Rabu, 24 November 2010

INFARK MIOKARD

INFARK MIOKARD

3.1 PENDAHULUAN
Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa 02 dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah nadi) yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada di dindingnya.1
Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan kematian mendadak. Di antara penyakit jantung koroner, infark miokard akut (IMA) merupakan bentuk yang paling berbahaya dengan angka kematian yang paling tinggi. Di dunia mortalitas kira-kira 50 juta/tahun akibat penyakit kardiovaskuler (PKV), 39 juta diantaranya di negara berkembang. Untungnya saat ini terdapat pengobatan mutakhir bagi serangan jantung yang dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan yang disebabkannya. Pengobatan paling efektif bila dimulaai dalam 1 jam dari permulaan gejala.1,2

3.2 DEFINISI
Infark miokard akut didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokn darah akibat sumbatan akut arteri koroner. Sumbatan ini sebaian besar disebabkan rupture plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang smbatan ini dapat pula disebabkan oleh spsme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.
Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan ke butuhan miokard yang menyebabkan hipoksia miokard.3
3.3 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari infark miokard (MI) adalah rupturnya plak arterosklerosis pada arteri coronaria yang disebabkan spasme arteri atau terbentuknya trombus. Intinya infark miokard akut terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:4
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.4
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitralis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiac output (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.3,4
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.4


2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.4
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif.4
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena infark miokard akut, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
• Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding yang tidak merokok.
• Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih kontroversial Tidak semua literatur mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.

• Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik.
• Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya afterload yang secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
• Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
• Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
• Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet).

b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
• Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause).
• Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat kardioprotektif pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki pada wanita setelah masa menopause.
• Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan faktor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
• RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
• Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
• Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
• Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll).Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.

2.4 PATOFISIOLOGI
Infark miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar kasus infark terjadi jika plak ateroslerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan obstruksi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).1
Lokasi dan luasnya infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral. Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjaddi infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum selesai karena daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.1
Bila arteri left anterior descending yang oklusi infark mengenai dinding anterior ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri Left circumflex yang oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi, infark terutama mengenai dinding inferior dari ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel kanan. Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasok oleh kolateral pembuluh arteri lain.1
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel , respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasijaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif.1
Infark miokard jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokard akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.1


2.5 Gambaran Klinis
a. Nyeri Dada
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
• Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
• Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru. Salah satunya yang paling berbahaya adalah jantung. Nyeri pada jantung bias disebabkan adanya iskemik miokard.

Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
• Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
• Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
• Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:5
• Lokasi : substernal, retrosternal dan perikordial.
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
• Penjalaran ke : biasanya kelengan kiri,dapat juga keler, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Nyeri membaik atau menghilangdengan istirahat, atau obat nitrat.
• Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan.
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas, dan lemas.3

b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.5

c. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.5

d. Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas5

2.6 DIAGNOSIS
Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan atas karakter, lokasi, dan lamanya sakit dada. Sakit dada yang lebih dari 20 menit dan tidak ada hubungannya dengan aktifitas atau latihan, serta tidak hilang dengan nitrat biasanya dipakai untuk membedakannya dengan angina pektoris.1
Adanya perubahan EKG, didukung oleh tingkat serum enzim yang abnormal memperkuat diagnosis untuk infark miokard. Diagnosis infark miokard dapat ditegakkan bila memenuhi 2 dari 3 kriteria: nyeri dada khas infark, peningkatan serum enzim lebih dari 1 ½ kali nilai normal, dan terdapat evolusi EKG khas infark.5
1. Anamnesis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada satu atau kedua lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak didada. Walaupun sifatnya dapat ringan ssekali, tetapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam, dann jarang ada hubungannya dengan aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.4
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat stres dan dapat berkeringat dingin. Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan sering sekali dalam beberapa jam penderita terlihat baik. Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tetapi pada kasus berat nadi kecil dan cepat. Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan normal dalam 2 atau 3 minggu, tetapi juga dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat. Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal atau sedikit meningkat, dan dapat juga meningkat sekali pada infark ventrikel kanan.4

