebasan untuk memilih. Kesanggupan menetapkan jalan hidup bagi dirinya tak mungkin diterapkan terhadap bayi. Bayi tidak mempunyai otonomi. Memilih makanan saja tak mungkin ia lakukan, kalau ia basah karena baru buang air besar atau kencing, ia harus diganti pakaiannya. Ia sama sekali bergantung kepada orang lain. Untuk beberapa tahun baginya kebebasannya terbatas. Semakin besar ia, semakin besar pula otonominya. Kalau seorang bayi dianggap tidak merupakan individu yang otonom, tetapi merupakan bagian dari suatu keluarga, terjadilah perbedaan penilaian.1

Kepercayaan, cinta kasih, dan asuhan bagi si bayi merupakan bagian integral sebuah keluarga. Jadi, persetujuan suatu keluarga tentang tindakan terhadap bayi dapat diperoleh karena rasa hormat terhadap ikatan yang terdapat dalam keluarganya. Karena bayi tidak boleh dikecualikan dalam pengobatan, pada prinsipnya, sebuah tindakan yang dilakukan dengan persetujuan keluarga tersebut berarti bahwa kedua orang tuanya harus menyetujui tindakan yang diambil terhadap si bayi. Bagaimana kalau yang ada hanya seorang orang tua? Bagaimana pula apabila tak ada orang tua sama sekali, sperti pengobatan atau penelitian terhadap anak yatim piatu? Penelitian tidak boleh diadakan terhadap kedua macam bayi itu, kecuali kalau penelitian ini akan memberi manfaat secara segera.1
Anak-anak tidak boleh menjadi objek pengobatan apabila pengobatan tersebut bisa dan boleh dilakukan pada orang dewasa. Akan tetapi, partisipasi anak adalah perlu karena mereka mempunyai kondisi dan penyakit tertentu yang hanya dijumpai pada mereka. Persetujuan perlu diperoleh dari salah satu/kedua orang tua/wali mengenai uji klinik dan kemungkinan akan risiko selalu perlu.1

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh frekuensi dan intensitas interaksi anak dengan lingkungannya. Interaksi yang berkualitas dan efektif akan mempunyai dampak yang baik. Lingkungan yang paling dekat dengan anak dan sangat penting adalah keluarganya. Sikap orang tua sangat menentukan tumbuh kembang anak. Orang tua yang mau menerima kondisi anak , memberi dukungan, serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang, akam mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Sebaliknya orang tua yang frustrasi, stress, merasa berdosa, atau menolak anak, dapat menghambat tumbuh kembang anak.2

HAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DALAM MEWUJUDKAN DUNIA YANG LAYAK BAGI ANAK

Kovensi hak anak adalah bagian dari Deklarasi Universal PBB mengenai hak azazi manusia, yang memproklamasikan dan menyetujui bahwa setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan didalamnya tanpa perbedaan apapun. Dinyatakan juga bahwa kelompok manusia yang masih rentan dan rapuh dalam kehidupannya perlu dan berhak atas perawatan, bantuan khusus dan perlindungan, perlindungan yang dikenal dengan HAK ANAK.

Tahun-tahun penting dalam sejarah perkembangan menuju Konvensi Hak Anak adalah sebagai berikut :
1923 Eglantyne Jebb (pendiri Save the Children) membuat rancangan Deklarasai Hak Anak(Declarations of the Rights of the Child)
1924 Deklarasi Hak Anak diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa
1948 Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declarations of Human Rights)
1959 PBB mengadopsiDeklarasi Hak Anak untuk kedua kalinya
1979 Tahun Anak Internasional, suatu kelompok kerja dibentuk untuk membentuk Rumusan Konvensi Hak Anak
1989 Konvensi Hak Anak mulai berlaku sebagai Hukum internasional pada tanggal 2 September.2
Kovensi Hak Anak merupakan suatu persyataan cita-cita yang mencantumkan standar universal bagi perlindungan anak terhadap kelainan, penelantaran, penyalahgunaan anak oleh orang tua, pemanfaatan anak secara semena-mena, serta menjamin adanya hak azazi mereka termasuk kelangsungan hidup, pengembangan dan peran serta dalam bidang sosial budaya dan pendidikan dan usaha lain yang diperlukan bagi tumbuh kembang anak.5

