Jumat, 31 Desember 2010

Marasmus

1 komentar

A. Definisi
Marasmus adalah suatu bentuk malnutrisi protein-energi yang berat yang terdiri dari kekurangan kalori dan kekurangan energi. Malnutrisi protein-energi yang lainnya adalah kwashiokor dan kaheksia (salah satu yang paling sering ditemukan di negara berkembang). Anak dengan marasmus kelihatan kurus dan berat badan turun sampai dengan 80% dari berat normal berdasarkan dari tinggi badannya
Marasmus - berasal dari kata marasmos (Bahasa Jerman) yang artinya sekarat- salah satu bentuk mal nutrisi dengan ciri utama kelambatan pertumbuhan dan kehilangan lemak di bawah kulit dan mengecilnya otot yang disertai dengan menurunnya selera makan dan keterbelakangan mental. Marasmus biasanya terjadi pada awal-awal tahun pertama kehidupan dari seorang anak. Karena itu, Marasmus juga dikenal dengan nama infantile atrophy, athrepsia, pedatrophy yang bermakna mengecilnya anak. Sekadar tambahan info saja, marasmus juga bisa terjadi pada ternak besar seperti kerbau atau lembu jika dalam pakannya kekurangan unsur cobalt dan tembaga.
Apapun kondisinya, apakah itu Marsmus maupun Kwashiorkor atau kombinasi keduanya, penyebab utamanya adalah karena pengabaian terhadap intake gizi. Pengabaian ini umumnya disebabkan karena ketidaktahuan akan gizi, bahan gizi dan perannya dalam pertumbuhan dan kehidupan manusia. 
Dan dapat dipahami, jika anak-anak yang mengalami kurang energi dan protein itu, akan mudah terserang infeksi seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, danlain-lain. Gejala awal KEP dimulai dengan anak yang tidak mengalami pertambahan tinggi maupun berat badan. Bila keadaan lebih lanjut, anak menjadi kurus dan berat badan justru menurun. Gejala yang ada adalah anak akan lesu, apatis, selalu gelisah, dan cengeng. Anak juga akan mudah terserang penyakit infeksi.
A.     Klasifikasi
            Klasifikasi Kurang Energi Protein sebagai berikut:
1.  KEP ringan       : > 80-90% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC)
2.  KEP sedang      : > 70-80% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC) 
3.  KEP berat         :  70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
B.     Epidemiologi
Kurang Energi Protein paling sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang.Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi.
Selama 2 tahun ini, lebih banyak ditemukan balita penderita KEP berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki (60,20% vs. 39,80%). Dengan perbandingan 1,5:1. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nazir HZ.M, dkk di RSUP Palembang. Sedangkan Agustina Lubis dkk. (1997) menemukan prevalensi laki-laki : perempuan adalah 1 : 4.; menurutnya hal ini disebabkan karena perbedaan nilai anak, anak laki-laki dianggap lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak laki-laki akan mendapatkan perawatan kesehatan dan pemberian makanan yang lebih baik.
Dari segi golongan umur, balita penderita KEP lebih banyak ditemukan pada usia 12 s/d 23 bulan, yaitu sebesar 50,00%. Balita pada usia ini, baru memasuki suatu tahapan baru dalam proses tumbuh kembangnya. Di antaranya tahapan untuk mulai beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu formula ke makanan semi adat. Sebagian balita mengalami masa ini tanpa kesulitan, namun sebagian lagi menderita kesulitan makan yang berat.
C.     Etiologi
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori protein yang berat. Faktor terbesar yang menyebabkan kurang kelori protein yaitu: transisi dari pemberian ASI ke makanan dengan nutrisi rendah, infeksi akut dari traktus gastrointestinal, infeksi kronis seperti HIV atau TBC. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor ling-kungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Ketidakseimbangan antara penurunan energi intake dan peningkatan energi yang dibutuhkan menghasilkan keseimbangan energi yang negatif.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1.      Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2.      Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
3.      Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
4.      Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang  akibat reflek mengisap yang kurang kuat. 
5.      Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
6.      Gangguan metabolik
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
7.      Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan.
8.      Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
9.      Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
D.     Patogenesis dan Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
Pada keadaan ini yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawa kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.
Proses metabolic anak pada dasarnya sama, akan tetapi relative lebih aktif dibandingkan dengan orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat badannya, karena sebagian dari makanan tersebut harus disediakan untuk pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif. Tubuh yang hidup seperti halnya dengan mesin memerlukan bahan bakar dan bahan untuk pengganti maupun perbaikan. Anak yang sedang tumbuh memerlukan makanan tambahan untuk pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang mengandung cukup kalori. Dalam makanan tersebut harus cukup tersedia protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa macam asam lemak dalam jumlah tertentu.
            Pada keadaan permulaan biasanya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan globulin akan meninggi.
Bila kebutuhan akan kalori telah dipenuhi akan tetapi makanan yang diberikan tidak mengandung semua nutrient yang esensial untuk manusia, maka lambat laun kesehatan orang tersebut akan terganggu. Gejala yang timbul tergantung kepada kekurangan jenis nutrient dalam dietnya. Defisiensi protein akan mengakibatkan timbulnya gejala defisiensi protein atau lebih dikenal dengan nama Kwashiorkor. Defisiensi vitamin A yang berlangsung lama menimbulkan penyakit defisiensi vitamin A atau Xeropthalmia. Defisiensi vitamin D mengakibatkan penyakit yang disebut Rikets dan sebagainya.