2. Pemeriksaan fisik
a. Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tapak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.3 b. Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat. Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan TD mmoderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.3 c. Pemeriksaan Jantung Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.3 d. Pemeriksaan Paru Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.3 e. Elektrokardiogram Pada kebanyakan infark, EKG akan menyingkap tirai diagnosis yang tepat. Tampak perubahan elektrokardiografik yang khas pada infark miokardium, dan perubahan yang paling awal terjadi hamper bersamaan dengan terjadinya kerusakan miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan edini mungkin pada setiap orang yang dicurigai mengalami infark walaupun Cuma kecil. Namun gambaran EKG awal mungkin tidak selalu bersifat diagnostic, dan evolusi perubahan gambaran elektrokardiografik bervariasi antara satu orang dan yang lainnya; dengan demikian perlu dilakukan kardiogram serial bila pasien dirawat di rumah sakit.1,3 Gambaran yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan mati, kelainan segmen ST karena injury otot dan kelainan-kelainan gelombang T karena iskemia.3 1. Infark Inferior melibatkan permukaan diafragmatik jantung infark ini sering disebabkan oleh penyumbatan a.koronaria dekstra atau cabang desendennya. Perubahan elektrokardiografi yang khas dapat dilihat pada sadapan inferior (II, III, dan AVF). 2. Infark Lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering disebabkan oleh penyumbatan ramus sirkumfleksus a.koronaria sinistra. Perubahan akan terjadi pada sadapan lateral kiri (I, AVL, V5 dan V6) 3. Infark Anterior melibatkan permukaan anterior ventrikel kiri dan biasanya disebabkan oleh penyumbatan ramus interventrikularis anterior a.koronaria sinistra. Semua sadapan prekordial (V1 sampai V6) dapat menunjukkan perubahan. 4. Infark Posterior melibatkan permukaan posterior jantung dan biasanya disebabkan oleh penyumbatan a.koronaria dekstra. Tidak ada sadapan yang terletak di atas dinding posterior. Oleh karena itu, diagnosis harus ditegakkan dengan cara mencari perubahan resiprokal pada sadapan anterior, terutama V1. f. Laboratorium Leukosit sedikit meningkat demikian juga laju endap darah, hal ini merupakan reaksi terhadap nekrosis miokard. Beberapa enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi di otot jantung akan dilepas dengan nekrosis miokard, karena itu aktifitasnya dalam serum meningkat dan menurun kembali setelah infark miokard. Jumlah enzim yang dilepas secara kasar paralel dengan beratnya kerusakan miokard.2,3 1. Serum kreatin fosfokinase Kreatin fosfokinase (CK) yang terdapat di jantung, otot skelet dan otak, meningkat dalam 6 jam setelah infark, mencapai puncaknya dalam 18 jam sampai 24 jam dan kembali normal dalam 72 jam. Selain pada infark miokard, tingkat abnormal tinggi terdapat pada penyakit-penyakit otot, kerusakan serebrovaskular, setelah latihan otot dan dengan suntikan intramuskular. 2. Serum glutamic oxalo-acetic transaminase (SGOT) Terutama terdapat di jantunng, otot skelet, otak, hati, dan ginjal. Sesudah infark SGOT meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai puncaknya dalam 24 jam sampai 36 jam, kembali normal pada hari ke 3 atau ke 5. 3. Serum lactate dehydrogenase (LDH) Enzim ini terdapat di jantung dan juga di sel-sel merah. Meningkat relatif lambat setelah infark, mencapai puncaknya dalam 24 jam sampai 48 jam kemudian, dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. 4. Cardiac spesific troponin (cTn) Terdapat dua jenis cTn yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 5. CKMB Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. 2.7 PENATALAKSANAAN Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh koroner sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut, serta mencegah kematian mendadak dengan memantau dan mengobati aritmia maligna. Meskipun penderita tidak meninggal akibat serangan infark akut, apabila infarknya luas penderita akhirnya bisa jatuh ke dalam gagal jantung. Karena itulah pendekatan tata laksana infark akut mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini dengan adanya obat-obat trombolisis. Trombolisis bahkan dapat diberikan sebelum di bawa ke rumah sakit bila ada tenaga yang terlatih. Dengan trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.1,6 a. Tatalaksana Pra Rumah Sakit 1,7 • Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantarkan pasien mencari pertolongan ke rumah sakit atau menelpon rumah sakit terdekat meminta dikirmkan ambulan beserta petugas kesehatan terlatih. • Petugas kesehatan/dokter umum di klinik o Mengenali gejala dan pemeriksaan EKG bila ada o Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit o Berikan aspirin 60-325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin o Berika preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-5 menit samapai 3 kali o Bila memungkinkan pasang jalur infus o Segera kirim ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas ICCU (Intensive Coronary Care Unit) yang memadai dengan pemasangan oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih. b. Tatalaksana diUnit Gawat Darurat 1,4 • Tirah baring • Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahkan saturasi oksigen > 95 %
• Pasang jalur infuse dan pasang monitor
• Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan sebelumnya dan tidak ada riwayat alergi aspirin
• Pemberian nitrat untuk mnegatasi nyeri dada
• Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/hari
• Segera pindahkan ke Ruang Rawat Intensif Koroner (ICCU)
c. Tatalaksana di Ruang RAwat Koroner Intensif/Intensive Coronary Care Unit (ICCU)
• Pasang monitor 24 jam
• Tirah baring
• Pemberian oksigen 3-4L/menit
• Pemberian nitrat. Bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitroglisrin drip intravena secara titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai dengan dosis 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5-20 mikrogram/menit sampai respons nyeri berkurang atau mean arterial pressure (MAP) menurun 10 % pada normotensi dan 30 % pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg
• Penyekat beta atau Beta Blocker bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien dengan hipertensi dan takiaritmia yaitu bisoprolol mlai 2,5-5 mg atau metoprolol 25-50 mg atau atenolol 25-50 mg
• Pemberian Angiotensin Receptor Blocker (ARB) bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor
• Mengatasi nyeri. Pemberian morfin sulfat intravena 2-4 mg dengan dengan mengatsi interval 5-15 menit bil nyeri belum teratasi
• Pemberian laksatif untuk memperlancar defekasi
• Pemberian antiasietas sesuai evaluasi selama perawatan. Dapat diberikan diazepam 2 x 5 mg atau alprazolam 2 x 0,25 mg
• Hindari segala obat golongan antinyeri non inflamasi (NSAID) kecuali aspirin
2.8 TERAPI FARMAKOLOGIS
a. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping : konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.3