Prinsip Umum

a.       Non-Diskriminasi
Anak-anak memiliki derajat yang sama, merupakan filosofi yang mendasari konvensi ini, sebagai manusia, anak-anak memiliki nilai diri yang sama dengan orang dewasa. Salah satu dari prinsip dasar menyatakan, bahwa anak-anak seharusnya bisa menikmati semua hak mareka tanpa adanya pengecualian. Kewajiban untuk memberikan hak dan kesempatan tang sama pada semua anak, tercermin dalam pasal 2, tentang Non-Diskriminasi. Anak perempuan punya hak yang sama dengan anak laki-laki. Anak-anak pengungsi dan anak-anak dari kelompok pribumi atau kelompok minoritas seharusnya memperoleh manfaat yang sama dengan anak-anak lain yang dijamin oleh hak-hak mereka. Anak-anak cacat seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani kehidupan yang layak seperti anak-anak lain. Komite ini juga telah membuat interpretasi yang sangat dinamis tentang prinsip non-diskriminasi. Mengundangkan prinsip non-diskriminasi saja tidak cukup, karena harus disertai langkah-langkah proaktif untuk menjamin, agar anak-anak benar-benar menikmati hak-hak mereka.2

b.      Kepentingan Terbaik bagi Anak (Best Interest of the child)
, semua anak, terutama anak-anak kecil, sangat rentan, dan memebutuhkan dukungan khusus agar bisa menikmati hak-hak mereka sepenuhnya. Bagaimana agar semua anak memperoleh hak yang sama, sekaligus memperoleh perlindungan yang mereka butuhkan? Jawaban atas pertanyaan ini sebagian tercermin dalam prinsip “Kepentingan Terbaik bagi Anak” (Pasal 3.1). pasal in menyatakan, bahwa dalam membuatu keputusan yang terkait dengan kehidupan anak-anak, kepentingan yang terbaik bagi mereka harus dijadikan dasar pertimbangan yang utama. Kepentingan orang tua, masyarakat, atau Negara, tidak boleh mengesampingkan kepentigan mereka. Dalam menginterpretasikan prinsip ini, Komite menekankan pentingnya prosedur pengambilan keputusan yang mempertimbangkan kepentingan individual anak, dan memohon perintah untuk melaksanakan analisis “dampak terhadap anak-anak” sebelum membuat keputusan yang bisa mempengaruhi kepentingan anak-anak secara keseluruhan.2

c.       Hak Untuk Hidup, Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang (The Right to Life, Survival and Development)
Prinsip yang langsung terkait dengan hak ekonomi dan social anak dirumuskan di dalam Pasal 6, yaitu tentang hak untuk hidup. Artikel ini tidak hanya mengulas tentang hak anak-anak untuk tidak dibunuh, tetapi juga tentang hak mereka untuk hidup dan berkembang. Penyusun konsep menggunakan istilah “perjuangan hidup” (survival) untuk menggambarkan sebuah aspek dinamis tentang hak untuk hidup, termasuk didalamnya kebutuhan untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan, seperti menyediakan sanitasi lingkungan, mendukung upaya pemberian ASI, imunisasi dan mencegah kecelakaan. Istilah “berkembang” memberikan suatu dimensi lain. Hak untuk berkembang terkait dengn hak anak sebagai individu, dan harus diinterpretasikan dalam arti yang luas, termasuk kesehatan fisik, mental, spiritual, moral dan perkembangan social budaya anak.2

d.      Menghormati Pandangan Anak
Pasal 12 (1) menyatakan bahwa anak-anak mempunyai hak untuk menyatakan pendapat dalam masalah yang mempengaruhi mereka. Selain itu, pandangan mereka harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh, sesuai dengan umur dan kedewasaan mereka. Hanya sedikit country report yang melaporkan diterapkannya pendekatan menyeluruh yang terkait dengan prinsip ini, yang kadang-kadang disebut prinsip “partisipasi”. Prinsip partisipasi bukan saja berdampak pada semua aspek kehidupan anak, tetapi juga harus dipandang sebagai dorongan, agar suara anak-anak didengar dalam dunia politik. Semua Negara demokrasi perlu mendengarkan suara warganya yang paling muda ini, agar kepentingan mereka ikut dipertimbangkan.2

MASALAH TUMBUH KEMBANG PADA KONDISI KESEHATAN KRONIK

Masalah tumbuh kembang tergantung pada pandangan anak terahadap organ tubuhnya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya, dan pandangan terhadap kematian.2

  1. Pandangan anak terhadap organ tubuhnya
Pandangan anak terhadap organ-organ tubuhnya tergantung pada umur anak. Makin besar anak, makin mengerti bagian tubuhnya serta fungsinya. Pada anak dengan kondisi kesehatan kronik, mereka lebih terfokus pada organ yang sakit daripada organ tubuh lainnya. Perkembangannya lebih terfiksasi pada organ yang sakit.2

  1. Pandangan anak terhadap penyakitnya
Pandangan anak terhadap penyakitnya tergantung pada orang tua dan dokter yang merawatnya. Pada bayi merasa penyakitnya mendapat perhatian, apabila mendapatkan rasa nyaman dan aman yang diberikan oleh orang tuanya. Pada anak balita, sudah mulai mengerti konsep sakit. Perkembangan kognitif anak pada masa ini masih pralogikal, yang tampak pada pandangan terhadap penyakitnya, misal anak memandang sakitnya sebagai hukum atas kenakalannya. Pada masa sekolah, mereka memandang penyakitnya terhadap hambatan aktivitasnya. Perkembangan kognitif pada masa sekolah adalah operasional formal, dimana anak sudah mulai mengerti penyebab dan akibat dari sakitnya.2