E.     Manifestasi Klinis
Pada kebanyakan kasus, marasmus berhubungan dengan intake kalori yang tidak adekuat, tetapi mungkin juga karena metabolisme abnormal atau malformasi kongenital. Secara klinis, tampak kehilangan berat badan sehingga akhirnya sampai kurus. Perut tampak rata atau menggembung, dimana otot-ototnya atrofi dan hipotoni. Terjadi penurunan nilai metabolik basal. Anak mungkin disertai dengan konstipasi atau diare dengan mukous hingga anak tersebut bisa mati karena kelaparan.
Malnutrisi berat pada bayi sering ada didaerah dengan makanan tidak cukup, informasi teknik pemberian makan yang tidak cukup atau hygiene jelek. Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orang tua-anak yang terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.
            Pada mulanya, ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pengisap pipi, muka bayi dapat tetap tampak relative normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar, dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni.
            Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin cerewet (rewel), tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Gambaran anak dengan KEP berat tipe marasmus:
  1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
  2. Wajah seperti orang tua
  3. Cengeng, rewel
  4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
  5. Perut cekung
  6. Sering disertai penyakit kronik, diare kronik
            Pertumbuhan berkurang atau terhenti, anak masih menangis walaupun telah mendapat minum atau disusui, sering bangun pada waktu malam, konstipasi atau diare. Bila anak menderita diare maka akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari lendir dan sedikit tinja. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, sehingga kulit kehilangan turgornya dan keriput. Pada keadaan yang berat, lemak pipi pun menghilang sehingga wajah penderita seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis tampak lebih jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol, mata tampak besar dan dalam. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis, perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas, otot atropi, mula-mula anak tampak penakut, akan tetapi pada keadaan yang lebih lanjut menjadi apatis.
F.      Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang lalu.
  1. Klinik: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
  2. Laboratorik: terutama Hb, albumin, serum ferritin
  3. Anthropometrik: BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
  4. Analisis diet.
G.    Diagnosis Banding
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
  1. Sindroma nefrotik
  2. Pellagra infantil                                               
  3. Sirosis hepatis                                                 
  4. Payah jantung kongestif .

H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penanganan penyakit kurang energi protein (KEP) terdapat 10 langkah Utama :
1.      Obati/cegah hipoglikemia
2.      Obati/cegah hipotermia
3.      Obati/cegah dehidrasi
4.      Koreksi keseimbangan elektrolit
5.      Obati/cegah infeksi
6.      Koreksi defisiensi mikro nutrient
7.      Pemberian makanan awal
8.      Mempermudah pencapaian pertumbuhan (catch up growth)
9.      Pemberian ransangan sensori dan dukungan emosional
10.  Persiapan untuk tindak lanjut setelah sembuh.