b. Nitrat
Golongan nitrat organik dapat merelaksasikan semua otot polos, terutama otot polos vaskuler. Dengan demikian, nitrat menyebabkan vasodilatsi semua sistem vaskuler, terutama vena-vena dan arteri-arteri besar. Nitrat organik mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diabsorpsi melalui mukosa ataupun kulit. Dengan demikian untuk mendapatkan efeknya secara cepat, digunakan nitrat organik yang mempunyai efek awal yang cepat dan masa kerja yang pendek. Nitrat organik yang termasuk dalam golongan ini ialah sedian sublingual nitrogliserin, isosorbid dinitrat, dan eritritil tetranitrat. Angina cepat teratasi dengan pemberian obat ini. Apabila keluhan masih ada, maka pemberian nitrat ini dapat diulang 3-4 kali selang 5 menit.3

c. Betabloker
Betabloker menekan adrenoseptor beta1 jantung, sehingga denyut jantung dan kontraktilitas miokard menurun. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen miokard pun berkurang, di samping perfusi miokard (suplai oksigen) sedikit meningkat, karena regangan dinding jantung berkurang serta bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Tapi penekanan pada adrenoseptor beta 2 dapat menyebabkan vasodilatsi dan dilatasi bronkus berkurang, sehingga vasokonstriksi atau pun konstriksi bronkus yang disebabkan oleh tonus reseptor alfa makin menonjol. Tapi pada betabloker yang kardioselektif, yang hanya berefek pada adrenoseptor beta 1 di jantung, efek samping vasokonstriksi perifer dan konstriksi bronkus jauh berkurang. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol).3

d. Pengobatan trombolitik
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis, yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolylated plasminogen activator complex (ASPAC). r- TPA bekerja lebih spesifik pada fibrinn dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar, semua obat trombolitik bermamfaat namun r-TPA menyebabkan penyulit perdarahan otak sedikit lebih tinggi dibandingkan steptokinase. Karena sifatnya, steptokinase dapat menyebabkan reaksi alergi dan juga hipotensi akibat dilatsi pembuluh darah. Karena itu streptokinase tidak boleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya sudah diberikan atau penderita dalam keadaan syok. Indikasi pemberian trombolitik adalah penderita infark miokard akut yang berusia dibawah 70 tahun, sakit dada dalam 12 jam sejak mulai, daan elevasi ST lebih dari 1 mm pada sekurang-kurangya 2 sadapan. r-TPA sebaiknya diberikan pada infark miokard kurang dari 6. Obat-obatan ini juga ditujukan untuk memperbaiki kembali aliran darah pembuluh darah koroner, sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektif pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam paska serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun3

e. ACE inhibitor
ACE inhibitor memiliki efek antihipertensi yang baik dengan efek samping yang relatif jarang. Penelitian menunjukkan bahwa ACE inhibitor tidak mempengaruhi profil lipoprotein dan glukosa darah, bahkan cenderung meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan kolesterol total dan trigliserid. ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin, sehingga angiotensin II yang seharusnya berasal dari angiotensin I tidak terbentuk. Obat ini juga mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil.3