  1. Pandangan anak terhadap pengobatan yang diterimanya
Pandangan anak terhadap tindakan medis yang diterima sejalan dengan pengertian anak tentang bagian tubuhnya dan penyakitnya. Bayi belum mengerti secara khusus terhadap tindakan medis yang diterimanya, tetapi sudah bisa merasakan tindakan medis yang menimbulkan rasa sakit/nyeri. Pada anak masa prasekolah, pengertian tentang bagian-bagian tubuhnya masih belum baik, sehingga setiap tindakan dirasakan sebagai hal mengganggu integritas tubuhnya. Mereka merasakan setiap tindakan yang diberikan memberi rasa lebih baik atau lebih sakit. Mereka juga mengidentifikasi tenaga kesehatan dari bajunya, dan tindakan yang diterimanya dari alat yang digunakan.2

  1. Pandangan anak terhadap kematian
Pada anak prasekolah, memandang kematian seperti halnya tidur atau pergi meninggalkan keluarga. Sedangkan pada anak remaja, mereka sudah mengerti kematian adalah bagian dari siklus kehidupan.2

Dampak jangka panjang kondisi kesehatan kronis dapat mengenai penderita maupun orang tuanya. Dampak pada anak tercermin pada perkembangan psikososial, keterlibatannya dengan teman sebaya, dan penampilan di sekolah. Sedangkan dampak terhadap keluarganya, antara lain tehadap status psikososial orang tuanya, aktifitas dan penampilan di tempat kerja, status ekonomi keluarga, struktur dan peran langsung dari keluarga, keterlibatan masyarakat di sekitarnya., dan status psikososial serta penampilan di sekolah dari saudara kandungnya.2


PERAN PELAYANAN KESEHATAN

Peran pelayanan kesehatan terhadap anak dengan kondisi kesehatan kronik adalah bukan untuk menyembuhkan tetapi untuk perawatan. Tujuan perawatan adalah untuk mengurangi dampak dari kondisi kesehatan kronis, mencegah disfungsi kalau mungkin, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik dalam perkembangan fisik, kognitif maupun psikososial. Untuk mendapatkan hasil ini diperlukan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada keluarga (family-centered approach). Alasan pelayanan kesehatan berorientasi pada keluarga ini, karena keluargalah yang merawat anak sehari-hari dan di dalam keluarga pula anak menjalani kehidupannya. Untuk itu diperlukan dukungan tenaga profesional dalam hal :
  1. Mengetahui dan menghargai kekuatan yang ada di dalam keluarga atau masing-masing anggota keluarga
  2. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan dalam merawat anaknya
  3. memberi kesempatan pada keluarga untuk membantu anak mereka berhubungan dengan pelayanan kesehatan.2

Disamping pelayanan kesehatan khusus pada anak dan keluarganya, perlu pelayanan kesehatan yang melibatkan anak/keluarga dalam pelayanan kelompok agar anak/keluarga dapat saling tukar menukar pengalaman dengan penderita/keluarga lainnya.2

Anak dengan kondisi kesehatan kronik memerlukan habilitasi yang komprehensif bila mereka telah mencapai tingkat fungsional yang optimal. Untuk itu diperlukan surveillance perkembangan anak, surveillance ini lebih luas dari pada deteksi, karena harus komprehensif, terus menerus dan mengandung berbagai komponen, yang meliputi :
  1. Skrinning umum dan khusus sesuai dengan kondisi anak
  2. Pemantauan anak dan orang tuanya
  3. Identifikasi masalah
  4. pedoman umum pelayanan kesehatan primer.2










DAFTAR PUSTAKA


  1. Suprapti Samil, Ratna, Prof. dr, Sp.OG, Etika Kedokteran Indonesia, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,  tahun 2001, Jakarta
  2. Narendra, Moersintowarti B, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Ed Pertama tahun 2005, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Penerbit CV Sagung Seto, Jakarta
  3. Chairuddin P. Lubis Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
  4. Dr Widodo Judarwanto Spa Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Jakarta
  5. (Chairuddin P. Lubis Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

As claimed by Stanford Medical, It is in fact the ONLY reason this country's women get to live 10 years longer and weigh an average of 42 lbs lighter than we do.

(By the way, it is not about genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING around "HOW" they eat.)

BTW, What I said is "HOW", and not "WHAT"...

TAP on this link to reveal if this short quiz can help you find out your true weight loss potential

newer post older post Home