Pasien KEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut :
1.      Atasi/cegah hipoglikemia
Periksa kadar gula darah bila asa hipotermia (suhu aksila <35 oC, suhu rectal 35,5 oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untukmencegah kedua kondisi tersebut. Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
a.       50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik
b.      Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ dari jatah untuk 2 jam)
c.       Berikan antibiotic
d.      Secepatnya berikan makan setiap 2 jam.
2.      Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rectal <35,5 oC :
a.       Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
b.      Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti
c.       Berikan antibiotic
d.      Suhu diperiksa sampai mencapai >36 oC.
3.      Atasi/cegah dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjtan. Lakukan pemberian cairan infuse dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for malnutrition atau penggantinya). Anggap semua anak KEP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi :
a.       Cairan Resomal/pengganti sebanyak 5 ml/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik
b.      Selanjutnya beri 5-10 ml/kgBB/jam selama 4-10 jam berikutnya : jumlah yang tepat yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah
c.       Ganti Resomal/pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah yang sama, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil
d.      Selanjutnya mulai beri formula khusus.
4.   Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan. Ketidakseimbangan ini ikut andil pada terjadinya edema (jangan obati dengan pemberian diuretic). Berikan :
a.       Tambahan K 2-4 mEq/kgBB/hari (=150-300 mg KCl/kgBB/hari)
b.      Tambahan Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (=7,5-15 mg KCl/kgBB/hari)
c.       Siapkan makanan tanpa diberi garam
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.

5.      Obati/cegah infeksi
Antibiotik spectrum luas dengan pilihan :
a.   Bila tanpa komplikasi, beri kotrimoksazol 5 ml 2 x sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB<4 kg)
b.   Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran napas atau saluran kencing), beri ampisilin 50 mg/kgBB/IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.
      Pemberian Gentamisin 7,5 mg/kgBB IM/IV sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 15 hari. Bila terdeteksi kuman yang spesifik, beri pengobatan spesifik.
6.      Koreksi defisiensi nutrient mikro
Berikan setiap hari :
a.       Tambahan multivitamin
b.      Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama)
c.       Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
d.      Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari
e.       Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfat ferrous 10 mg/kgBB/hari
f.       Vitamin A oral pada hari 1,2, dan 14 :
*        Umur >1 tahun      : 200.000 SI
*        Umur 6-12 bulan   : 100.000 SI
*        Umur 0-5 bulan     :   50.000 SI
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan mata untuk mencegah prolaps lensa:
a.       Beri kloramfenikol atau tetrasiklin tetes mata, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
b.      Teteskan atropine tetes mata 3 kali 1 tetes sehari selama 3-5 hari
c.       Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
7.      Mulai pemberian makan
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena faal anak sangat lemah dan kapasitas homeostatic berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal.
Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah :
a.       Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
b.      Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral)
c.       Energi : 100 kkal/kgBB/hari
d.      Protein : 1-1,5 g/kgBB/hari
e.       Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB bila da edema berat)
f.       Bila anak mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula khusus lebih dulu.
Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Jadwal dan cara pemberian yang dianjurkan adalah volume makanan ditambah bertahap disertai pengurangan frekuensi pemberian makanan. Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, jadwal dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan kurang dari 80 kkal/kgBB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih dari 100 kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
8.      Fasilitas tumbuh kejar
Pada masa pemulihan dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan >10 g/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari resiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :
  1. Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
  2. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai ada sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapainya jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
  3. Bila terjadi peningkatan frekuensi napas >5x/menit dan denyaut nadi >25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seprti diatas.
  4. Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi :
  5. Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
  6. Energi : 150-220 kal/kgBB/hari
  7. Protein : 4-6 g/kgBB/hari
  8. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi beri formula lebih dulu karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
  9. Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :
  10. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
  11. Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari).
9.      Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan :
  1. Kasih sayang
  2. Lingkungan yang ceria
  3. Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari
  4. Aktivitas fisik segera setelah sembuh
  5. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dsb).
10.  Siapkan follow up setelah sembuh
Bila berat anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan.
Tunjukkan kepada orang tua :
  1. Pemberian makan yang sering dan kandungan energi dan nutrien yang padat
  2. Terapi bermain terstruktur
Sarankan :
  1. Membawa anaknya kembali untuk control secara teratur
  2. Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster)
  3. Pemberian vitamin A setiap 6 bulan
Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu :
a.       Defisiensi vitamin A, seperti koreksi defisiensi nutrient mokro
b.      Dermatosis
Umumnya defisiensi Zn terdapat pada keadaan ini dan dermatosis membaik dengan pemberian suplementasi Zn. Selain itu :
§  Kompres bagian kulit yang terkena dengan KMnO (K-permanganat) 1% selama 10 menit
§  Eri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
§  Jaga daerah perineum agar tetap kering
c.       Parasit/cacing, beri mebendazol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari
d.      Diare melanjut
Diare bisa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara berhati-hati. Bila ada toleransi laktosa (jarang), obati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain melanjutnya diare. Bila mungkin lakukan pemeriksaaan tinja mikroskopik. Beri metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari
e.       Tuberkulosis, obati sesuai pedoman TB.