f. Obat-obatan Antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.3

g. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.3

2.9 TATALAKSANA PREVENSI SEKUNDER
a. Obat Anti Platelet
1. Aspirin
Seluruh pasien yang mengalami PJK harus mendapat aspirin yang dapat mengurangi risiko kejadian vaskular sebesar ± 25%. Aspirin 75 mg/hari dapat menurunkan risiko infark akut dan sudden death sebesar 34% dibandingkan dengan plasebo. Penurunan risiko lebih nyata pada angina pektoris tak stabil 46 %, angioplasti koroner 53%, infark 25%. Aspirin merupakan bagian integral dari perawatan pasca infark, umumnya PJK, dan dihentikan bila terjadi komplikasi perdarahan saluran cerna, intoleransi, dan timbulnya resistensi aspirin.8

2. Klopidogrel
Klopidogrel merupakan derivat thienopyridine, sama-sama bersifat anti platelet seperti aspirin, dengan cara menghambat agregasi trombosit yang dimediasi oleh reseptor ADP yang terdapat pada permukaan platelet dan bekerja sinergistik dengan aspirin. Namun klopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi aspirin atau intoleransi terhadap aspirin. Klopidogrel (75 mg) harus diberikan secara kombinasi dengan aspirin 75-325 mg paling tidak 8-12 bulan pada penderita SKA terutama apabila mengalami PCI, termasuk pada STEMI akut yang disertai terapi reperfusi atau pada SKA non STEMI. Efek samping perdarahan saluran cerna dan kelainan kulit, hampir sama dengan aspirin.8

3. Antikoagulan (Warfarin)
Warfarin (coumadin, coumarin panwarfin) merupakan antikoagulan oral yang paling banyak dipakai karena dapat dipakai sebagai dosis tunggal dan memberikan hasil antikoagulan yang stabil karena absorbsi oral yang sangat baik, dan waktu paruh dalam sirkulasi yang panjang sekitar 37 jam. Efek samping warfarin sangat sedikit, namun banyak interaksi dengan obat-obatan lain. Warfarin dosis tinggi sebenarnya lebih efektif dari aspirin, namun efek samping perdarahan lebih besar. Warfarin dosis rendah hampir sama dengan aspirin dalam hal efektivitasnya dan efek sampingnya.8

b. Kontrol Tekanan Darah
AHA/ACC guidelines update 2006, merekomendasikan bahwa target tekanan darah adalah <140/90 mmHg, atau <130/80 mmHg apabila pasien disertai dengan diabetes atau penyakit ginjal kronik. Hal ini sama dengan yang direkomendasikan oleh JNC 7. Semua penderita dengan hipertensi harus dimulai, dan dipertahankan modifikasi pola hidup meliputi kontrol terhadap berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, alkohol dikurangi, mengurangi asupan garam, menganjurkan banyak konsumsi buah segar, sayuran, dan rendah asupan produk-produk lemak. 8
AHA/ACC guidelines update 2006 merekomendasikan pemakaian penyekat beta sebagai prevensi sekunder sebagai berikut: segera mulai dan berlangsung dalam waktu tidak terbatas pada semua pasien infark akut, sindrom koroner akut atau disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa simptom gagal jantung, kecuali terdapat kontra indikasi. Pertimbangkan pengobatan jangka panjang untuk semua penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya kecuali kalau ada kontraindikasi. Pasien post SKA dengan moderate atau severe HF harus mendapat BB dengan dosis awal yang rendah dan dititrasi secara gradual.8

c. Diet dan Kontrol Berat Badan
Obesitas dan kegemukan diukur/ditentukan dengan indeks massa tubuh (Body Mass Index= BMI). Body Mass Index diperoleh dari pembagian berat badan dalam kg dengan tinggi dalam meter kuadrat. Obesitas merupakan faktor determinan utama kejadian PJK di Eropa di Amerika dan bahkan di seluruh dunia. Kegemukan dan obesitas erat hubungannya dengan hipertensi, dislipidemia, diabetes, proses trombosis dan fibrinolisis, yaitu melalui proses inflamasi, yang sering dijumpai pada penderita PJK, strok, walau inkonsisten. Penurunan berat badan mempunyai manfaat yang substansial terhadap kesehatan. Penurunan sedang BB yang berkisar 5%-10%, dapat secara signifikan menurunkan tekanan darah pada penderita dengan atau tanpa hipertensi memperbaiki profil lipid, juga memperbaiki toleransi glukosa dan resistensi insulin. Penurunan BB dapat melalui restriksi kalori, aktivitas fisik yang terstruktur dan behavior therapy pada penderita PJK dan dengan faktor risiko tinggi PJK. Pengurangan kalori sebesar 500 kcal/hari atau lebih harus dianjurkan pada penderita BB yang berlebih sampai didapat berat badan ideal. Diet yang mengandung protein, karbohidrat kompleks, asam lemak omega 3, buah, sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian sangat dianjurkan dan dilatasi lemak jenuh dan kolesterol harus dikurangi pada penderita PJK.8
d. Tatalaksana Pasien PJK dengan DM.
Diabetes tipe 2 merupakan satu faktor risiko PJK yang poten dan dihubungkan dengan percepatan proses aterosklerosis. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian sebesar 65% pada penderita dengan diabetes. Pasien PJK dengan DM harus terkonsentrasi pada penanganan penurunan gula darah yang baik dan target glikosilated hemoglobin (HbA1c) harus kurang dari 7%.8

