Sabtu, 27 November 2010

IMPETIGO BULLOSA


A.   Pendahuluan
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Pioderma juga merupakan infeksi purulen pada kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus dan Streptococcus atau keduanya. Pioderma memiliki banyak bentuk diantaranya impetigo, folikulitis, furunkel, eritrasma, erysipelas, selulitis, abses, dan lain-lain. Namun dalam presentasi kasus ini hanya akan dibahas tentang impetigo, karena impetigo merupakan bentuk pioderma yang paling sering dijumpai disamping folikulitis.1

B.   Definisi
Pyoderma atau dikenal dengan hot spot adalah infeksi kulit akibat bakteri. Infeksi kulit terjadi saat integritas permukaan kulit telah rusak.
Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada daerah permukaan kulit.2
Impetigo mengenai kulit bagian atas ( epidermis superfisial).dengan dua macam gambaran klinis, impetigo krustosa ( tnpa gelembung, cairan dengan krusta, keropeng, koreng) dan impetigo bulosa ( dengan gelembung berisi cairan).3

C.   Sinonim
Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet4

D.   Insidensi
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun.2

E.   Penyebab
Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena Staphylococcus aureus.1.2.3.4

 
F.    Gejala klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion.4
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dari kelainan (sekunder) baik penyakit kulit( gigitan serangga, varicella, infeksi herpes simpleks, dermatitis atopi) atau penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh ( Diabetes melitus, HIV)
Gambaran khas dari impetigo bulosa seperti:
·         Vesikel ( gelembung berisi cairan dengan diameter < 0,5 cm) yang timbul sampai bulla ( gelembung berisi cairan dengan diameter >0,5 cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awlnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi warna keruh.
·         Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh
·         Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya, maka kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.
·         Lesi dapat lokal atau tersebar, sering kali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yag lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
·         Atap dari bula pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah.
·         Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
·         Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disertai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang.3
  
 
G.   Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan impetigo.
2
- Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
- Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif.
Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negative.

H.   Penatalaksanaan

Perawatan Umum :
1.    Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.
2.     Perawatan luka
3.     Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian, dan alat cukur)

Sistemik
Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya resistensi antibiotic. Pada impetigo superficial yang disebabkan streptococcus kelompok A, penisilin adalah drug of choice. Penisilin oral yang digunakan adalah potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila resisten bias digunakan oxacilin dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak disesuaikan dengan umur. Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 – 2,0 g yang diberikan 4 kali sehari.
Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus aureus non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap 4-6 jam) diberikan untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih efektif dan aman, di gunakan pada pasien yang sensitive terhadap penisilin. Antibiotic oral diberikan bila :
a.    Erupsi memberat dan semakin meluas
b.     Anak lain yang terpapar infeksi
c.     Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan
d.     Bila pengobatan topical meragukan
e.     Pada kasus yang disertai folliculitis

Topikal
Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan dengan cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk krusta yang lebih luas dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan antiseptic atau pun bubuk kanji. Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka penyebaranya akan terhenti. Pustule dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat, sebaiknya diberikan preparat antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali sehari. Preparat antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya menggunakan krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%

I.      Komplikasi
Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak. Jika tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun bias juga terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.
J.    Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi.dkk. 2005. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. FK UI: Jakarta

1 komentar:

Anonim mengatakan...

sepertinya blog ini di banned sama google....rasai,,,makasih buat bahan....bagus sekali....

newer post older post Home