Pada setiap penderita KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrient mikro yang sering menyertai seperti Xerophthalmia (defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, vitamin B12, asam folat), stomatitis(vitamin B, C), dll.
Bila pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas (BB/U 80% atau BB/TB ≥90%), dirumah harus sering diberi makanan tinggi energi (150 kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4 g/kgBB/hari) :
a.                               Beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) paling sedikit 5 kali sehari
b.                              Beri makanan selingan diantara makanan Utama
c.                               Upayakan makanan selalu dihabiskan
d.                              Beri suplemen vitamin dan mineral/elektrolit
e.                               Teruskan ASI.
I.       Pengobatan Terhadap Komplikasi
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi Cermin Dunia Kedokteran No. 134, 2002 11 kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.  Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat. Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.
J.      Langkah Promotif dan Preventif
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan  pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya bisa dilakukan beberapa langkah, antara lain:
1.      Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2.      Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas.
3.      Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan.
4.      Pemberian imunisasi.
5.      Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6.      Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)
7.      Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8.      Faktor ekonomi,dalam world food conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan pendudukan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.
            Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien dengan menggunakan data tentang kebutuhan nutrien.
2.      Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrien dari berbagai macam bahan makanan.
3.      Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki.
K.    Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition.
L.     Kriteria Pemulangan Pasien
Kriteria Pemulangan Anak Gizi Buruk Dari Ruang Rawat Inap
1)      Anak
  1. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan
  2. Ada perbaikan kondisi mental
  3. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai dengan umurnya
  4. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,5 oC
  5. Tidak ada muntah dan diare
  6. Tidak ada edema
  7. Terdapat kenaikan berat badan ≥ 5 g/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut atau kenaikan sekitar ≥50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
  8. Sudah berada di kondisi gizi kurang (BB/TB ≥ -3 SD) dan tidak ada gejala klinis gizi buruk
2)      Ibu/Pengasuh
  1. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah
  2. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak
3)      Institusi Lapangan
Puskesmas/Pos Pemulihan Gizi telah siap untuk menerima rujukan paska perawatan.
M.   Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemui pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit yang lalu. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Lubis NU dkk. 2006. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita . www.kalbe.co.id
  2. Kristijono A. 2002. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein. www.cerminduniakedokteran.co.id
  3. Gehri. 2006. Marasmus. www.emedicine.com
  4. Sugiarno J. 2005. Artikel Marasmus Kwasiorkor. www.waspadaonline.co.id.
  5. Rusepno H dkk. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta.
  6. Hidajat B dkk. 2007. Artikel Kurang Energi Protein(KEP). www.pediatrik.com.
  7. Berhman dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.I Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
  8. Glaser KL. 2007. Pediatric Malnutrition. Moondragon Articles. www.medstudents.com
  9. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Jawa Timur. 2005. Gizi Buruk, Kwashiorkor, Marasmus atau Marasmik Kwashiorkor ?. www.dinkesjawatimur.go.id
  10. Anwar S dkk. Prosedur Tetap Pelayanan Medik. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah/BPK RSUZA Banda Aceh.
  11. Mansjoer A dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penyakit Gizi Anak (Halaman 512-519).  Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
  12. Agarwal C. 2001. Protein- Calorie (Energy) Malnutrition. www.pediatriconcall.com
  13. Kunar SP. 2007. Marasmus. Nutrition and Well-Being A to Z :: Kwa-Men. www.faqs.org
newer post
newer post older post Home