e. Aktivitas Fisik
Pasien yang sudah jelas diketahui menderita PJK, olahraga yang teratur, dapat mengurangi kejadian kardiovaskular dan kematian oleh berbagai akibat. Semua penderita PJK harus melakukan olah raga aerobik dengan intensitas sedang seperti jalan cepat selama 30-60 menit, minimum 5 hari perminggu, lebih baik 7 hari per minggu, ditambah dengan meningkatkan aktivitas pola hidup sehari-hari seperti aktivitas di kantor, berkebun dan pekerjaan rumah.8

f. Edukasi Pasien
Disamping kegiatan olahraga, juga harus diterangkan secara spesifik untuk aktivitas sehari-hari (misalnya mengangkat yang berat, naik tangga, memelihara pekarangan rumah dan pekerjaan rumah), mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dikerjakan. Kapan mulai setir mobil, masuk kerja dan aktivitas seksual.8
.

g. Vaksinasi Influenza
Fakta dari studi kohort dan dari satu uji klinik yang ter-random menunjukkan bahwa vaksinasi tahunan terhadap influenza dapat mencegah morbiditas kardiovaskular dan mencegah semua penyebab mortalitas pada kondisi kardiovaskular (cardiovascular conditions). AHA dan ACC merekomendasikan imunisasi influenza dengan vaksin yang tidak aktif, diberikan secara intra muskular, sebagai bagian dari prevensi sekunder yang komprehensif pada individu dengan PJK atau penyakit aterosklerosis vaskular lainnya .8

h. Nonsteroida Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs)
Kadang pasien memerlukan terapi untuk keluhan chronic muskuloskeletal discomfort harus memakai stepped care approach dalam memberikan terapi. Untuk anti nyeri harus dimulai dengan acetaminophen, narkotika dosis kecil atau non acetylated salicylates. Dapat juga diterima pemakaian non selektif NSAIDs seperti Naproksen apabila dengan obat-obat tadi tidak bermanfaat. Apabila dengan langkah-langkah tersebut tidak berhasil, maka boleh diberikan NSAID with increasing degrees of relative Cox 2 selectivity, namun dengan dosis efektif terendah dan lama pemberian sesingkat mungkin. NSAIDs dengan peningkatan derajat selektivitas COX2 relatif, tidak boleh diberikan apabila dengan acetaminophen, narkotika dosis rendah, non acetylated salicylates atau non selected NSAID, masih responsif. Selective Cox 2 inhibitor dan non selective NSAID yang lain dapat meningkatkan risiko kardiovaskular. Dosis berhubungan dengan risiko kematian, dan tidak dipengaruhi dosis untuk risiko infark dari semua jenis obatnya.8









DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 : hal. 1615-25.
2. Irmalita. Infark Miokard. dalam : Ruantono LI, Baraas F, Karo karo S, Roebianto PS. Buku ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1996 : hal. 173-81.
3. Harun S. Infark Miokard Akut. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 : Hal: 1090-1108.
4. Brown CT. Penyakit Ateroslerotik Koroner. dalam : Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005 : hal. 576-611
5. Hampton JR. Infark miokard akut anterior. dalam : Wahab S, Cendika R, Ramadhani D. Dasar-dasar EKG. Jakarta : Pusat Penerbitan Buku Kedokteran EGC ; 2006 : hal. 95-97.
6. Chen ZM, Pan HC, Chen YP, et al. Early intravenous then oral metoprolol in 45,852 patients with acute myocardial infarction: randomised placebo-controlled trial. Lancet. Nov 5 2005;366(9497):1622-32.
7. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, et al. Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2004,hal 173-181.
8. Manurung D, Ranitya R. Tatalaksana Pasca Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo; 2009. Available at www.ikki.or.id. Accessed on august, 2010.

0 komentar:

newer post Home